Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Pidana Mati di Indonesia: Antara Keadilan dan Kemanusiaan

Menurut laporan Hukuman Mati dan Eksekusi 2024 dari Amnesty International, terdapat 1. 518 eksekusi yang dilaksanakan di seluruh dunia.

Editor: Sudirman
Ist
OPINI - M Susilo Ihlasul Ashar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin 

Oleh: M Susilo Ihlasul Ashar

Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin

TRIBUN-TIMUR.COM - DALAM evolusi hukum global yang terus berlanjut, ada dorongan untuk menghapuskan hukuman mati. Saat ini, Indonesia masih mempertahankan hukuman mati sebagai salah satu jenis sanksi dalam sistem hukumnya.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) 2023 yang akan segera diberlakukan, hukuman mati tetap ada meski dengan perubahan dari KUHP yang lama, yakni sebagai “pidana khusus” yang dapat dijalankan dengan masa percobaan.

Namun, keberadaan pasal ini masih menimbulkan pertanyaan besar: apakah hukuman mati masih sesuai dan adil di tengah perubahan nilai-nilai kemanusiaan secara global?

Menurut laporan Hukuman Mati dan Eksekusi 2024 dari Amnesty International, terdapat 1. 518 eksekusi yang dilaksanakan di seluruh dunia.

Angka ini meningkat sebesar 32 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. 

Banyak negara telah menghentikan penerapan hukuman mati jika kita meneliti pola penggunaannya.

Di Asia Tenggara, negara-negara seperti Kamboja dan Filipina telah menghilangkan hukuman mati sejak lama, sementara Malaysia menghapuskan hukuman mati wajib pada tahun 2023.

Anggota diberikan hak untuk membiarkan hakim menjatuhkan hukuman alternatif. Untuk beberapa situasi tertentu, Singapura telah mulai melonggarkan aturan mengenai eksekusi.

Semua negara di Uni Eropa, Kanada, dan Meksiko telah sepenuhnya menghapus hukuman mati di kedua sisi Atlantik.

Sebagai bagian dari usaha rekonsiliasi pasca-konflik mereka, Rwanda dan Burundi di Afrika melakukan upaya serupa.

Selain penghapusan pidana mati di beberapa negara, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai wadah internasional berusaha mendorong untuk ditiadakannya penerapan jenis pidana ini.

Hal tersebut dibuktikan berdasarkan Deklarasi Hak-Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) yang ditandatangani pada tanggal 10 Desember 1948 di Palais de Chaillot, Paris dengan menjamin hak hidup dan perlindungan terhadap penyiksaan.

Demikian pula dijaminnya hak untuk hidup terdapat dalam Pasal 6 International Convenant on Civil and Political Rights/ICCPR) yang diadopsi tahun 1966 dan Indonesia meratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan ICCPR.

Sumber: Tribun Timur
Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved