Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Heboh dengan Purbaya, Kini Dedi Mulyadi Tak Bisa Bantah Peneliti BRIN Soal Sumber Air Aqua

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, saat melakukan sidak ke pabrik Aqua di Kabupaten Subang. 

Kompas.com
DEDI MULYADI - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi kini sibuk berurusan denganm raksasa air kemasan Aqua. Semua bermula dari sidaknya ke pabrik Aqua di Subang dan menjadi viral. Peneliti BRIN angkat bicara dan ikut memberi penjelasan yang tidak bisa dibantah Dedi Mulyadi. 

Terkait hal tersebut, BRIN menegaskan bahwa sebenarnya sumber air di alam terbagi menjadi tiga kategori, yakni air hujan, air permukaan, dan air tanah.

Peneliti hidrologi dari Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air BRIN, Rachmat Fajar Lubis, menjelaskan, air tanah merupakan sumber utama bagi banyak perusahaan air minum dalam kemasan (AMDK).

Air tanah sendiri dibagi menjadi dua karakter.

Pertama, air tanah bebas berada dekat permukaan dan sering dikenal sebagai air tanah dangkal. Air tanah ini memiliki tekanan sama dengan udara di sekitar.

Air dari sumber tersebut biasa dimanfaatkan masyarakat untuk sumur rumah tangga, terlebih pengambilannya mudah dan tidak terlalu dalam.

Sementara air tanah bebas, yang sering disebut akuifer dalam, memiliki tekanan lebih tinggi dari permukaan tanah dan dilindungi oleh lapisan kedap air di atasnya.

Jenis air ini tidak mudah terpengaruh oleh musim maupun aktivitas di permukaan..

Namun, karena letaknya yang dalam dan terlindung, pengambilan air tanah tertekan harus melalui izin resmi dan dikenakan pajak air tanah, tidak bisa dilakukan sembarangan.

Peneliti BRIN menjelaskan, sebenarnya semua perusahaan air minum dalam kemasan (AMDK) menggunakan metode bor untuk mengambil air dari lapisan akuifer yang sama.

Namun, cara pengambilannya saja yang berbeda.

Di sisi lain, pemerintah melalui Kementerian ESDM tengah melakukan evaluasi izin penggunaan air tanah yang dilakukan sejumlah produsen AMDK, termasuk AQUA.

“Jadi nanti berdasarkan evaluasi, kalau perusahaan sudah memenuhi persyaratan, mereka bisa tetap melaksanakan kegiatan (pengambilan air),” ujar Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung di Jakarta, Jumat (25/10/2025), dikutip SURYA.CO.ID dari Kompas.com.

Namun, Yuliot menegaskan, bila ditemukan pelanggaran administratif atau teknis di lapangan, ESDM akan meminta perbaikan bahkan menghentikan kegiatan bila perlu.

“Tetapi kalau itu memang harus dihentikan, itu harus dihentikan. Sesuai dengan kondisi air tanah yang ada,” tambahnya.

Ia menjelaskan bahwa izin pengambilan air tanah diberikan setelah evaluasi teknis terhadap kondisi lingkungan dan merujuk pada Peraturan Menteri ESDM Nomor 14 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Izin Pengusahaan Air Tanah dan Persetujuan Air Tanah.

Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved