TRIBUN-TAKALAR.COM - Hakim Arief Hidayat menunjukkan bukti foto Komjen Pol Fadil Imran bersama camat dan kepala desa Takalar.
"Ini fotonya, ya, yang menjadi bukti," kata Hakim Arief Hidayat sambil memegang dan menunjukkan foto tersebut.
"Ini bukti P27, ya. Tapi beliau nggak pakai seragam polisi," tambahnya.
Bukti foto tersebut diajukan pihak Syamsari Kitta - Natsir Ibrahim untuk mendukung dalil gugatan mereka.
Diketahui, Komjen Pol Fadil menjabat Kabaharkam Polri adalah saudara kandung calon bupati Daeng Manye.
Sebelumnya diberitakan, Syamsari Kitta - Natsir Ibrahim meminta Mahkamah Konstitusi mendiskualifikasi Daeng Manye - Hengky Yasin dan membatalkan keputusan KPU terkait hasil Pilkada Takalar 2024.
"Satu, mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya; dua, membatalkan keputusan KPU Takalar Nomor 728 tentang penetapan hasil pemilihan bupati dan wakil bupati Takalar tahun 2024," kata Kuasa Hukum, Ahmad Hafiz, membacakan petitum permohonan.
"Mendiskualifikasi calon bupati dan wakil bupati Takalar nomor urut 1 atas nama Mohammad Firdaus Daeng Manye - Hengky Yasin. Menetapkan calon bupati nomor urut 2, Syamsari Kitta - Natsir Ibrahim, sebagai bupati dan wakil bupati terpilih," sambung Ahmad Hafiz.
Permohonan pasangan Syamsari Kitta dan Natsir Ibrahim didasarkan pada dua hal, yaitu pelanggaran administrasi pencalonan dan pelanggaran Terstruktur, Sistematis, dan Massif (TSM).
Ahmad Hafiz memaparkan, calon bupati Daeng Manye tidak konsisten menggunakan nama dalam pencatatan administrasi.
Seperti dalam KTP, NPWP, DPT, dan rekomendasi B1 KWK Partai.
Baca juga: Candaan Hakim Arief Hidayat di Sidang MK Soal Foto Fadil Imran dengan Camat dan Kades di Takalar
Padahal, kata Ahmad Hafiz, Pengadilan Negeri Takalar pada bulan Agustus tahun 2024 telah mengizinkan Daeng Manye mengubah nama dari "Mohammad" ke "Muhammad."
"Jadi ini ya, konsistensi namanya," kata Hakim Arief Hidayat.
Sementara untuk pelanggaran TSM, Ahmad Hafiz menyebut ada keterlibatan dinas, camat, dan kepala desa dalam pemenangan Daeng Manye - Hengky Yasin.
Di antaranya adanya ASN guru yang melarang aktivitas kampanye nomor urut 2, ASN yang ikut lomba domino bernuansa kampanye paslon nomor urut 1, dan grup percakapan WhatsApp dinas untuk ikut kampanye paslon nomor urut 1.