Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Kementerian Haji dan Umrah: Solusi atau Bagi Kursi?

Di atas kertas, langkah ini tampak revolusioner. Namun, di balik itu, ada pekerjaan rumah besar yang menanti.

Editor: Sudirman
ist
OPINI - Rusdianto Sudirman Dosen Hukum Tata Negara IAIN Parepare  

Secara normatif, dana haji adalah trust fund (dana amanah). Negara tidak boleh memperlakukannya sebagai kas pembangunan.

Maka, kementerian baru harus memastikan tata kelola BPKH lebih transparan dan akuntabel, dengan audit independen yang rutin melibatkan BPK dan KPK.

Jika tidak, risiko penyalahgunaan akan makin besar karena adanya institusi tambahan dalam rantai birokrasi.

Setiap musim haji, isu KKN seperti hantu yang tak pernah hilang. Tender katering, hotel, dan transportasi di Arab Saudi kerap jadi ladang korupsi.

Publik tentu khawatir, apakah kementerian baru ini sungguh untuk reformasi, atau justru menjadi reinkarnasi lahan korupsi baru dengan wajah baru?

Reshuffle kabinet kerap ditafsirkan sebagai strategi politik bagi-bagi kursi. Bila kementerian baru ini hanya lahir untuk mengakomodasi kepentingan politik tertentu, ibadah haji justru terjebak semakin dalam dalam logika kekuasaan.

Menurut Penulis, Pembentukan Kementerian Haji dan Murah bukan tanpa konsekuensi politik. Setidaknya Ada tiga tantangan besar yang akan dihadapi.

Pertama, Resistensi dari Kementerian Agama. Kementerian Agama berpotensi merasa kewenangannya terpangkas.

Selama ini, pengelolaan haji adalah salah satu prioritas utama Kemenag, sekaligus sumber legitimasi politik di hadapan umat Islam.

Dengan lahirnya kementerian baru, Kemenag bisa kehilangan ruang strategis, sehingga muncul tarik-menarik kewenangan yang bisa berujung pada rivalitas birokrasi dan tumpang tindih kewenangan.

Sehingga diperlukan sinkronisasi dan harmonisasi regulasi terkait kewenangan agar tidak melahirkan sengketa kewenangan antar lembaga negara.

Kedua, Dinamika di DPR. DPR memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. Fraksi-fraksi di Senayan kemungkinan akan mempersoalkan pembentukan kementerian baru ini, terutama soal efisiensi anggaran dan tumpang tindih kewenangan.

Ada pula potensi tarik-menarik politik di Komisi VIII yang selama ini membidangi urusan agama dan haji.

Ketiga, Kritik dari Ormas Islam. Ormas besar seperti NU dan Muhammadiyah, yang punya basis jamaah haji dan umrah, bisa memberikan kritik.

Mereka mungkin mempertanyakan apakah kementerian baru ini benar-benar untuk reformasi atau hanya proyek politik. Apalagi jika proses penyusunan kebijakan tidak melibatkan ormas secara bermakna, resistensi publik bisa menguat.

Halaman
123
Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved