Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Bebas Tarif untuk AS, Beban Baru untuk Kita?

Banyak yang menyambutnya dengan bangga, menyebut ini sebagai “terobosan diplomasi” atau “kemenangan strategis” di tengah ketidakpastian global.

Editor: Sudirman
Ist
Yulia Yunita Yusuf Dosen Akuntansi Universitas Negeri Makassar 

Negara-negara maju, seperti AS, memiliki sejarah panjang dalam membentuk kesepakatan dagang yang menguntungkan kepentingan industrinya.

Ketika sebuah negara berkembang seperti Indonesia diposisikan hanya sebagai pembeli, konsumen, dan pasar, maka kita harus berani bertanya: ini kerja sama atau ketergantungan?

Komitmen pembelian besar-besaran seperti pesawat dan bahan pangan asing juga memunculkan risiko sistemik yang tak bisa diabaikan.

Dalam jangka panjang, ini akan menekan devisa negara, memperbesar defisit transaksi berjalan, dan menghambat tumbuhnya industri substitusi impor dalam negeri.

Lebih ironis lagi, kesepakatan ini terjadi di tengah semangat pemerintah membangun ketahanan pangan dan energi nasional. Maka yang mengemuka adalah paradoks: antara semangat berdikari dan praktik dagang yang justru membuka keran ketergantungan.

Yang menyedihkan adalah diamnya negara terhadap suara-suara dari akar rumput.

Di mana keberpihakan itu saat pelaku usaha lokal harus menghadapi gelombang produk asing tanpa kebijakan protektif?

Di mana keberanian untuk menegosiasikan ulang kesepakatan yang tak berpihak pada kepentingan rakyat banyak? Diplomasi semestinya tidak dibangun dari posisi inferior.

Indonesia punya kekuatan—dari pasar domestik yang besar hingga posisi strategis di rantai pasok global.

Tapi kekuatan itu tak akan berarti bila kita sendiri tidak bersikap tegas dan percaya diri dalam mempertahankan kepentingan nasional.

Saya percaya, kebijakan yang menyangkut hajat hidup banyak orang harus dijalankan dengan transparansi dan keterlibatan publik.

Tidak cukup hanya diumumkan dalam konferensi pers atau unggahan media sosial. Rakyat berhak tahu dan menilai: apakah kebijakan ini memang untuk mereka, atau justru menjauhkan mereka dari kesejahteraan.

Saya bukan anti terhadap kerja sama internasional. Tapi kerja sama yang sehat adalah yang dibangun atas prinsip saling menguatkan, bukan saling menekan.

Jika satu pihak terus mendapat keistimewaan, sementara pihak lain hanya menjadi pasar, maka itu bukan lagi kerja sama—itu penyerahan kedaulatan. Dan kalau hari ini kita diam, besok mungkin sudah terlambat.

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved