Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini Tribun Timur

Kontroversi Suara Adzan

Menteri Agama Yaqut Kholil kembali mengeluarkan pernyataan kontroversial tentang suara adzan.

Editor: Sudirman
Dok Pribadi
Dr Hairuddin K, S.S, SKM, M.Kes Wakil Rektor IV Universitas Megarezky (Unimerz) Makassar 

Tentu saja secara politis, perlawanan tersebut tentu memiliki agenda yang jauh lebih kompleks. Mengingat kasus-kasus seperti ini sering menghiasi wajah di media kita.

Beberapa waktu lalu kasus “pengharaman” wayang menarik semua perhatian publik.

Dalam politik, ada 5 proses terjadinya kontestasi yang dapat menimbulkan eskalasi konflik :

“Pertama, identity formation (pembentukan identitas), yaitu bagaimana suatu identitas bersama dapat terbentuk pada sebuah kelompok sehingga menciptakan tindakan kolektif?

Kedua, scale shift (eskalasi), yaitu bagaimana sebuah konflik yang mulanya kecil mengalami eskalasi sehingga melibatkan aktor-aktor yang jauh lebih banyak?

Ketiga, polarization (Polarisasi), yaitu bagaimana ruang politis antar pihak yang saling berseteru meluas ketika mereka saling menjauh menuju kedua titik ekstrim dan tidak ada pihak yang berada pada posisi moderat?

Keempat, mobilization (Mobilisasi), yaitu bagaimana orang yang biasanya apatis (acuh-tak acuh) dapat digerakkan untuk ikut serta dalam gerakan?

Kelima, actor Constitution (pembentukan aktor), yaitu bagaimana sebuah kelompok yang sebelumnya tidak terorganisasi atau apolitis berubah menjadi sebuah aktor politik tunggal” (Permana, 2010)

Lima proses kontestasi akibat pernyataan kontroversial Menteri Agama pada akhirnya mewujud.

Pembentukan identitas telah nyata terlihat. Para penentang kebanyakan mewakili kelompok yang selama ini antipasti terhadap Gus Yakut.

Eskalasi kontestasi semakin besar yang bisa memunculkan konflik.

Polarisasi terlihat nyata pada dua kelompok yang berhadap-hadapan, Menteri Agama dan pendukungnya versus penentangnya.

Mobilisasi perlawanan semakin lama semakin menguat. Pembentukan aktor bisa saja terjadi lagi mengulang kontestasi yang memicu terbentuknya kelompok 212 melawan Ahok.

Tentu saja,semua pihak tidak ingin mengulang lagi polarisasi bangsa akibat permasalahan SARA.

Fenomena Gerakan 212 menciptakan gelombang demonstrasi yang berjilid-jilid yang memanisfestasikan tahap keempat kontestasi yakni pembentukan aktor yang terorganisir.

Mereka mengepung Jakarta. Mereka datang dari seluruh Indonesia dengan satu tekad melindungi agama mereka.

Tentu saja fenomena ini bisa saja terulang meski eskalasinya lebih rendah.

Oleh karena itu, pejabat utama di negeri ini hendaknya berhati dengan isi dan cara berkomunikasi mereka.

Dunia digital adalah dunia dimana pernyataan yang seharusnya baik dapat dibelokkan melalui rekayasa digital.

Kontestasi seakan sudah ditentukan berkat analogi yang dirasa kurang tepat meski tujuannya bagus.

Tujuan menciptakan kehidupan bersama antar pemeluk agama itu mulia namun bila caranya bermasalah maka hasilnya juga tidak maksimal.

Reaksi bergelombang beberapa tokoh agama telah memunculkan upaya perlawanan dan kemungkinan akan mengarah pada upaya mendesak Presiden memberhentikan Gus Yakut.(*)

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved