Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Klakson

Banjir di Kota Tajir

Itu artinya, hujan sejak dulu ada, bukan hal baru, tetapi banjir dengan kualitas seperti kemarin rasanya fenomena belakangan.

Editor: Hasriyani Latif
TRIBUN TIMUR
Abdul Karim ketua Dewas LAPAR Sulsel/anggota Majelis Demokrasi dan Humaniora. Abdul Karim penulis tetap Rubrik Klakson di Tribun Timur. 

Dunia mata dan dunia maya menyimak bagaimana banjir dikota ini menyingkirkan riang gembira warga.

Warga tidur nyenyak dimalam hari, dibangunkan banjir saat dini hari. Tak ada kopi panas dipagi hari diatas meja, yang ada adalah hantaman air banjir yang merangsek hingga kamar tidur.

Pakaian dan perabot rumah berantakan, sebagian hanyut sampai jauh. Dalam kondisi begini, tak ada waktu lagi bagi rakyat menyiapkan lauk-pauk dirumah.

Memesan pangan via on line pun tak mudah, sebab roda dua kurir Ojol terjebak ditengah gumpalan air banjir dimana-mana.

Seorang rekan bercerita usai mengevakuasi barang-barangnya yang terendam.

“Berak pun susah saat banjir, sebab kakus melakukan serangan balik. Tahi yang disiram kembali naik, lantaran bak WC full air banjir”.

Dengan keadaan begitu, ia mensiasati diri agar tak berak. Caranya, tak boleh kenyang. Nasi dan lauk pauk disantap sedikit demi sedikit. Dicicil bak kredit.

Begitulah banjir. Kendaraan-kendaraan terjebak di jalan-jalan utama. Di jalan-jalan utama seperti Jl. AP. Pettarani, kendaraan roda empat terkumpul bak pameran mobil.

Tak sedikit roda empat terendam disejumlah titik. Roda dua dimana-mana tak nyala mesinnya lantaran terendam banjir. Lautan kendaraan merana ditengah kota modern ini.

Mengapa banjir begini? Bukankah tahun-tahun sebelumnya banjir tak sekeji ini?

Pemerintah boleh menyewa ilmuan khusus dengan multi disiplin keahlian untuk mengkaji penyebabnya.

Tetapi yakin saja, sepanjang ilmuan yang diturunkan jujur sejujur-jujurnya maka hasilnya tak jauh-jauh dari ini; “berkurangnya ruang resap dan ruang gerak air yang turun dari langit”.

Lantas, mengapa ruang gerak dan ruang serap air itu berkurang? Jawabnya, karena kota ini dipenuhi investasi.

Mengapa investasi? Sebab kekuasaan mengundangnya dan ilmu pengetahuan membenarkannya. Ruang-ruang kota ini digali lalu ditimbun, lantas diatasnya berdiri megah bangunan modern.

Bahkan lautpun ditimbun, pasirnya dikeruk. Saluran drainase yang rutin dibersihkan Pemkot Makassar dengan dana tak sedikit tak ada gunanya saat hujan turun, sebab laut sebagai ruang pembuangan air drainase tak sanggup lagi menampungnya lantaran telah ditimbun berhektar-hektar.

Sumber: Tribun Timur
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved