Opini
Arena Wati, Sastrawan Negara Dilupakan di Negerinya
Pertama, menulis tentang Arena Wati lebih kepada pendekatan jurnalitik investigatif.
Seperti laiknya anak Bugis-Makassar yang lekat dengan laut, Arena Wati atau Muhammad bin Abdul Biang, memulai debutnya sebagai pelaut dua tahun sebelum Indonesia memproklamirkan kemerdekaan.
Sembari membawa barang dagangan, Arena Wati mengarungi penjuru lautan di berbagai tempat di Nusantara, membawanya mengembara hingga ke sejumlah negara jiran Malaysia, Singapura, Saigon, Rangoon.
Selain sebagai pelaut, Arena Wati juga mendalangi perjuangan gerilya kemerdekaan di Jakarta, Brunai dan Saigon.
Di usia remaja, Arena Wati telah menjadi nakhoda kapal.
Tercurah sudah cita- citanya yang diimpikan sejak kecil menjadi pelaut ulung.
Hasrat itu menggantung, karena lambat laun, berkat kegemaran membacanya tinggi, berbagai buku selagi berlayar di laut lepas, tiba-tiba terbersit kehendak untuk mengekspresikan pengalaman dan pikiran- pikirannya dalam bentuk karangan.
Dari sanalah sejarah Arena Wati dimulai.
Christian Pelras, salah seorang peneliti dan doktor antropologi dari Universitas Sarbonne, Perancis, menulis buku berjudul” Manusia Bugis “ setebal 449 Halaman
diterbitkan Nalar, menegaskan kalau sejak penulis Eropa pertamakali menyebut Bugis dan Makassar sebagai pelaut.
Menurut Pelras, sejak 1511, Tome Pires, seorang Portugis, menyamakan pedagang Bugis dan Makassar berlayar ke Malaka dari tempat yang ia sebut “Macacar.
Tidak heran, jika Arena Wati memilih jalan hidupnya berawal sebagai pelaut ulung karena karakternya sebagai manusia Bugis-Makassar masih menguasainya.
Penulis memeroleh informasi dari Ambo Majid kalau Arena Wati masih ada keturunan Bugis Wajo.
Arena Wati memilih berhenti menjadi pelaut, setelah dia berlabuh di Singapura pada awal 1950.
Ia mengalihkan perhatian sepenuhnya menjadi penulis, wartawan dan sastrawan.
Di Singapura salah satu sastrawan negara Malaysia ternama itu bekerja di majalah Royal Press dan Harmy.
Tak lama disini, Arena Wati hijrah ke Johor Baru bekerja di penerbitan Melayu Ltd selama lima tahun.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/makassar/foto/bank/originals/TRIBUN-OPINI-Bachtiar-Adnan-Kusuma-Tokoh-Literasi-Nasional1.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.