Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Guru Lutra Batal Dipecat

Eks Kadisdik Sulsel: Kasus Dua Guru Lutra Harus Jadi Evaluasi Sistem Pendidikan

Dr Muh Basri Gaffar, menilai rehabilitasi dua guru SMA Negeri 1 Luwu Utara oleh Presiden Prabowo Subianto merupakan langkah yang tepat.

Penulis: Erlan Saputra | Editor: Muh Hasim Arfah
Dok tribun timur
GURU DIPECAT - Momen Presiden Prabowo Subianto bertemu guru SMA Negeri 1 Lutra yang sebelumnya dipecat dengan tidak hormat setelah dinyatakan bersalah oleh Mahkamah Agung. Prabowo Subianto resmi memberikan rehabilitasi di Ruang Tunggu VVIP Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (13/11/2025) dini hari, sesaat setelah tiba dari kunjungan kenegaraan ke Sydney, Australia. 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR – Mantan Kepala Dinas Pendidikan Sulsel, Dr Muh Basri Gaffar, menilai rehabilitasi dua guru SMA Negeri 1 Luwu Utara oleh Presiden Prabowo Subianto merupakan langkah yang tepat.

Ia menyebut keputusan ini menjadi pelajaran besar bagi seluruh pemangku kebijakan pendidikan di daerah.

Demikian disampaikan dalam podcast Tribun Timur, Jl Cendrawasih No 430, Makassar, Kamis (13/11/2025) kemarin.

Basri mengucapkan selamat kepada dua guru tersebut, Abdul Muis dan Rasnal, yang mendapatkan kembali nama baik dan haknya sebagai pendidik. 

Ia menyebutkan keputusan Prabowo sebagai bentuk kehadiran negara dalam melindungi dan membina guru.

“Seperti sebelumnya ini satu pertanda, pemerintah tidak lepas tangan daripada pembinaan-pembinaan dan juga masalah-masalah guru kita,” ujarnya.

Wakil Ketua PGRI Sulsel itu mengatakan solidaritas guru menjadi kekuatan besar dalam mengawal kasus ini hingga ke level nasional. 

Baca juga: Faisal Tanjung Aktivis LSM Pelapor 2 Guru SMA di Lutra Kunci Profil Facebook usai Banjir Hujatan

Gerakan para guru dari Luwu Utara yang kemudian menjalar ke kabupaten/kota lain di Sulsel menunjukkan kuatnya rasa kebersamaan.

“Ini pertanda bahwa solidaritas kita memang cukup kuat melihat kasus ini,” katanya.

Ia menjelaskan, pengelolaan pendidikan tidak dapat hanya mengandalkan pendekatan struktural. 

Dalam praktiknya, kebijakan pendidikan harus berjalan beriringan dengan pendekatan kultural serta pemahaman kondisi sosial di lingkungan sekolah.

"Jadi pengambilan kebijakan itu baik di tingkat provinsi, kabupaten, kota itu selalu memang dilakukan dua pendekatan. Saya waktu jadi Kadis Pendidikan itu selalu melakukan pendekatan struktural dan juga pendekatan kultural,” tuturnya.

Basri juga mengapresiasi langkah Gubernur Sulsel Andi Sudirman yang memerintahkan jajarannya untuk menyurati BKN terkait rehabilitasi dua guru tersebut. 

Menurutnya, tindakan itu menunjukkan kepedulian dan pendekatan kemanusiaan dalam menyelesaikan persoalan.

“Ini satu langkah positif yang dilakukan oleh Pak Gubernur Sulsel, bahwa beliau memperlihatkan kepedulian dengan pendekatan kemanusiaan, itu cukup bagus,” kata Basri.

Namun ia menegaskan bahwa kasus ini harus menjadi evaluasi serius bagi sistem pendidikan.

Mulai dari sekolah, cabang dinas, hingga dinas pendidikan provinsi. 

Kendati demikian, Basri mengomentari soal proses input sistem dari sekolah ke Cabang Dinas Pendidikan atau UPT yang membawahi Luwu Utara dan Luwu Timur.

“Inilah pelajaran buat kita kedepan bahwa input sistem yang ada dari sekolah itu ke cabang dinas kemudian masuk ke dinas pendidikan provinsi itu harus betul-betul bagus sesuai dengan aturan-aturan yang ada,” tekannya.

Basri juga memaparkan berbagai persoalan yang kerap dihadapi sekolah, terutama terkait pendanaan. Ia menyebut Dana BOS hanya mampu menutupi sekitar 60 persen kebutuhan sekolah.

Sehingga kebijakan pendidikan gratis pada masa Gubernur Syahrul Yasin Limpo saat itu sangat membantu, khususnya untuk membiayai guru honorer.

