Opini Tribun Timur
Guru di Tengah Arus Perubahan
Pendidikan Indonesia sedang berada di tengah arus perubahan berkat hadirnya berbagai perubahan kebijakan.
Di dalam process-oriented, para guru yang terlibat dalam berbagai macam program, misalnya guru penggerak ataupun mereka yang mengikuti PPG, diajak terlebih dahulu berproses untuk menemukan nilai-nilai dasar yang hendak diperjuangkan.
Penggalian akan nilai ini dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai metode penemuan nilai.
Nilai-nilai inilah yang kemudian akan menjadi pondasi dan pilar-pilar hadirnya output dari program yang telah dirancang.
Pendekatan seperti ini memang membutuhkan waktu yang cukup panjang karena sangat mengedepankan tahapan refleksi dan perumusan mendalam.
Konsekuensinya, para pengambil kebijakan harus berani untuk mengubah segala macam paradigma birokrasi yang telah terbentuk selama ini.
Tidak jarang demi paradigma tersebut, proses harus dikorbankan. Akibatnya, hasil yang diperoleh pun sebagian besar sekedar menjadi sebuah dokumen yang tidak dapat diimplementasikan.
Para guru justru menjadi korban karena mereka dipaksa untuk berkegiatan atau merumuskan sesuatu sekedar demi membuat laporan yang tidak akan ditindaklanjuti.
Di tengah arus perubahan ini, para guru pun harus mengubah cara berpikir dan bertindak mereka. Kerinduan para guru kini terjawab melalui berbagai perubahan kebijakan.
Peluang pengembangan yang diberikan oleh pemerintah tidak boleh sekedar dipandang kesempatan perbaikan nasib dan kesejahteraan.
Tidak dapat dipungkiri program sertifikasi guru ataupun pengangkatan PPPK telah memberi kepastian ekonomi kepada para pendidik di negara kita; paling tidak mereka melaksanakan tanggung jawab mereka tanpa digelisahkan oleh persoalan finansial.
Para guru harus melihat dukungan ini sebagai sarana untuk tercapainya tujuan pendidikan nasional.
Sayangnya, fakta dari lapangan sudah menunjukkan bahwa aneka macam tunjangan kadang kala membuat begitu banyak oknum pendidik melalaikan prinsip-prinsip dasar keprofesian.
Demi pemenuhan administrasi sebagai prasyarat sertifikasi, misalnya, banyak oknum yang sekedar mengcopy paste RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) yang ditemukan di internet ataupun membuat laporan abal-abal.
Selain itu, para pendidik harus menyadari bahwa profesi guru merupakan profesi yang membutuhkan pengorbanan total.
Sejak awal mula, guru adalah man for others. Di masa lampau, pendidikan tidaklah pertama-tama dimaksudkan sekedar sebagai sarana pengembangan dan penyebaran ilmu pengetahuan.
Pada saat itu, sekolah merupakan entitas untuk menemukan dan merumuskan kebijaksanaan hidup. Sang guru pun berfungsi sebagai sumber kebijaksanaan bagi peserta didiknya.
Sebuah cerita menarik pernah dihadirkan oleh seorang guru yang merelakan hasil sertifikasinya dipakai untuk membiayai pendidikan seorang murid yang sudah terancam putus sekolah.
Kisah lain adalah kesediaan seorang guru di pedalaman yang berkeliling dari satu kampung ke kampung lain untuk mendampingi proses pembelajaran selama masa pandemi.
Kisah-kisah seperti ini menjadi sebuah pertanda bahwa di tengah arus perubahan para guru dituntut untuk menghargai martabat profesi melalui pelayanan yang paripurna.
Arus perubahan yang tercipta saat ini merupakan peluang memperkuat profesi guru.
Seluruh lapisan masyarakat hendaknya mengawal pemerintah agar arus perubahan ini tetap bertahan dan bahkan bergerak ke arah yang lebih baik.
Sudah saatnya untuk mengembalikan pendidikan ke semangat awal pendiri bangsa ini tanpa harus dipengaruhi oleh aneka kepentingan politis.
Pada akhirnya, perhatian yang telah diberikan oleh pemerintah tidak boleh disia-siakan oleh para guru sendiri.
Mereka harus menyambut secara antusias dan berpartisipasi dalam arus perubahan yang terjadi.
Ingatlah, penghargaan terhadap martabat guru pertama-tama terletak di tangan para guru sendiri.(*)
Tulisan ini juga diterbitkan pada harian Tribun Timur edisi, Kamis (25/11/2021).
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/makassar/foto/bank/originals/dr-carolus-patampang-ss-ma-1-25112021.jpg)