Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Kerentanan Saling Mengunci di Pesisir: Kemiskinan Struktural dan Perubahan Iklim

Di wilayah seperti Kepulauan Spermonde, nelayan skala kecil menghadapi badai yang tak sekadar datang dari laut.

Editor: Sudirman
Ist
OPINI - Prof Dr Andi Adri Arief SPi MSi Guru Besar Sosiologi Perikanan Universitas Hasanuddin 

Agensi Kolektif: Jaringan Sosial sebagai Perisai Terakhir

Dalam situasi di mana negara absen, komunitas menciptakan strategi bertahan kolektif: barter, gotong royong, saling utang tanpa bunga, hingga koperasi kecil berbasis kepercayaan.

Ini adalah bentuk modal sosial (social capital) yang menjadi jangkar dalam laut yang bergelora. Tapi tanpa dukungan struktural, kekuatan ini bisa berubah menjadi beban yang melelahkan secara sosial (social exhaustion).

Kemandirian ini, sebagaimana dijelaskan Arief, A.A (2021), berakar pada jaringan sosial vertikal dan horizontal—relasi patron-klien dengan punggawa/pappalele/bos, dan solidaritas antar tetangga.

Namun struktur ini tidak bebas dari reproduksi ketimpangan. Dalam situasi paceklik, akses terhadap sumber daya justru dikendalikan oleh segelintir aktor modal.

Maka, bentuk infrapolitik yang dijelaskan James Scott (1990) menjadi ambivalen: antara strategi perlawanan dan sekaligus bentuk kooptasi sosial yang menjebak komunitas dalam jebakan adaptasi paksa.

James Scott menyebut ini sebagai bentuk infrapolitik—perlawanan yang tersembunyi, tapi terus berlangsung.

Maka kita harus bertanya: mengapa strategi bertahan itu terus dibebankan kepada masyarakat, sementara struktur dominan tidak bergerak?

Rekomendasi: Dari Ketahanan ke Keadilan Sosial-Ekologis

Pergeseran pendekatan dari sekadar “ketahanan” menuju “keadilan sosial-ekologis” menuntut perubahan cara pandang negara terhadap rumah tangga pesisir.

Adaptasi terhadap perubahan iklim harus dimulai dari rumah tangga, bukan dari komoditas. Rumah tangga nelayan perlu
dipahami sebagai satuan sosial-ekologis yang kompleks, bukan hanya sasaran program teknis yang seragam.

Negara harus hadir secara substansial dalam membangun ekosistem diversifikasi penghasilan—bukan hanya dengan pelatihan sesaat, tetapi dengan jaminan akses terhadap modal, pasar, dan pendampingan jangka panjang.

Dalam proses itu, penguatan peran perempuan menjadi kunci. Kebijakan afirmatif seperti pengembangan koperasi perempuan, asuransi informal, serta pengakuan kerja domestik sebagai kontribusi ekonomi harus diwujudkan sebagai bentuk keadilan gender dalam kebijakan iklim.

Tak kalah penting, forum adaptasi berbasis komunitas perlu dibangun agar pengetahuan lokal masyarakat pesisir dapat berjalan berdampingan dengan hasil-hasil riset ilmiah—membentuk pengetahuan hibrid yang kontekstual dan responsif.

Pendidikan juga harus menjadi alat mobilitas sosial generasi muda pesisir.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Miris

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved