UMP Sulsel
Gaji Honorer Satpol PP Tak Mencukupi, Nasir Nyambi Buruh Pelabuhan Makassar
Sudah 16 tahun, Muhammad Nasir bertugas sebagai Satpol PP di Pemkab Maros dengan gaji Rp750 ribu per bulan.
Penulis: Muslimin Emba | Editor: Alfian
Ringkasan Berita:
- Muhammad Nasir adalah honorer Provost Satpol PP Pemkab Maros.
- Sebagai buruh yang diupah harian, kenaikan UMP tak ada manfaatnya bagi Nasir.
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Kabar rencana kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP), tentu menjadi angin segar bagi para pekerja atau buruh.
Utamanya bagi mereka yang berstatus karyawan swasta di sebuah perusahaan.
Tapi tidak bagi buruh angkut barang di Pelabuhan Makassar, Jl Nusantara, Kecamatan Wajo, Kota Makassar.
Jangankan merasakan dampak kebijakan kenaikan gaji, mendengarnya saja mereka asing.
"Kami buruh harian, dapat uang dari penumpang," ucap, Muhammad Nasir (38), satu dari puluhan buruh angkut barang di depan gerbang utama Pelabuhan Makassar, Sabtu (15/11/2025) sore.
Muhammad Nasir adalah honorer Provost Satpol PP Pemkab Maros yang nyambi jadi buruh angkut barang.
Sudah 16 tahun, Muhammad Nasir berseragam Praja Wibawa.
Ia diterima menjadi tenaga honorer di Pemkab Maros, pada 2009 lalu.
"Gaji saya di Satpol-PP itu, berjenjang, mulai Rp250 ribu sampai Rp500 ribu. Alhamdulillah sekarang naik Rp750 ribu perbulan," ucapnya.
Baca juga: Serikat Buruh Sulsel Minta Kenaikan UMP 2026 Minimal 10 Persen, Kadisnaker: Bergantung Inflasi
Nominal gaji yang disebut Nasir tentu jauh dari UMP Sulsel saat ini, Rp3,6 juta.
Untuk mendekatkannya agar sedikit setara dengan standar upah yang ditetapkan pemerintah, Nasir pun harus bekerja ekstra.
Tiga tahun mengabdi sebagai Satpol PP, tepatnya pada 2012 Nasir, mulai nyambi jadi buruh angkat barang atau buruh bagasi di Pelabuhan Makassar.
Pekerjaan menguras tenaga lebih itu, ia lakoni demi mencukupi kebutuhan keluarga.
Nasir harus asing dengan kebiasaan libur akhir pekan bersama keluarga.
Ia rela meninggalkan waktu berkumpul dengan keluarga di waktu senggang, demi menunaikan tugas dan tanggung jawab sebagai kepala keluarga.
Berkendara motor sejauh 36 kilometer dari rumahnya di Jl Poros Bantimurung, Maros ke Pelabuhan Makassar, bukan lagi hal baru.
Sembilan tahun terakhir ia lakoni kebiasaan itu.
Bukan karena tak sayang keluarga, tapi lebih kepada memastikan dapur tetap 'berasap'.
"Kalau dibilang cukup (gaji Satpol-PP) itu jauh dari cukup. Tapi Alhamdulillah dicukup-cukupkan saja," ucap ayah dua anak ini.
Nyambi jadi buruh angkut barang, bukanlah perkara mudah.
Butuh kekuatan fisik, mental serta sapu tangan yang tak lepas dari pundak untuk mengusap keringat bercucuran.
Sambil menunggu penumpang yang ingin dibantu mengangkat barang, Nasir menceritakan suka duka kehidupannya.
Jika ada mobil melintasi gerbang masuk Pelabuhan Makassar, matanya sesekali melirik.
"Kalau ada mobil penumpang masuk, kita biasa lomba-lomba masuk tawarkan (jasa) mau diangkat barangnya atau tidak," ujar Nasir.
"Kalau misalkan tidak mauji, yah... Kita kembali keluar sini menunggu," lanjutnya menceritakan skema kerja buruh angkut barang.
Baca juga: Prof Hamid Paddu Ingatkan Ancaman PHK Massal Jika Kenaikan UMP Tidak Seimbang
Jika berminat menggunakan jasa, Nasir akan mengangkat barang penumpang hingga ke tempat tidur dalam kapal seusai tertera di tiket.
Begitu juga saat ada kapal yang sandar di Pelabuhan yang beroperasi sejak Abad 16 ini.
Nasir mengaku, harus berdesakan menaiki tangga kapal demi menawarkan jasa angkut ke penumpang yang hendak turun.
Tak jarang kata dia, ada buruh terpleset jatuh dari anak tangga akibat desak-desakan sesama buruh.
"Alhamdulillah, kalau sampai ada yang jatuh ke laut itu belum ada. Tapi kalau teman sampai luka kepalanya karena tersangkut di pintu masuk itu sudah pernah terjadi," kata Nasir.
Upah jasa angkut yang ditawarkan Nasir dan buruh lainnya tak menentu.
Semua tergantung dari kesepakatan tawar menawar dengan penumpang.
"Kalau koper kecil itu, kadang Rp20-30 ribu. Kalau beras misalnya di atas 50 kilogram, saya dapat Rp50 ribu juga. Tergantung kesepakatan," ungkapnya.
Upah antara Rp20-50 ribu sekali angkat itu, tidak bersih diterima Nasir dan buruh angkut lainnya.
Mereka harus mengeluarkan 20 persen, sekali angkut ke mandor perusahaan outsourcing tempat ia dinaungi.
"Kalau misalkan Rp100 ribu, berarti keluar 20 persen itu, Rp20 ribu untuk mandor," ujarnya.
Ada dua perusahaan outsourcing yang mengakomodir buruh angkut barang di Pelabuhan Makassar.
Ada yang berseragam hijau seperti yang dikenakan Nasir. Ada juga berwarna cokelat.
Jumlah buruh angkut dari dua perusahaan penyedia jasa itu, diperkirakan sekitar 600 orang.
Tak setiap hadir menunggu penumpang, Nasir pulang ke rumah dengan tersenyum.
Tak jarang, ia pulang dengan wajah lusuh karena tak dapat penumpang ingin menggunakan jasanya.
"Biasa juga pulang ke rumah hanya dapat untuk pembeli bensin. Kadang juga tidak bawa apa-apa," tuturnya.
Malam ini, Nasir serta buruh seragam hijau lainnya, mengadu nasib pada dua kapal penumpang yang akan berangkat di Pelabuhan Soekarno-Hatta Makassar.
Yaitu KM Tulong Kabila yang dijadwalkan berangkat pukul 18.30 Wita dan KM Nggapulu Pukul 21.30 Wita.(*)
| Prof Hamid Paddu Ingatkan Ancaman PHK Massal Jika Kenaikan UMP Tidak Seimbang |
|
|---|
| Disnaker Sulsel: Pembahasan UMP 2026 Tunggu Aturan Kemnaker |
|
|---|
| Pengusaha dan Buruh di Sulsel Belum Deal soal Struktur Skala Upah |
|
|---|
| Buruh Desak Pj Gubernur Evaluasi SK UMP 1,45 Persen Sampai Desember, KSPSI Siapkan Gugatan |
|
|---|
| Tolak UMP Sulsel 2024, Serikat Pekerja dan Buruh Tuding Pj Gubernur Tunduk Kepentingan Oligarki |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/makassar/foto/bank/originals/20251115-Buruh-pelabuhan.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.