Opini
Diskursus dan Penegakan Hukum Politik Uang Dalam Sistem Pemilu
Kekuasaan dan uang seakan-akan memiliki fungsi sosial yang sama yakni suatu fungsi yang menjadi acuan cara-cara bertingkah laku memenuhi kebutuhan.
Di satu sisi ada instrument hukum yang bisa menjerat pelaku, tetapi di sisi lain tidak diimbangi penegakan hukum yang memadai.
Instrumen hukum pidana atas pelanggaran dalam penyelenggaran pemilu tidak cukup efektif mengingat rumitnya proses pembuktian.
Proses hukum tak akan dilakukan tanpa disertai bukti dan terpenuhinya unsur pembuatan pidana.
Ditambah lagi batasan waktu lebih singkat yang diberikan UU untuk menyelesaikan suatu perkara pidana pemilu dibandingkan dengan pidana pada umumnya.
Proses pidana dan penghukuman yang bersifat fisik dalam perkembanganya tak lagi dianggap relevan untuk memberikan efek jera.
Tentu ini disesuaikan dengan tipikal dan jenis kejahatan atau perbuatan yang dianggap melawan hukum atau setidaknya bertentangan dengan sikap moral dalam masyarakat yang baik.
Secara materil, pemberian atau penerimaan uang sepanjang bersumber dari yang sah secara hukum, atau bukan dari hasil kejahatan, dibolehkan.
Hanya kemudian perbuatan itu menjadi dilarang karena dilakukan di waktu dan dalam masa pemilu.
Dengan demikian, muncul dua sanksi yang kemudian diancamkan ke pelaku, yakni berupa hukuman fisik (penjara) dan
diskualifikasi dari peserta pemilu.
Menurut penulis, arah pengaturan politik uang dalam pemilu seharusnya cukup dinilai sebagai perbuatan yang melanggar hukum administrasi sehingga sanksinya relevan dengan “mendiskualifikasi peserta pemilu”.
Kecuali perbuatan itu diiringi perbuatan lain yang terindikasi pidana, misalnya ada unsur paksaan, ancaman, dan sumber uang dari kejahatan.
Namun, ada dua tantangan yang mesti dijawab.
Pertama, putusan terhadap politik uang harus bersifat final, tak dimungkinkan adanya upaya hukum lain, ini sekaligus memberikan standar tinggi bagi lembaga manapun yang akan memutus perkara ini.
Kedua, perlu menghadirkan institusi yang kredibel untuk memutus perkara politik uang, atau secara lebih luas jadi bagian pengawasan dana kampanye dalam kontestasi.
Penanganan politik uang atau tindak pidana pemilu yang diberikan kepada Sentra Gakkumdu (Bawaslu, Kepolisian, dan Kejaksaan), sekilas memang ditujukan untuk memperkuat kelembagaan yang menangani tindakpidana pemilu.