Menurutnya, kekurangan guru hingga guru mengajar beberapa mata pelajaran sekaligus menjadi masalah umum, terutama di daerah pesisir dan terpencil. 

Ditambah lagi banyak guru yang ingin pindah ke kota setelah beberapa tahun bertugas di luar daerah.

“Ini juga menjadi masalah. Nah, inilah kemudian terkait kasus yang ada di Luwu Utara ini memang perlu kita sikapi secara bijak,” katanya.

Basri menilai persoalan ini mestinya dapat dikomunikasikan dengan baik oleh kepala sekolah, terutama terkait kondisi guru yang mengajar tanpa gaji dan memiliki tanggung jawab terhadap keluarga. 

Ia menegaskan pendekatan kemanusiaan harus selalu menjadi pertimbangan.

Ia juga mengingatkan aturan pemerintah memberi ruang bagi masyarakat untuk menyumbang kebutuhan sekolah dan hal tersebut bukanlah pungutan liar, selama mengikuti aturan.

Basri juga menanggapi sebelumnya keluarnya surat Pemberhentian Tidak Hormat (PTHD).

Basri mengatakan hal itu menunjukkan lemahnya pengelolaan informasi dan pendekatan yang tidak manusiawi dalam menangani persoalan guru.

“Inilah yang saya maksud tadi. Jadi input sistem kita itu harus betul-betul dikelola secara bijak karena mengelola guru di pendidikan ini beda dengan dinas lain, ini adalah orang,” tegasnya.

Ia menekankan dalam konteks masyarakat Sulsel, nilai Sipakatau, Sipakalebbi, dan Sipakainge’ harus menjadi dasar penyelesaian masalah pendidikan.

Menurut Basri, kasus dua guru Lutra harus menjadi momentum pembenahan tata kelola pendidikan secara menyeluruh, dari struktur birokrasi hingga pendekatan kultural agar kejadian serupa tidak kembali terulang.

Rehabilitasi Presiden Prabowo

Presiden Republik Indonesia (RI) Prabowo Subianto resmi memberikan rehabilitasi hukum kepada dua guru SMA Negeri 1 Luwu Utara, Sulsel yakni Rasnal dan Abdul Muis.

Keduanya sebelumnya dinyatakan bersalah di tingkat kasasi Mahkamah Agung (MA).

Kasus itu bermula karena mereka membantu guru honorer lewat sumbangan sukarela dari orang tua siswa.

Keduanya diberhentikan dengan hormat setelah menjalani proses hukum panjang yang dinilai sarat ketidakadilan. 

Namun kini, harkat dan martabat mereka dipulihkan langsung oleh Presiden Prabowo.

Penandatanganan surat rehabilitasi dilakukan langsung Presiden Prabowo di Ruang Tunggu VVIP Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (13/11/2025) dini hari, sesaat setelah Kepala Negara tiba dari kunjungan kenegaraan ke Sydney, Australia.

Momen itu berlangsung sesaat setelah Kepala Negara tiba dari kunjungan kenegaraan ke Sydney, Australia.

Dalam pertemuan tersebut, lima perwakilan guru diterima langsung oleh Presiden. Dua di antaranya adalah Rasnal dan Abdul Muis

Mereka didampingi Ketua Komisi E DPRD Sulsel Andi Tenri Indah dan Anggota Komisi B DPRD Sulsel Marjono.

Andi Tenri dan Marjono sama-sama kader Partai Gerindra.

Turut hadir dalam momen itu Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad.

Kemudian Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi dan Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya.

Andi Tenri Indah, membenarkan Presiden Prabowo telah menandatangani surat rehabilitasi hukum bagi dua guru tersebut.

“Alhamdulillah, penandatanganan rehabilitasi dilakukan langsung oleh Bapak Presiden RI," kata Andi Tenri, Kamis (13/11/2025).

"Kedua saudara kita telah dibebaskan atas keputusan Bapak Prabowo Subianto dengan pemberian rehabilitasi," tambahnya. 

Dengan demikian, lanjut Indah, harkat dan martabat mereka dikembalikan, dipulihkan sebagai tenaga pendidik.

Menurutnya, keputusan tersebut menjadi akhir bahagia bagi perjuangan panjang dua guru yang sempat dinyatakan bersalah karena mengelola dana komite sekolah.

Padahal, pungutan tersebut sejatinya lazim dilakukan dan bersifat sukarela di lingkungan pendidikan.

Andi Tenri bersama Marjono menjadi pihak yang aktif memperjuangkan keadilan dua guru tersebut sejak awal. 

