Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Penculikan Anak di Bone

Keluarga Korban Dugaan Penculikan Anak di Bone Tagih Janji Pelaku

Keluarga korban dugaan penculikan anak di Bone, Sulawesi Selatan tagih janji pertanggungjawaban pelaku.

Penulis: Noval Kurniawan | Editor: Hasriyani Latif
TRIBUN-TIMUR.COM/NOVAL KURNIAWAN
Keluarga Warnida, korban dugaan penculikan anak di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Keluarga korban dugaan penculikan anak di Bone tagih janji pertanggungjawaban pelaku untuk menikahi Warnida. 

TRIBUN-TIMUR.COM, BONE - Keluarga korban dugaan penculikan anak di Bone, Sulawesi Selatan tagih janji pertanggungjawaban pelaku.

Korban bernama Warnida (14) masih duduk di bangku kelas 5 Sekolah Dasar (SD).

Kepada keluarga korban, pelaku berjanji akan menikahi Warnida.

Itu paling lambat tiga hari sejak Warnida ditemukan, pada Kamis (19/1/2023).

Demikian dikatakan Kakak Warnida, Risma (31) ke Tribun-Timur.com, Sabtu (21/1/2023).

"Kata orang itu (pelaku), memang sudah saling suka dengan adik saya. Makanya dia ambil adik saya malam-malam," kata Risma.

Sebagai informasi, Warnida merupakan penyandang disabilitas intelektual.

Warnida telah dilaporkan hilang oleh keluarganya di Polres Bone, pada Rabu (18/1/2023).

Laporan itu terdaftar dengan nomor surat OH/01/I/2023/SPKT/RES BONE.

Di surat laporan itu dijelaskan, jika Warnida telah pergi meninggalkan rumah yang beralamat Jalan Sungai Musi, Lingkungan Palanga, Kelurahan Ta, Kecamatan Tanete Riattang Timur, Kabupaten Bono, pada Selasa (17/1/2023) sekitar pukul 22.00 Wita tanpa berpamitan atau meminta ijin dari keluarga.

Kata Risma, laporan tersebut tidak akan dicabut sebelum pelaku bertanggung jawab atas Warnida.

"Tetap akan kami persoalkan selama janjinya belum dipenuhi," ucapnya.

Baca juga: Marak Isu Penculikan Anak, Kadisdikbud Jeneponto Minta 303 Sekolah Dijaga Ketat

Baca juga: Modus Dugaan Penculikan Anak di Bone, Pelaku Janji Nikahi Korban

Sementara, Ketua Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Bone Andi Takdir menyayangkan jika korban dinikahkan dengan pelaku.

Alasannya karena usia Warnida masih di bawah umur.

Apalagi ia juga seorang penyandang disabilitas intelektual.

"Kasus tersebut sudah didamaikan di kantor Polres Bone dengan iming-iming akan dilamar paling lambat tiga hari sejak mereka ditemukan," kata Takdir.

"Entah seperti apa penerapan undang-undang perlindungan anak jika betul anak yang masih duduk dibangku kelas 5 SD sudah mau dinikahkan. Apalagi disabilitas intelektual itu kan dia tidak tahu apa apa. Mereka cenderung labil dan mudah dipengaruhi," sambungnya.

Andi Takdir menambahkan, terkait masalah ini, ia mengharapkan agar Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Bone juga ikut mengawal kasus Warnida.

"DP3A Bone wajib turun tangan jika anak ini dinikahkan. Apalagi sekarang Pemda telah menggodok Perda tentang pencegahan pernikahan anak di bawah umur," tambahnya.

Senada, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar Muhammad Haedir mengatakan perbuatan membawa pergi anak di bawah umur oleh laki-laki dewasa tanpa sepengetahuan atau izin dari orang tua maupun wali korban, sudah termasuk kategori tindak pidana.

Baca juga: Kronologi Dugaan Penculikan Anak Perempuan di Bone

Baca juga: Isu Penculikan Anak Bikin Resah, Warga Sinjai Diminta Lapor Polisi Jika Lihat Orang Mencurigakan

Apalagi semisal, selama dalam penguasaan pelaku terjadi perbuatan menyetubuhi atau perbuatan lain berkaitan dengan tindakan asusila kepada korban.

Maka menurutnya, hal itu jelas termasuk ke dalam perbuatan tindak pidana.

"Jika kita perhatikan usia dari anak tersebut. Ketika semisal laki-lakinya punya niat baik, untuk kemudian menikahi korban, tetapi karena korban masih kategori di bawah umur, maka menurut undang-undang, ia belum cakap atau belum bisa dinikahkan," kata Haedir.

Sebagaimana ketentuan undang-undang yang berlaku sekarang, di mana syarat agar dapat dinikahkan, minimal sudah menginjak usia 19 tahun.

"Nah kalau semisal mau dinikahkan di bawah umur, maka kembali ke hak orang tua korban," ucapnya.

Namun akan ada konsekuensi jika anak tersebut dinikahkan di usia di bawah 19 tahun.

Karena hal tersebut akan masuk pada hukum perdata. Di mana dikemudian hari terjadi sesuatu yang menyebabkan keduanya berpisah atau bercerai. Maka hak-hak korban akan terlepas.

Baca juga: Sempat Dikira Milik Pelaku Penculikan Anak di Jeneponto, Mobil Merah Melintas Ternyata Antar Paket

Baca juga: Lahan Bandara Wisata Bulukumba Segera Dibebaskan, Lokasinya di 2 Kecamatan

"Jika menikah di bawah umur, korban tidak akan bisa menerima haknya jika suatu saat terjadi hal yang tidak diinginkan dan mereka bercerai," jelasnya.

Meski demikian, siapa pun tidak boleh memberi intervensi, baik ke korban maupun keluarganya.

"Tetapi lagi-lagi kita tidak boleh mengintervensi. Semua keputusan dikenbalikan ke orang tua korban," tuturnya.

Apa Itu Disabilitas Intelektual?

Dalam sebuah penelitian yang dimuat Research in Developmental Disabilities, mengungkapkan, disabilitas intelektual dialami sekitar satu persen populasi di dunia.

Kondisi ini dua kali lebih banyak dialami anak-anak di negara berkembang dibanding negara maju.

Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, Fifth Edition, disabilitas intelektual terjadi pada periode tumbuh kembang si kecil.

Hal ini ditandai dengan adanya defisit (keterbatasan) fungsi intelektual maupun sosial anak.

Cirinya antara lain, keterlambatan dalam tumbuh kembang, memiliki masalah dalam berbicara, terlambat menguasai keterampilan dasar, kesulitan belajar.

Lalu sulit memahami perilaku dan konsekuensi, serta memiliki masalah perilaku.(*)

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved