Dua Penghimpun Dana Ilegal di Sulsel Dalam Pantauan OJK, yang di Toraja Sudah Ditutup

Penulis: Fahrizal Syam
Editor: Imam Wahyudi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kepala OJK Sulamapua, Zulmi.

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kantor Regional 6 Sulawesi, Maluku, Papua (Sulampua) menutup penghimpun dana ilegal yang berasal dari Kabupaten Tana Toraja.

OJK menutup perusahaan pengihimpun dana tersebut sebab belum memiliki izin resmi.

Kepala OJK Sulamapua, Zulmi mengatakan ada beberapa entitas investasi ilegal yang ditutup OJK beberapa waktu lalu, salah satunya dari Tana Toraja yakni PT Cheetah Bintang Lima.

Ternyata Sosok Ini yang Buat Nikita Mirzani Mau Jadi Artis, Tapi Kini Sahabat Billy itu Menyesal

Perusahaan ini bahkan tak hanya beroperasi di Tana Toraja tetapi juga pernah beroperasi di Makassar.

"Sebenarnya penghimpun dana tersebut sudah pernah mengajukan izin ke OJK, tapi tidak memenuhi syarat penghimpun dana dari OJK, jadi kita laporkan ke pusat untuk ditutup," kata Zulmi, Jumat (15/11/2019).

Zulmi mengungkapkan, penghimpun dana ilegal tersebut ditangani oleh satgas waspada investasi, namun OJK tetap melakukan komunikasi dan koordinasi.

Astra Motor Makassar Beri Program Khusus Mitra Grab

Adapun modus yang dilakukan yakni menghimpun dana dari masyarakat yang kemudian diinvestasikan.

"Kegiatan mereka itu kebanyakan menghimpun dana masyarakat kemudian mereka investasikan. Jadi seolah-olah seperti berinvestasi," jelas Zulmi.

Terkait kerugian yang dialami masyarakat setempat, Zulmi mengatakan belum bisa mengungkap secara detail, sebab sejauh ini laporan yang masuk masih merupakan laporan masyarakat secara personal, bukan berupa laporan kolektif.

Hasil Free Practice 1 MotoGP Spanyol 2019 di Sirkuit Ricardo Tormo, Quartararo Pimpin Latihan Bebas

Selain Cheetah Bintang Lima, OJK juga tengah melalukan pengawasan terhadap penghimpun dana lainnya di Makassar yakni Axel.

Meski belum ada laporan masyarakat, namun Axel diketahui belum memiliki izin resmi beroperasi sebagai penghimpun dana masyarakat.

“Ini tentu akan kami laporkan ke satgas waspada investasi,” bebernya.

Video Panas Mahasiswi Kendari Viral di WhatsApp (WA), Durasi 2 Menit 46 Detik

Zulmi mengimbau kepada masyarakat untuk tetap meningkatkan kewaspadaannya ketika ingin melakukan transaksi keuangan dengan iming-iming investasi.

Ia menyebut ada ciri-ciri penghimpun dana ilegal yakni tidak memiliki izin resmi, tidak ada identitas dan alamat kantor yang jelas, pemberian pinjaman sangat mudah, hingga informasi bunga dan denda tidak jelas.

Ini 5 Fakta Menarik dari Pertandingan Inggris vs Montenegro di Kualifikasi Euro 2020

Waspada Investasi Bodong Berkedok Koperasi Simpan Pinjam, Yuk Kenali Ciri-cirinya

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemkop dan UKM) menyatakan sepanjang tahun 2019 ini ditemukan sebanyak 153 badan usaha berbasis koperasi yang melakukan investasi bodong. Seluruhnya mengatasnamakan koperasi simpan pinjam (KSP).

Deputi Bidang Kelembagaan Kemenkop dan UKM, Luhur Pradjarto, mengatakan saat ini pihaknya sedang melakukan penindakan untuk dijatuhi sanksi administratif.

Dalam melakukan penindakan pihaknya menggandeng Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kepolisian hingga Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) serta Dinas Koperasi dan UKM.

Koperasi tersebut melakukan aktivitas penjaringan dana dari anggota atau masyarakat namun dana investasinya diselewengkan.

Beberapa oknum yang melakukan hal tersebut memanfaatkan badan hukum koperasi yang sebelumnya telah terdaftar.

Baca: Suku Bunga Acuan BI Turun, BI7DRR Menjadi 5 Persen

Baca: Jangan Sembarangan Pinjam Uang Online, Ini Daftar 13 Fintech Lending yang Sudah Kantongi Izin OJK

Baca: Satgas Kemenkop RI Berkantor di Dinas Koperasi Sulsel, Tujuannya?

Baca: Berikut 5 Manfaat Menabung Emas di Pegadaian

Namun koperasi tersebut dinyatakan telah lama vakum dari aktivitas usahanya sehingga badan hukum koperasi diperjualbelikan.

"Viral akhir-akhir ini bank gelap berkedok koperasi tapi sekarang udah ditangani Bidang Pengawasan. Mereka ini lembaga atau sekelompok orang yang mengatasnamakan koperasi terutama, jadi koperasi simpan pinjam ini sangat rawan kaya KSP Cipendawa, Cipaganti, Langit Biru dan lainnya," kata Luhur dalam keterangan tertulis pada Senin (28/10/2019).

Untuk memastikan tidak semakin banyak korban yang berjatuhan investasinya diselewengkan, pihaknya mengandalkan Petugas Penyuluh Koperasi Lapangan (PPKL) untuk melakukan pengawasan.

Saat ini terdapat 1.235 orang PPKL yang tersebar di berbagai wilayah untuk melakukan tugas pengawasan terhadap koperasi-koperasi aktif dan nonaktif.

Luhur menambahkan salah satu ciri utama investasi bodong berkedok koperasi dapat dilihat dari track record koperasi tersebut apakah melaksanakan Rapat Anggota Tahunan (RAT) atau tidak.

Baca: Berlaku Mulai Tahun Ini, 2 Tahun STNK Mati, Kendaraan Anda Langsung Bodong

Baca: Belanja dengan KK Mandiri di Informa Panakkukang Square, Dapat Hadiah

Baca: Starbucks Beli 2 Gratis 1 Pakai BCA, Bisa Kartu Debit Lho! Ini Syarat Promo, dan Lokasi di Makassar

Baca: Pinjaman Fintech Lending Naik, Juli 2019 Tembus Rp 49 T, Sayangnya Presentase Gagal Bayar Ikut Naik

Jika dalam kurun waktu tiga tahun berturut-turut tidak melaksanakan RAT dipastikan koperasi tersebut tidak sehat.

Ciri lainnya adalah usaha yang dilakukan koperasi tidak sesuai Anggaran Dasarnya. Aktifitas bisnis utamanya sudah menyimpang dari usaha yang seharusnya dijalankan.

Selain itu suku bunga simpanan yang ditawarkan oleh calon nasabahnya biasanya menggiurkan dan jauh dari suku bunga simpanan perbankan.

"Ciri koperasi yang tidak sehat itu tidak RAT lalu tidak melakukan usaha dengan baik. Misalnya ada anggaran dasar ada unit serba usaha tapi nggak jalan. Ini kategori tidak sehat ini klasifikasinya padahal RAT sebagai indikator paling puncak," sambung Luhur.

Untuk memberikan efek jera terhadap oknum yang memanfaatkan nama besar koperasi, Kemenkop dan UKM tengah mengusulkan agar ada Undang - Undang (UU) Perkoperasian yang baru sebagai pengganti UU nomer 25 tahun 1992.

Dalam draf Rancangan Undang - Undang (RUU) yang disusunnya akan memuat tuntutan sanksi pidana terhadap oknum yang menyalahgunakan koperasi untuk investasi bodong.

Baca: BTN Optimis Salurkan Kredit Rp7 Triliun Hingga Akhir Tahun

Baca: Bahas Inflasi Makassar, Iqbal Suhaeb Kumpulkan Pengusaha dan Perwakilan Konsumen

Baca: Bupati Luwu Timur Harap Plt Dirut Bank Sulselbar Tingkatkan Kualitas Layanan

Baca: Progress Memuju Bank Devisa, Bank Sulselbar Rampungkan Persyaratan hingga Triwulan II

Dalam UU yang saat ini berlaku belum diatur mengenai sanksi pidana namun hanya sanksi administratif.

Luhur berharap usulan UU Perkoperasian yang baru dapat segera dibahas oleh DPR sehingga ada kepastian penindakan terhadap oknum yang menyalahgunakan koperasi.

Dia menyayangkan draf UU yang sudah masuk di DPR pada periode 2014-2019 batal diparipurnakan sehingga harus di-carry over pada DPR yang baru saja dilantik.

"Jangan sampai koperasi abal-abal atau yang ingin manfaatkan wadah koperasi itu bisa melenggang bebas. Ini udah kita susun dalam pasal-pasal termasuk sanksi pidananya. Mudah-mudahan dalam UU baru ini bisa segera disahkan. Saat ini bola ada di DPR," pungkasnya.(*)

Artikel ini sudah tayang di kontan.co.id dengan judul "https://keuangan.kontan.co.id/news/kemenkop-ukm-temukan-153-investasi-bodong-berkedok-koperasi-simpan-pinjam".

Berita Terkini