Opini
Intoleransi Agama: Tanggung Jawab Negara
Pada 27 Juni 2023, umat kristen yang sedang melaksanakan retret di Cinahu, Sukabumi, dipaksa untuk menghentikan kegiatan mereka secara brutal.
Oleh: Nita Amriani
Mahasiswa Magister Agama dan Lintas Budaya UGM
TRIBUN-TIMUR.COM - Kasus intoleransi di Indonesia kembali mengemuka. Potret ini menunjukkan betapa besar tantangan yang dihadapi dalam menjaga keragaman dan kebebasan beragama di tanah air.
Pada 27 Juni 2023, umat kristen yang sedang melaksanakan retret di Cinahu, Sukabumi, dipaksa untuk menghentikan kegiatan mereka secara brutal.
Namun, insiden kali ini lebih mencemaskan, pembubaran terjadi pada jemaat Gereja Kristen Seta Indonesia (GKSI) Anugerah di Kota Padang, Sumatera Barat.
Menurut data yang diperoleh dari media sosial (Instagram) Kabarsejuk, pembubaran paksa terhadap kegiatan ibadah dan sekolah Minggu mereka tidak hanya melibatakan kerusakan fasilitas, tetapi juga tindak kekerasan yang sangat mengkhawtirkan.
Massa yang tidak toleran memutuskan aliran listrik, merobohkan pagar rumah ibadah, menghancurkan jendela, dan melakukan kekerasan fisik terhadap jemaat, termasuk dua anak berusia 8 tahun dan 11 tahun yang terluka parah akibat lemparan batu dan pemukulan dengan kayu.
Lebih miris lagi, anak-anak yang seharusnya menjadi penerus dalam menciptakan ruang damai dan harmoni, malah menjadi korban kekerasan.
Kedua anak tersbeut mengalami cedera yang serius, dan salah datunya kesulitan untuk berjalan karena cedera pada kaki akibat pukulan kayu, sementara yang lainnya mengalami luka pada bahunya.
Kejadian ini bukan hanya menujukkan betapa rendahnya toleransi terhadap perbedaan, tetapi juga mengarisbawahi kegagalan kita dalam merawat kedamaian dan kebebasan beragama.
Perlanggaran Terhadap Hak Beragama
Keberadaan rumah doa dan tempat ibadah, seperti gereja Kristen seta Indonesia, seharusnya dihormati dan dilindungi oleh negara.
Rumah doa tersebut didirikan untuk memenuhi kebutuhan mereka khususnya dalam mempelajari agama kristen, khususnya anak-anak yang tidak mendapatkan pendidikan agama di sekolah-sekolah negeri.
Hal yang mereka lakukan seharusnya menjadi bagian dari hak mereka untuk mengekspresikan cara mereka beragama dan tidak seharusnya dianggap merugikan kelompok tertentu.
Kegagalan dalam melihat perbedaan agama sebagai hak yang dijamin konstitusi, menjadi simbol kegagalan kolektif kita untuk membangun bangsa yang penuh dengan toleransi.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.