OPINI
OPINI - BJPS Kesehatan Naik: Siapa Takut?
Di akhir tahun 2019 BPJS Kesehatan diprediksi mengalami kerugian sekitar Rp 28 triliun.
Apakah persoalan iuran sudah selesai? Ternyata belum.
Ada persoalan kolektibilitas yang bisa menggerogoti Dana Jaminan Sosial JKN, jika tunggakan iuran semakin membengkak dan tidak terkontrol.
Baca: Dicueki Pemerintah, Warga Tallo Ancam Tutup Paksa Usaha Ekspedisi
Kelompok yang terbanyak adalah Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) yang jumlahnya mencapai 31,5 juta dan Bukan Pekerja (BP) yang jumlahnya mencapai 5,1 juta jiwa.
Total PBPU dan BP sebanyak 36,6 juta. Hanya 54% yang disiplin membayar iuran.
Kita hitung saja, jika ada 46% menunggak dari total PBPU dan BP (36,6 juta peserta), jumlahnya adalah 16.836.000 peserta, dengan iuran kelas 3 Rp.25.500.- per bulan, maka untuk setahun potential lost iuran Rp. 5,15 Triliun.
Di sinilah, manajemen BPJS ‘memburu’ para penunggak, jangan cuma bangga (tak prihatin?) menerima gaji berkelas elit-BUMN.
Selanjutnya, mencermati apakah menunggak bahkan D.O. karena willingness to pay atau ability to pay.
Jika terkait ability to pay maka Dinas Sosial dapat melakukan verifikasi dan validasi sebagai calon penerima PBI.
Keempat: Ada resep dari Pemerintah, berisi sembilan strategi bauran kebijakan JKN sebagai upaya mengendalikan defisit BPJS Kesehatan.
Baca: Hebat! Kementan Tanam Padi Gunakan Drone di Lahan Rawa Program SERASI
Baca: Sudah Ada 66 Kendaraan Kena Tilang di Bantaeng
Kesembilan strategi bauran dimaksud: (1) cakupan PBI, iuran PBI Rp 23.000 (tidak ada kenaikan); (2) pemotongan dana transfer daerah atas tunggakan Iuran Pemda sebagai pemberi kerja; (3) pembatasan dana operasional BPJS Kesehatan dari iuran sebesar maksimal 4,8%; (4) peningkatan peran pemda melalui penggunaan dana pajak rokok (75% dari 50% earmarked); (5) perbaikan manajemen klaim
fasilitas kesehatan (faskes) atau mitigasi fraud yang sesuai dengan strategic purchasing. (6) perbaikan sistem rujukan dan rujuk balik yang terus dioptimalkan; (7) cost sharing pada pelayanan yang berpotensi moral hazard; (8) mengenai strategic purchasing khususnya kapitasi berbasis kinerja dan verifikasi digital klaim (VERIKA) di rumah sakit; dan (9) sinergitas penyelenggara jaminan sosial di Indonesia.
“Strategi bauran kebijakan JKN ini diharapkan bisa menjaga suitability, fordabilitas, dan kualitas pelayan dan keinginan mengcover seluruh rakyat Indonesia,” ujar Sri Mulyani.
Kelima: Saya sependapat dengan ASB bahwa negara harus hadir (nawacita) tetapi tanggung sosial masyarakat juga harus terpelihara agar senada dengan fungsi sosial asuransi/jaminan kesehatan.
Sejalan dengan pencapaian jaminan kesehatan semesta atau Universal Health Coverage (UHC) 2019, Indonesian Health System Group (IHSG) menawarkan upaya penyerta berupa Universal Risk Coverage (URC) dan Universal Cause Coverage (UCC) yang penekanannya berorientasi pada program-program pemerintah dalam pencegahan penyakit (preventif) dan promosi kesehatan (promotif) berbasis masyarakat misalnya Kawasan Tanpa Rokok (KTR), olahraga gembira saat car free day, lapangan buatan untuk jogging massal, dll.
Baca: Dinas Perdagangan Latih Pengrajin Perak di Makassar
Kebiasaan berolahraga ini (diartikan lebih luas oleh ASB sebagai gerakan hidup sehat), diharapkan dalam jangka panjang akan mengurangi defisit BPJS Kesehatan. Sehat itu mahal!
Catatan: tulisan ini telah terbit di Tribun Timur edisi cetak, Rabu (04/09/2019)