Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Tribun Luwu

Kasus Dugaan Korupsi Kecamatan Wasuponda Luwu Naik ke Penyidikan, Rp1,4 M Anggaran Tanpa Bukti SPJ

Satreskrim Polres Luwu Timur menaikkan status perkara dugaan korupsi pengelolaan keuangan Kecamatan Wasuponda, 2022–2023 ke tahap penyidikan.

Penulis: Muh. Sauki Maulana | Editor: Muh Hasim Arfah
Kasubsi Humas Bripka A Muh Taufik
DUGAAN KORUPSI - Unit Idik 3 Tipikor Satreskrim Polres Luwu Timur resmi menaikkan status perkara dugaan korupsi pengelolaan keuangan Kecamatan Wasuponda tahun anggaran 2022–2023 ke tahap penyidikan. Gelar perkara yang dipimpin Wadir Reskrimsus Polda Sulsel, AKBP Dodik Susianto, memutuskan status perkara naik dari penyelidikan ke penyidikan. (Sumber: Kasubsi Humas Bripka A Muh Taufik) 

TRIBUN-TIMUR.COM, LUWU-Unit Idik 3 Tipikor Satreskrim Polres Luwu Timur resmi menaikkan status perkara dugaan korupsi pengelolaan keuangan Kecamatan Wasuponda tahun anggaran 2022–2023 ke tahap penyidikan.

Tahap penyidikan dalam hukum acara pidana Indonesia adalah tahap lanjutan setelah penyelidikan, ketika penyidik sudah menemukan adanya dugaan tindak pidana dan mulai mencari serta mengumpulkan alat bukti.

Tujuannya agar tindak pidana menjadi jelas dan dapat menemukan tersangkanya.

Menurut KUHAP Pasal 1 angka 2: Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

Keputusan itu diambil usai penyidik melakukan ekspose di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sulawesi Selatan, kemudian dilanjutkan gelar perkara di Ditreskrimsus Polda Sulsel, Jumat (29/8/2025). 

Gelar perkara yang dipimpin Wadir Reskrimsus Polda Sulsel, AKBP Dodik Susianto, menetapkan perkara naik dari penyelidikan ke penyidikan.

Kasubsi Humas Polres Luwu Timur, Bripka A Muh Taufik, menjelaskan penyelidikan kasus ini telah berjalan sejak 4 Maret 2024.

Dugaan penyimpangan muncul dalam pengelolaan anggaran operasional kecamatan yang dikelola bendahara pengeluaran.

Baca juga: Jaksa Tetapkan BPO KUR Pegadaian Takalar Tersangka Korupsi Pembayaran Kredit

“Dari hasil pemeriksaan, ada realisasi anggaran sekitar Rp1,4 miliar yang tidak disertai bukti Surat Pertanggungjawaban (SPJ). Kondisi ini berpotensi menimbulkan kerugian keuangan daerah karena bertentangan dengan Permendagri No. 77 Tahun 2020 serta Perda Luwu Timur No. 6 Tahun 2022,” kata Taufik, Kamis (11/9/2025).

Dalam tata kelola keuangan negara maupun daerah, Surat Pertanggungjawaban (SPJ) memiliki peran penting sebagai dokumen resmi untuk mempertanggungjawabkan setiap penggunaan anggaran.

SPJ tidak berdiri sendiri, melainkan berupa kumpulan dokumen administrasi yang menunjukkan bahwa dana yang dicairkan benar-benar digunakan sesuai peruntukan.

Beberapa komponen yang umumnya terdapat dalam SPJ antara lain: surat pertanggungjawaban yang ditandatangani bendahara atau pejabat pengguna anggaran, bukti pengeluaran seperti kwitansi pembayaran, faktur atau nota pembelian, hingga bukti transfer dan setor.

Untuk kegiatan perjalanan dinas, SPJ juga dilengkapi tiket, daftar nominatif, hingga kuitansi bermaterai yang ditandatangani penerima.

Selain itu, terdapat pula dokumen pendukung lain, seperti surat tugas, undangan kegiatan, berita acara, daftar hadir, hingga laporan pelaksanaan.

Dengan kelengkapan tersebut, SPJ menjadi dasar utama dalam proses audit dan berfungsi sebagai bukti sah bahwa setiap rupiah anggaran telah digunakan sesuai aturan.

Atas temuan tersebut, penyidik menjerat perkara dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001.

Pasal 2 ayat (1): Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Pasal 3: Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Perbedaan inti yakni Pasal 2 ayat (1) fokus pada perbuatan melawan hukum (unsur objektif).

Sementara itu, Pasal 3 fokus pada penyalahgunaan kewenangan/jabatan (unsur subjektif).

Selain kasus Wasuponda, Polres Luwu Timur juga masih menangani dugaan korupsi proyek PJU-TS.

Berkas tersangka HH telah dilimpahkan kembali ke jaksa dan menunggu hasil penelitian P-21.

P-21 istilah dalam proses penanganan perkara pidana antara penyidik (polisi/penyidik lain) dan penuntut umum (jaksa).

P-21 adalah kode yang berarti berkas perkara dinyatakan lengkap oleh jaksa penuntut umum. 

Dasarnya ada di KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana), terutama Pasal 138 dan 139.

Polisi kini mendalami kemungkinan keterlibatan pihak lain.

“Polres Luwu Timur berkomitmen mengusut tuntas setiap perkara korupsi yang berpotensi merugikan keuangan negara maupun daerah,” tegas Taufik.

Kasat Reskrim Polres Luwu Timur, Iptu A Fadly Yusuf, menambahkan pihaknya segera menetapkan tersangka.

“Sudah tahap penyidikan, berikutnya kami kumpulkan alat bukti untuk penetapan tersangka,” ujarnya singkat.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved