Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Data Polres: Banyak Perempuan di Wajo Cekcok dengan Tetangga

Satreskrim Polres Wajo mencatat lonjakan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak

Penulis: M. Jabal Qubais | Editor: Edi Sumardi
TRIBUN TIMUR/M JABAL QUBAIS
POLRES WAJO - Markas Polres Wajo di Sengkang, Kabupaten Wajo, Sulsel. Polres Wajo menangani 45 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak sepanjang tahun 2025. 

TRIBUN-TIMUR.COM - Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Wajo mencatat lonjakan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak (KPA) sepanjang tahun 2025.

Hingga Oktober 2025, Polres Wajo telah menerima 45 laporan kasus KPA, dengan mayoritas didominasi oleh kekerasan terhadap anak.

Jika dirata-ratakan, terdapat 4 hingga 5 kasus per bulan.

Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Wajo, Ipda Anna, mengungkapkan, kekerasan anak tersebut sering kali dipicu oleh masalah sepele dalam pergaulan, seperti bercanda atau saling ejek yang berlebihan.

Kasus kekerasan terhadap perempuan lebih banyak disebabkan cekcok perselisihan antartetangga.

"Sebanyak 45 kasus yang kami terima hingga bulan ini, kebanyakan kekerasan anak," ujar Anna, Kamis (9/10/2025).

Adapun kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dilaporkan tidak signifikan. Semua kasus KPA yang dilaporkan saat ini masih dalam proses penyelidikan.

Meskipun kepolisian secara rutin berupaya memediasi antara pelapor dan terlapor, Anna mengakui bahwa hingga kini belum ada satu pun kasus KPA yang berhasil diselesaikan melalui jalur Restorative Justice (RJ) atau keadilan restoratif.

"Kalau RJ belum ada sampai saat ini, semua kasus berlanjut," kata Anna.

"Kami selalu mengupayakan agar mereka berada di tengah-tengah atau paling tidak memilih jalur RJ. Tapi kan kita tidak bisa memaksa, tetap dikembalikan ke masing-masing pihak," katanya lebih lanjut.

Restorative justice adalah pendekatan dalam sistem peradilan pidana yang berfokus pada pemulihan keadilan dan kerugian yang ditimbulkan oleh tindak pidana, bukan semata-mata pada penghukuman pelaku.

Pendekatan ini mengutamakan dialog dan mediasi, yang melibatkan korban, pelaku, dan pihak terkait lainnya, untuk bersama-sama mencari solusi dan tanggung jawab atas tindakan yang dilakukan.

Tujuannya adalah memulihkan hubungan yang rusak, memperbaiki kerugian, dan mencegah terulangnya tindak pidana.

Penerapan restorative justice di kepolisian diatur dalam Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 8 Tahun 2021. Kasus yang dapat dipertimbangkan untuk diselesaikan melalui jalur ini umumnya harus memenuhi syarat berikut:

  1. Tindak pidana tidak menimbulkan kerugian yang besar.
  2. Tindak pidana diancam dengan pidana penjara di bawah lima tahun.
  3. Pelaku baru pertama kali melakukan tindak pidana (bukan residivis).
  4. Adanya perdamaian dan kesepakatan pemulihan antara korban dan pelaku.
  5. Tindak pidana bukan kasus KPA (termasuk kekerasan seksual, terorisme, atau tindak pidana korupsi) yang dikecualikan oleh undang-undang.

Meskipun dalam kasus KPA (seperti yang mendominasi di Wajo), undang-undang sering kali tidak memperbolehkan penyelesaian melalui RJ karena sifat tindak pidana yang serius dan memerlukan perlindungan khusus bagi korban anak atau perempuan, upaya mediasi dan perdamaian tetap dapat dilakukan sebagai bagian dari pertimbangan proses hukum.

Kanit Pidana Umum (Pidum) Polres Wajo, Ipda Muhlis, menambahkan bahwa kasus penganiayaan umum yang ditangani mencapai 23 kasus sepanjang 2025.

Menurutnya, masalah ekonomi menjadi pemicu utama kasus penganiayaan, yang seluruhnya juga masih dalam penanganan.(*)

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved