Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Sidang Uang Palsu UIN

Habis Tampar, Annar Sampetoding Tendang Syahruna

Annar Salahuddin Sampetoding menendang Muhammad Syahruna saat menaiki mobil tahanan Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.

Editor: Muh Hasim Arfah
TRIBUN TIMUR/SAYYID ZULFADLI
ANNAR TENDANG SYAHRUNA-Terdakwa Annar Salahuddin Sampetoding (lingkaran merah) menendang, Muhammad Syahruna saat menaiki mobil tahanan Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan (Sulsel), Rabu (23/7/2025). Annar juga pernah menampar Syahruna saat di rumah tahanan. 

TRIBUN-TIMUR.COM- Terdakwa uang palsu, Annar Sampetoding kembali berbuat ulang. 

Kini ia menendang Syahruna saat menaiki mobil tahanan Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan (Sulsel), Rabu (23/7/2025)

Kejadian ini terjadi usai sidang peninjauan setempat (SP) di Mapolres Gowa, Jl Syamsuddin Tunru, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa.

Tujuh tahanan dihadirkan sidang peninjauan setempat yakni Annar Salahuddin Sampetoding, Andi Ibrahim, Syahruna, Ambo Ala, John Biliater, Sukmawati dan Satariah.

Satu per satu terdakwa pakai borgol dan baju tahanan bergantian naik ke mobil.

Terlihat Annar sedang antre menaiki mobil tahanan pun tetiba menendang Syahruna dua kali.

Baca juga: Detik-detik Terdakwa Uang Palsu Annar Salahuddin Tendang Syahruna Depan Polres Gowa  

Syahruna tak bicara sama sekali. 

Petugas kepolisian dan Kejari Gowa langsung menghampiri Annar. 

Petugas Kejari itu tersenyum sembari memegang pundak Annar.

Annar dan terdakwa lainnya pun naik ke mobil tahanan berwarna hijau itu. 

Sidang peninjauan setempat diawali di Gedung Perpustakaan Kampus II UIN Alauddin Makassar lalu ke Mapolres Gowa.

Terakhir di Kantor Kejari Gowa Jl Andi Malombassang, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa.

Sidang dipimpin hakim ketua hakim ketua Dyan Martha Budhinugraeny, dan dua hakim anggota yakni Yenny Wahyuningtyas dan Syahbuddin

Dihadiri tiga Jaksa Penuntut Umum (JPU), Sitti Nurdaliah, Basri Baco dan Aria Perkasa dan masing-masing penasehat hukum terdakwa 

Kepala Seksi (Kasi) Pidana Umun (Pidum), Kejaksaan Negeri (Kejari) Gowa, Nurdaliah mengatakan peninjauan setempat di UIN Alauddin Makassar mengenai tempat penyimpanan mesin dan uang palsu sudah dicetak

Empat ruangan penting di Gedung Perpustakaan Kampus II UIN Alauddin Makassar yakni gudang, dua toilet, dan gudang di lantai dua serta ruang kerja Andi Ibrahim.

"Di ruang kepala perpustakaan disitu yang didapatkan berbagai macam barang bukti uang dan mesin pemotong," ucapnya

Gudang perpustakaan kata dia, ditinjau karena tempat terdakwa menyimpan kertas dan alat-alat mesin pembuatan uang palsu

"Polres ditinjau dua mesin besar dan kecil dan alat peredam berupa gabus dipakai di toilet tempat penyimpanan," jelasnya

Sedangkan di Kejari Gowa, ditinjau  mesin kecil dan dua mobil yakni Innova mobil dinas Andi Ibrahim dan Xenia.

Dua mobil tersebut dipakai untuk mengangkut uang palsu dan alat peredam  

Dia menyebut, terdakwa dilibatkan PS, yakni Annar Salahuddin Sampetoding,  Ambo Ala, Syahruna, Andi Ibrahim, John Biliater, Sukmawati, dan Sataria.

Annar Salahuddin Sampetoding Tampar Syahruna

Ini bukan pertama kalinya, Terdakwa Annar Salahuddin Sampetoding marah mengetahui Syahruna dan John Biliater ditangkap.

Diungkapkan saat memberikan kesaksian dalam sidang lanjutan perkara sindikat uang palsu di Pengadilan Negeri Sungguminasa, Jl Usman Salengke, Kecamatan Somba Opu,
Gowa, Rabu (25/6).

Annar mengaku tidak bertemu Syahruna dan John saat berada di Polres Gowa.

Pertemuan itu justru terjadi di Rutan Makassar.

“Saya marah. Saya tidak bertemu mereka di kantor polisi, tapi di Rutan,” ujarnya.

Saat bertemu di Rutan, emosi Annar memuncak dan langsung menampar Syahruna.

“Saya ketemu di Rutan, saya tempeleng. Saya marah, dan dia (Syahruna) minta maaf karena membuat uang palsu,” ujarnya dengan nada tinggi.

Selain Annar, 4 terdakwa lain hadiri, yakni Ambo Ala, John Biliater, Muhammad Syahruna, Andi Ibrahim, dan Annar Salahuddin Sampetoding.

Jaksa juga menghadirkan saksi ahli dari Bank Indonesia (BI).

Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim Dyan Martha Budhinugraeny didampingi dua hakim anggota.

Dua jaksa penuntut umum (JPU), Basri Baco dan Aria Perkasa Utama turut hadir dalam persidangan.

Terdakwa Andi Ibrahim hadir didampingi penasihat hukumnya. Agenda sidang, pemeriksaan saksi.

Sidang diawali keterangan saksi dari Annar Salahuddin Sampetoding atas terdakwa Andi Ibrahim, mantan Kepala Perpustakaan UIN Alauddin Makassar.

“Iya, hari ini lima terdakwa dengan agenda pemeriksaan saksi,” kata Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejaksaan Negeri (Kejari) Gowa, Sitti Nurdaliah.

Annar menegaskan tidak ditangkap, melainkan menyerahkan diri ke Polres Gowa setelah mendapat panggilan penyidik.

“Saya datang sendiri, sudah BAP dan tanda tangan. Tapi saya tolak eksepsi karena saat BAP dilakukan malam hari, saya tertidur duduk,” jelasnya.

Kemarahan Annar semakin memuncak karena merasa dikhianati Syahruna. Ia menyayangkan sikap

John Biliater, yang bekerja sebagai pengawas di perusahaannya, namun tidak pernah memberi tahu bahwa Syahruna terlibat dalam pembuatan uang palsu.

“Tidak pernah John sampaikan ke saya kalau Syahruna buat uang palsu,” kata Annar.

Penasehat hukum terdakwa Andi Ibrahim, Alwi Jaya, menyoroti sejumlah ketidaksesuaian dalam kesaksian saksi Annar Salahuddin Sampetoding dibandingkan dengan keterangan kliennya.

Salah satu poin disorot soal kronologi pertemuan antara terdakwa dan saksi Annar.

Annar sebelumnya menyatakan telah terjadi tiga kali pertemuan, yang diawali dengan adanya telepon dari terdakwa.

Namun menurut Andi Ibrahim, justru Annar yang lebih dulu menghubunginya.

“Makanya tadi kami bantah dalam persidangan. Saya katakan itu tidak benar, karena saya tidak tahu nomor teleponnya (Annar),” ujar Alwi Jaya.

Selain itu, Alwi juga menyinggung perbedaan kesaksian antara Annar, Syahruna, dan terdakwa terkait kepemilikan mesin offset.

Dalam persidangan, Annar membantah mesin offset dibeli Syahruna dengan uang ditransfer olehnya.

Ia mengklaim mesin tersebut sebenarnya bukan dibeli, melainkan disita dari seseorang di Kediri karena belum membayar utang sebesar Rp15 juta.

“Masih banyak keterangan tidak sesuai, baik dari pengakuan saksi lain seperti Syahruna. Mereka mengakui mesin itu sebelumnya berada di Jalan Sunu, lalu dibawa ke UIN. Termasuk mesin offset dan lima unit mesin lainnya disampaikan kepada terdakwa akan digunakan untuk mencetak buku,” jelas Alwi.

Namun kenyataannya, lanjutnya, mesin-mesin tersebut tidak pernah dipakai sesuai peruntukannya.

“Karena tidak digunakan, akhirnya direncanakan untuk dijual,” katanya. (*)

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved