Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Tepuk Sakinah: Gerakan Kecil yang Menyimpan Makna Besar

Video pendeknya beredar di TikTok, dibagikan ulang di Instagram, diperdebatkan di grup-grup WhatsApp.

Editor: Sudirman
Ist
OPINI - Muhammad Ayyub Penghulu KUA Liukang Tupabiring, Kab. Pangkep. Muhammad Ayyub salah satu penulis Opini Tribun Timur. 

Oleh: Muhammad Ayyub

Penghulu KUA Liukang Tupabiring, Kab. Pangkep

TRIBUN-TIMUR.COM - Di era media sosial saat ini, apa pun bisa menjadi perbincangan publik: mulai dari potongan ceramah, gaya berpakaian, hingga cara seorang penghulu menyampaikan materi bimbingan perkawinan.

“Tepuk Sakinah” adalah salah satu contohnya. Sebuah ice breaking ringan di ruang bimbingan pra-nikah KUA yang awalnya hanya dimaksudkan untuk mencairkan suasana, tiba-tiba berubah menjadi perbincangan nasional.

Video pendeknya beredar di TikTok, dibagikan ulang di Instagram, diperdebatkan di grup-grup WhatsApp.

Komentar pun bermunculan: ada yang memuji kreatif, ada yang biasa saja, ada pula yang nyinyir karena dianggap meremehkan sakralitas pernikahan.

Padahal, kalau kita mau berhenti sejenak dan melihat konteksnya, “Tepuk Sakinah” hanyalah metode sederhana untuk membantu calon pengantin yang tegang menerima materi tentang rumah tangga sakinah.

Para penghulu dan penyuluh agama kini dituntut bukan hanya sebagai pencatat akad nikah, tetapi juga sebagai pendidik yang harus mampu menjangkau generasi muda dengan cara yang ramah, kreatif, dan sesuai zaman.

Konten digital menjadi salah satu jembatan agar nilai-nilai keluarga sakinah tidak hanya berhenti di ruang-ruang seminar, tetapi juga hidup di layar-layar ponsel.

Tepuk sederhana ini lahir dari kebutuhan nyata: mencairkan suasana, membuat materi berat lebih mudah diterima, dan mengingatkan secara ringan nilai sakinah yang seringkali hanya disebut dalam khutbah, ceramah atau modul bimbingan.

Namun algoritma media sosial memang punya daya unik: ia mengangkat yang sederhana jadi luar biasa, menjadikan yang sekadar metode jadi seolah substansi.

Potongan 30 detik di layar seringkali membuat orang merasa paham keseluruhan isi acara.

Kita hidup di zaman potongan; video dipotong, kalimat dipotong, lalu makna pun ikut terpotong. Di situlah muncul salah paham dan komentar berisik.

Padahal di balik tepuk sederhana itu ada pembahasan serius tentang hak dan kewajiban suami-istri, kesehatan reproduksi, manajemen konflik, hingga penguatan komitmen moral.

Tepuk sakinah hanyalah pintu kecil yang dibuka agar peserta merasa santai, sehingga materi berat bisa lebih mudah masuk. Ironisnya, justru pintu kecil itu yang direkam, diunggah, dan diperdebatkan, sementara isi rumah yang lebih besar luput dari perhatian.

Sumber: Tribun Timur
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved