Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Guru Lutra Batal Dipecat

Faisal Tanjung Aktivis LSM Pelapor 2 Guru SMA di Lutra Kunci Profil Facebook usai Banjir Hujatan

Kabar terbaru Faisal Tanjung aktivias LSM pelapor dua guru SMA di Lutra. Faisal mengunci profil Facebook-nya usai ramai hujatan netizen.

Editor: Sakinah Sudin
dkpp.go.id/ Facebook Faisal Tanjung
LSM PELAPOR GURU - Kolase: Potret Faisal Tanjung saat menghadiri sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran KEPP KPU Lutra di Bawaslu Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel), Kota Makassar, Senin (14/12/2020) (kiri) dan tangkap layar akun Facebook Faisal Tanjung. Faisal mengunci profil Facebook-nya usai banjir hujatan netizen. (Kolase Tribun-Timur.com) 

TRIBUN-TIMUR.COM - Kabar terbaru Faisal Tanjung aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) pelapor dua guru SMA di Luwu Utara (Lutra).

Akibat laporan Faisal Tanjung tahun 2019, dua guru SMA di Lutra yakni Rasnal dan Abdul Muis, dipecat.

Pengadilan Negeri Masamba memutus keduanya bersalah dan menjatuhkan hukuman pidana penjara (durasi bervariasi sekitar 1 tahun lebih, 2021 lalu. 

Rasnal pengajar di UPT SMAN 3 Luwu Utara, sementara Abdul Muis guru honorer sekaligus Bendahara Komite UPT SMAN 1 Lutra.

Beruntung, 12 November 2025, Presiden Prabowo Subianto melalui Sekretariat Negara menerbitkan surat rehabilitasi resmi terhadap Rasnal dan Abdul Muis.

Meski Rasnal dan Abdul Muis batal dipecat, sosok Faisal Tanjung tetap jadi bulan-bulanan netizen.

Pantauan Tribun-Timur.com, Kamis (13/11/2025), akun Facebook Faisal Tanjung diserbu netizen.

Dalam postingan terakhirnya 9 November 2025, Faisal Tanjung mengklarifikasi terkait isu pungutan uang komite di sekolah negeri, yang dilaporkannya.

Berikut isi postingan Faisal Tanjung dikutip Tribun-Timur.com:

"Menelisik Praktik Pungutan Uang Komite di Sekolah.
Isu mengenai pungutan uang komite di sekolah negeri, di salah satu sekolah di luwu utara terus menjadi perbincangan di kalangan masyarakat. Dalam banyak kasus, pungutan ini kerap dibungkus dengan istilah “kesepakatan bersama”, padahal di lapangan seringkali muncul pertanyaan mendasar terkait transparansi, keadilan, dan legalitasnya. Kasus serupa terjadi di beberapa sekolah, di mana praktik pengumpulan dana berlangsung bertahun-tahun tanpa evaluasi yang jelas.

1. selama empat tahun berturut-turut, para orang tua murid diwajibkan membayar iuran komite sebesar Rp30.000-Rp20.000 per bulan. Jika dihitung secara keseluruhan, jumlahnya tentu mencapai angka yang cukup besar. Namun hingga kini, tidak pernah ada evaluasi terbuka dari pihak guru maupun komite sekolah mengenai besaran dana yang telah terkumpul dan bagaimana dana tersebut digunakan. Hal ini menimbulkan tanda tanya besar tentang tanggung jawab dan transparansi pengelolaannya.

2. dalam rentang waktu tahun 2018 hingga 2021 pada saat itu, pandemi COVID-19 menyebabkan kegiatan belajar mengajar tatap muka di sekolah dihentikan. Dalam situasi di mana aktivitas sekolah berkurang drastis, pertanyaan logis muncul: mengapa iuran komite tetap diberlakukan, padahal sebagian besar kegiatan operasional tidak berjalan seperti biasa? Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan pungutan tidak disesuaikan dengan kondisi nyata di lapangan.

3. pemerintah sebenarnya telah memberikan solusi melalui kebijakan penggunaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Selama masa pandemi, hingga 50 persen dari dana BOS diperbolehkan digunakan untuk membayar honor guru non-PNS yang terdaftar dalam sistem Dapodik. Seharusnya itu yang di bagi 2 Dengan guru honorer yang tidak terdaftar di dapodik tanpa harus melakukan pungutan tambahan kepada orang tua siswa.

4. hingga saat ini, belum pernah ada laporan resmi yang menjelaskan secara rinci bagaimana dana komite dikelola. Tidak ada publikasi terbuka mengenai jumlah dana yang terkumpul, kegiatan yang dibiayai, kalaupun untuk keperluar honorer itu berapa yang di berikan

5. jika memang dana komite untuk di berika kepada guru honorer, seharusnya pembiayaan tersebut potongan dari gaji guru ASN atau dana BOS bagi guru honorer yang terdaftar resmi di Dapodik. Pemungutan dari orang tua siswa tanpa dasar hukum yang jelas justru dapat dikategorikan sebagai pungutan tidak sah dan memberatkan masyarakat.

Sumber: Tribun Timur
Halaman 1/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved