Opini
Perguruan Tinggi dan Pemilu Berintegritas
Sejumlah instrumen atau pun posisi dan peran dalam Pemilu sebagai ajang demokrasi suatu bangsa, harus berperan dan berfungsi dengan benar.
Oleh: Aswar Hasan
Mantan Komisioner KPI Pusat, Dosen Departemen Ilmu Komunikasi Fisip Unhas.
TRIBUN-TIMUR.COM - Pemilu adalah pintu terlebar menuju Demokrasi dalam bernegara. Karenanya, sejumlah instrumen atau pun posisi dan peran dalam Pemilu sebagai ajang demokrasi suatu bangsa, harus berperan dan berfungsi dengan benar.
Permasalahannya, komponen penting dalam berdemokrasi tersebut, acap kali dibajak atau disandera kekuatan politik tertentu yang mendisfungsikan relasi kuasanya dalam rangka memenangkan kompetisi demokrasi secara tidak fair.
Ada sejumlah modus unfairyang telah teridentifikasi sepanjang sejarah Pemilu di Indonesia, dan masih berkemungkinan akan muncul modus baru yang unfair di Pemilu 2024 mendatang.
Fenomenanya sudah tercium dari sekarang dan “baunya” mulai tidak sedap menyengat penciuman politik sejumlah pengamat saat ini, seperti dugaan penyalahgunaan kewenangan KPU/D dalam memverifikasi Parpol lolos sebagai peserta Pemilu, penindakannya DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu), dianggap tidak maksimal.
Sejumlah Masyarakat Sipil yang peduli atas penyelenggaraan Pemilu berintegritas tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih, menyayangkan putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu atau DKPP dalam penanganan perkara dugaan intimidasi dan manipulasi data hasil verifikasi faktual partai politik calon peserta Pemilu 2024.
"DKPP dinilai tidak menggali lebih dalam kasus tersebut sehingga dalang dari manipulasi data tidak tersentuh sanksi. DKPP tidak menggali lebih dalam permasalahan ini dengan mencari siapa sebetulnya mastermind (dalang) dari upaya mengubah data itu,” ujar Hadar Nafis Gumay, Direktur Eksekutif Network forDemocracyandElectoralIntegrity, salah satu anggota Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih (kompas.id, 4/4-2023).
Setelah reformasi yang berkomitmen membangun demokrasi yang lebih baik, seharusnya Pemilu di Indonesia semakin terbuka dan transparan, objektif dan berintegritas.
Namun, pada kenyataannya, masih terjadi kecurangan seperti pemalsuan suara, intimidasi terhadap peserta Pemilu, dan penyebaran hoaks yang memengaruhi opini publik.
Selain itu, tidak sedikit pula penyelenggara Pemilu yang tidak berintegritas, yang mengedepankan aspek profesionalitas sebagai komisioner yang dipercaya oleh negara.
Kasus-kasus kecurangan Pemilu dan ketidakberintegritasan penyelenggara Pemilu di Indonesia masih terus terjadi hingga saat ini, dan menjadi tantangan bagi demokrasi Indonesia untuk terus memperbaiki sistem Pemilu dan penyelenggara yang berintegritas, agar lebih adil, transparan, akuntabeldan objektif, danindependensi yang tidak bisa ditawar-tawar.
Benteng Terakhir Demokrasi
Beberapa ahli politik terkenal seperti Robert Dahl, Joseph Schumpeter, dan John Rawlsmensyaratkan partisipasi politik tanpa rekayasa, dengan kesadaranpolitik tinggi, penegakan hukum adil sertatransparansi, akuntabilitas penyelenggaraan Pemilu bersih dan jujur di tengah masyarakat sipil yang kuat sebagai landasan utama terciptanya demokrasi yang sehat dan kuat.
Namun, tampaknya hal tersebut masih sulit tercipta sebagai prakondisi atau sebagai prasyarat utama untuk terselenggaranya Pemilu yang diidealkan oleh para ahli tersebut.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.