Keduanya mengawal langsung kasus ini hingga ke Jakarta, bahkan menemani Rasnal dan Abdul Muis bertemu Presiden.

Marjono sebelumnya juga vokal dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) DPRD Sulsel.

Ia menilai dua guru tersebut menjadi korban kriminalisasi dan menyerukan agar Inspektorat Luwu Utara diberi sanksi karena memeriksa di luar kewenangan.

Marjono bahkan tampil membela dua tenaga pendidik itu. 

Ia menilai dua guru tersebut menjadi korban kriminalisasi karena pungutan dana kepada orang siswa demi bantu 10 guru honorer. 

Dua guru yang dimaksud adalah Rasnal, guru UPT SMAN 3 Luwu Utara.

Kemudian Bendahara Komite sekaligus guru honorer UPT SMAN 1 Lutra, Abdul Muis.

Keduanya diberhentikan setelah divonis bersalah hingga tingkat Mahkamah Agung (MA). 

Padahal, pungutan komite merupakan hal yang lazim dilakukan di sekolah.

Pembelaan itu disampaikan Marjono dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) DPRD Sulsel di Kantor Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi Sulsel, Rabu (12/11/2025) siang. 

Inspektorat Bertindak di Luar Kewenangan

Politisi Partai Gerindra itu melontarkan kritik keras. 

Ia menilai Inspektorat Lutra telah bertindak di luar kewenangan.

Ia menilai lembaga tersebut melampaui batas kewenangan karena ikut memeriksa. 

Padahal, SMA sederajat merupakan ranah pengawasan Inspektorat Sulsel, bukan kabupaten.

“Diperparah oleh Inspektorat kabupaten (Lutra) yang tidak punya kewenangan untuk memeriksa sekolah, itu juga sudah dilakukan, bisa bayangkan itu. Saya minta supaya ini (Inspektorat Lutra) diberi sanksi hukum," kata Marjono. 

Ia bahkan meminta agar Inspektorat Sulsel membatalkan seluruh hasil pemeriksaan Inspektorat Lutra.

Jika perlu, lanjutnya, membawa oknum pemeriksanya ke ranah hukum.

Marjono lantas menyentil Inspektorat Sulsel.

Ia meminta agar menganulir putus Inspektorat Lutra. 

Tujuannya agar membersihkan nama guru yang telah diberhentikan.

Terlebih kebijakan sekolah dinilai tidak merugikan keuangan negara. 

"Jadi langkah pertama, Inspektorat Sulsel menganulir hasil pemeriksaan inspektorat kabupaten, kalau perlu dilaporkan itu kejahatan-kejahatannya itu," ungkapnya. 

"Karena (Inspektorat Lutra) menggunakan kekuasaannya untuk melakukan tindakan hukum yang bukan kewenangannya," tambahnya. 

Tak berhenti di sana, Marjono juga mengecam sikap Dinas Pendidikan (Dikdis) Sulsel yang menurutnya tidak menjalankan tanggung jawab melindungi tenaga pendidik. 

Ia menilai dua guru tersebut berjuang sendirian hingga kasusnya naik ke Mahkamah Agung (MA), tanpa adanya pendampingan.

“Mestinya kalau anggotanya berurusan dengan hukum, mestinya dipanggil dan didengarkan dengan baik, apa permasalahannya. Dan bagaimana membantunya dengan selamat, minimal difasilitasi," ucapnya. 

Terlebih, guru yang dilaporkan sama sekali tidak didampingi pengacara. 

"Bisa dibayangkan ini prosesnya di Mahkamah Agung (MA), tidak ada yang bantu," kata Marjono. 

Marjono mengaku bahwa guru tersebut merupakan korban kriminalisasi.

Marjono juga menyinggung kondisi tidak manusiawi yang dialami guru honorer tersebut. 

Meski mengajar selama setahun penuh, ia tidak mendapatkan gaji.

“Bayangkan, beliau ini mengajar satu tahun tapi tidak terima gaji. Kasihan beliau ini selama menjadi tenaga pendidik, habis pikiran, habis tenaga," tegasnya. 

Baginya, kasus ini adalah preseden buruk yang harus segera dihentikan. 

DPRD Sulsel, kata dia, harus turun tangan dengan langkah konkret.

Ia juga menyoroti kejanggalan dakwaan.

Di mana, dalam dakwaan, guru tersebut dianggap merugikan keuangan negara, pungutan liar (pungli), dan melakukan intimidasi. 

"Sampai di MA diputus karena gratifikasi. Tolonglah ini kita sesama anggota DPRD Sulsel dibantu ini, tidak ada kata terlambat untuk membantu sesama kita," katanya.(*)

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved