Opini
Mempertanyakan Leadership Gubernur Sulsel
Dalam konteks Sulsel, berbagai fakta yang mencuat belakangan ini justru menimbulkan pertanyaan besar terhadap kualitas leadership gubernur.
Padahal, DPRD bukan lawan politik, melainkan mitra strategis dalam perumusan dan pengawasan pelaksanaan kebijakan daerah.
Ketegangan antara eksekutif dan legislatif akan berdampak langsung terhadap stabilitas pemerintahan, tertundanya pengesahan anggaran, hingga mandeknya program-program pembangunan.
Ini sekaligus mencerminkan bahwa gubernur tidak cukup piawai dalam membangun dialog, konsensus, serta merawat kepercayaan antar lembaga.
Kepemimpinan yang baik ditandai dengan kemampuan menjembatani kepentingan, bukan memperuncing konflik institusional.
4. Terjadinya konflik dan gangguan Keamanan bagi anak daerah di ibu kota provinsi menunjukkan lemahnya pengayoman dan stabilitas sosial di daerah ini.
Konflik sosial antar daerah yang kembali menyeruak, baik berupa sengketa lahan, konflik antarkelompok, maupun kriminalitas yang meningkat, menjadi sinyal bahwa fungsi pemerintahan dalam menjamin keamanan dan ketertiban masyarakat sedang terganggu.
Stabilitas keamanan adalah syarat dasar pembangunan. Jika masyarakat merasa tidak aman, maka apapun agenda pembangunan tidak akan berarti.
Di sinilah dibutuhkan leadership yang sigap, proaktif, dan memiliki sensitivitas terhadap dinamika sosial masyarakat.
Kepemimpinan gubernur tidak boleh hanya duduk dalam kenyamanan kantor, tetapi harus hadir di tengah konflik, mendengar aspirasi rakyat secara langsung, dan mengambil langkah konkret untuk meredam ketegangan.
Ketidakhadiran figur pemimpin dalam situasi genting adalah bentuk kelalaian moral dan administratif.
Keempat masalah besar yang saat ini mencuat di Sulawesi Selatan berupa kemiskinan, pengunduran diri pejabat, buruknya hubungan dengan DPRD, dan konflik sosial merupakan indikator gangguan serius terhadap fungsi-fungsi utama pemerintahan.
Pelayanan publik, perlindungan keamanan, pemberdayaan ekonomi, serta penguatan demokrasi lokal.
Dalam kondisi seperti ini, sangat wajar jika masyarakat mulai mempertanyakan kapasitas dan integritas kepemimpinan gubernur.
Pemimpin daerah tidak boleh larut dalam retorika dan pencitraan semata. Mereka harus hadir dengan solusi, bukan justifikasi.
Kepemimpinan yang gagal membaca krisis sebagai tantangan, dan malah menyalahkan pihak lain, hanya akan memperparah keadaan.
Maka dari itu, penting bagi publik, akademisi, dan media untuk terus mengawasi jalannya pemerintahan di provinsi, demi memastikan bahwa mandat rakyat benar-benar dijalankan dengan baik dan bertanggung jawab.
Jika tidak, maka perubahan kepemimpinan menjadi kebutuhan yang tak terelakkan. Wallahu a’lam bissawab.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.