Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Penculikan Anak di Bone

Modus Dugaan Penculikan Anak di Bone, Pelaku Janji Nikahi Korban

Ada modus atas dugaan penculikan anak perempuan di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan.

Penulis: Noval Kurniawan | Editor: Sukmawati Ibrahim
KOLASE TRIBUN TIMUR
Kolase foto Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, Muhammad Haedir (kiri) dan Warnida (14) dugaan korban penculikan anak di Bone (kanan). 

BONE, TRIBUN-TIMUR.COM - Ada modus atas dugaan penculikan anak perempuan di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan.

Modusnya adalah keluarga korban diberi iming-iming anaknya akan dinikahi paling lambat tiga hari ke depan.

Anak tersebut bernama Warnida (14).

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Muhammad Haedir Makassar kemudian merespon hal tersebut.

Menurutnya, pada kasus ini, perbuatan membawa pergi anak di bawah umur oleh laki-laki dewasa tanpa sepengetahuan atau izin dari orang tua maupun wali korban, sudah termasuk kategori tindak pidana.

Apalagi semisal, selama dalam penguasaan pelaku terjadi perbuatan menyetubuhi atau perbuatan lain yang berkaitan dengan tindakan asusila kepada korban. Maka jelas perbuatan itu masuk tindak pidana.

"Jika kita perhatikan usia dari anak tersebut. Ketika semisal laki-lakinya punya niat baik, untuk kemudian menikahi korban, tetapi karena korban masih kategori di bawah umur, maka menurut undang-undang, ia belum cakap atau belum bisa dinikahkan," kata Haedir ke Tribun-Timur.com, Kamis (19/1/2023).

Sebagaimana ketentuan undang-undang yang berlaku sekarang, dimana syarat agar dapat dinikahkan, minimal sudah menginjak usia 19 tahun.

"Nah kalau semisal mau dinikahkan di bawah umur, maka kembali ke hak orang tua korban," ucapnya.

Namun kata Haedir, akan ada konsekuensi jika anak tersebut dinikahkan di usia di bawah 19 tahun.

Karena hal tersebut akan masuk pada hukum perdata. Di mana dikemudian hari terjadi sesuatu yang menyebabkan keduanya berpisah atau bercerai. Maka hak-hak korban akan terlepas.

"Jika menikah di bawah umur, korban tidak akan bisa menerima haknya jika suatu saat terjadi hal yang tidak diinginkan dan mereka bercerai," jelasnya.

Meski demikian, siapa pun tidak boleh memberi intervensi, baik ke korban maupun keluarganya.

"Tetapi lagi-lagi kita tidak boleh mengintervensi. Semua keputusan dikendalikan ke orang tua korban." kata Haedir. (*)

 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved