Opini
Prof. JJ: Dari Penyaringan ke Pemilihan Rektor Unhas
Pada kenyataannya, telah menjungkirbalikkan pola mencari dan meraih dukungan secara pragmatis.
Ringkasan Berita:Dominasi kuat Prof. JJ, dinilai berdasarkan capaian kepemimpinannya selama empat tahun terakhir.Seperti membawa Unhas masuk dalam Top 1000 QS World University Rankings, transformasi digital akademik, dan peningkatan jumlah guru besar. Senat menilai dukungan kepada Prof. JJ bukan karena status incumbent, melainkan karena kinerja dan integritasnya.Tahapan selanjutnya akan dilanjutkan ke Majelis Wali Amanah (MWA), memiliki 35 persen suara dari Menteri dan 65?ri unsur civitas serta tokoh masyarakat.
Oleh: Amir Ilyas
Guru Besar Ilmu Hukum Unhas
TRIBUN-TIMUR.COM - Hasil pemungutan suara oleh 93 anggota senat akademik pada tahapan penyaringan 6 (enam) calon rektor Unhas periode 2026 – 2030.
Dengan peraih suara terbanyak pertama Prof. Dr. Ir. Jamaluddin Jompa, M.Sc. (Prof. JJ) sebesar 74 suara, kemudian diikuti oleh Prof dr. Budu, Ph.d, Sp.M(K)., M.Med,Ed. sebesar 18 suara, dan Prof. Dr. H. Sukardi Weda, S.S., M.Hum., M.Pd., M.Si., M.M., M.Sos.I., M.A.P., sebesar 1 suara.
Pada kenyataannya, telah menjungkirbalikkan pola mencari dan meraih dukungan secara pragmatis.
Sekalipun bertubi-tubi serangan untuk mengganjal Prof. JJ dengan menggalang serta memviralkan isu “tradisi rektor satu periode,” kemudian diikuti dengan pelibatan lembaga survey yang tak jelas asal-usulnya.
Dengan melakukan survey di kalangan mahasiswa aktif, alumni unhas, dan para dosen, dari dua lembaga yang berbeda nama, tetapi penelitinya itu-itu juga.
Wajar jika kemudian banyak pihak, menggangap lembaga survey itu dibuat dalam semenit, dengan pesanan pihak tertentu, juga untuk memenangkan pihak tertentu.
Sekali lagi, suara senat tidak dapat dimanipulasi dan digiring dengan cara curang dan culas. Hasil pemungutan suara ditahap penyaringan calon rektor Unhas, telah membungkam mereka yang tidak fair dalam berkompetisi, bukan adu gagasan, tetapi adu merekayasa dampak.
Berikut dengan capaian Prof. JJ dalam kurun waktu 4 tahun terakhir, mengantarkan Unhas masuk dalam Top 1000 Perguruan Tinggi Dunia (QS World University Rankings 951-1000), kampus terbaik ketiga nasional.
Transformasi digital akademik dan administrasi, pengembangan rumah sakit kampus, telah mencetak guru besar terbanyak se-Indonesia. Justru dari pihak kompetitor mengamininya sebagai capaian terbaik.
Perlu katanya dilanjutkan capaian-capaian itu. Maka kemudian menjadi pertanyaan serius, kalau perlu ada regenerasi dengan menggalang isu satu periode, perubahan apa yang ditawarkan.
Peningkatan tunjangan kinerja pegawai dan tenaga pendidikpun menjadi “abu-abu,” sebab selain gagal dalam soal “rekam jejak” juga program tersebut tidak dapat dituangkan secara konkrit bagaimana sumber pendanaan dan realisasinya.
Maka jalan ketahapan selanjutnya, proses pemilihan rektor dengan melalui rapat terbuka luar biasa Majelis Wali Amanah (MWA), dengan cara-cara pragmatis guna mempengaruhi suara dari anggota MWA harus ditinggalkan.
Hasil penyaringan oleh senat akademik yang telah memberikan suara mayoritas kepada Prof. JJ., bukan karena statusnya semata sebagai “incumbent,” tetapi ada capaian kinerja, visi, misi, dan program kerja sebagai ukuran yang nyata.
Eticability, intelectuality, capability, integrity harus menjadi “skala prioritas” dalam memilih pimpinan perguruan tinggi (Unhas).
Hal itu pasti tidak akan diabaikan oleh anggota MWA, berikut dengan suara menteri – Menteri Pendidikan Tinggi, Sains dan Tekhnologi - (35 persen suara atau setara 9 suara, 1 0rang 9 suara).
Kemudian dari anggota MAW lainnya, 65 persen suara (1 orang 1 suara): 8 suara dari pegawai perwakilan dosen, 2 suara dari perwakilan tenaga kependidikan pegawai, 3 suara dari tokoh masyarakat, 3 suara karena ex-officio (Ketua IKA Unhas, Gubernur Sulsel, dan Ketua BEM Unhas).
Masing-masing dari jumlah suara anggota MWA tersebut, tentunya akan diperebutkan oleh 3 Calon Rektor Unhas yang telah melalui proses penyaringan Senat akademik.
Dengan proses pemilihan harus menjunjung asas transparansi, akuntabilitas, dan keadilan, maka tak ada ruang untuk membawa “politik identitas,” dipilih karena latar belakang organisasi tertentu.
Basis pemberian suara tentunya harus didasarkan pada siapa calon yang dapat memperkuat integritas institusi, memperluas kolaborasi global, memiliki program nyata dalam menciptakan mahasiswa/i yang terampil dan ahli dalam ilmunya (bukan asal sarjana).
Serta mampu menjaga marwah kampus merah sebagai universitas kelas dunia, dengan tetap berakar pada kearifan lokal dan budaya maritimnya.
Kita tidak hanya mencari pemimpin yang cerdas, tetapi harus juga bisa merangkul untuk semua, bijak serta berani menjaga nurani ilmu dan pengetahuan.
Sebab memimpin bukan soal untuk menduduki kursi kekuasaan semata, tetapi betapa pentingnya menjaga arah layar Unhas agar tetap ke laut lepas.
Sejatinya, Unhas butuh pemimpin yang stabil, visioner, dan mampu menyalakan obor ilmu seta mercusuar bagi bangsa dan dunia.
Scientia lux maritimae, integritas anima rectoris - ilmu adalah cahaya samudera, integritas adalah jiwa seorang pemimpin - Dalam samudera ilmu yang lapang, Unhas harus menjadi kapal berlayar dengan cahaya pengetahuan dan kompas integritas.
Demikianlah principat kepemimpinan Prof. JJ., sosok ilmuan, menahkodai Unhas dengan ilmu yang disinari cahaya nurani dan estetis Ketuhanan.

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.