Utang Pemprov Sulsel
Rincian Utang DBH Pemprov Sulsel Sebesar Rp796 Miliar, Makassar dan Luwu Timur Terbanyak
Tunggakan ini mencakup periode Januari hingga Desember 2024 dan belum termasuk kewajiban DBH untuk tahun 2025.
Penulis: Erlan Saputra | Editor: Alfian
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan (Pemprov Sulsel) tercatat masih menunggak pembayaran Dana Bagi Hasil (DBH) kepada 24 kabupaten/kota.
Jumlah utang tersebut mencapai angka fantastis, yakni Rp796.121.204.296 hingga akhir 2024.
Utang ini terdiri dari DBH Pajak Kendaraan Bermotor (PKB).
Lalu Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB), dan Pajak Air Permukaan.
Tunggakan ini mencakup periode Januari hingga Desember 2024 dan belum termasuk kewajiban DBH untuk tahun 2025.
Rincian utang DBH tersebut diperoleh Tribun-Timur pada Kamis (10/7/2025) dari salah satu anggota DPRD Sulsel yang meminta namanya tidak dipublikasikan.
Dari total utang Rp796 miliar lebih itu, Kota Makassar menjadi daerah dengan jumlah utang DBH tertinggi, yakni Rp184,6 miliar.
Menyusul kemudian Kabupaten Luwu Timur sebesar Rp107 miliar.
Baca juga: Pemprov Sulsel Didesak Lengkapi Data Utang 2024 Sebelum Paripurna Bersama DPRD
Kabupaten Gowa sebesar Rp50,2 miliar, dan Kabupaten Bone sebesar Rp35,7 miliar.
Ketiganya menjadi daerah dengan klaim terbesar atas DBH yang belum dibayarkan Pemprov Sulsel.
Sementara beberapa daerah dengan nominal utang terendah antara lain Kepulauan Selayar dengan Rp12,1 miliar.
Kabupaten Bantaeng sebesar Rp15 miliar, Enrekang Rp15,8 miliar dan Tana Toraja sebesar Rp16,8 miliar.
Adapun masalah utang DBH juga jadi pembahasan dalam rapat pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2024.
Rapat tersebut digelar di Gedung DPRD Sulsel, Jl Urip Sumoharjo Makassar, Kamis (10/7/2025) siang.
Dalam rapat tersebut, Anggota DPRD Sulsel, Andi Patarai Amir mempertanyakan alasan Pemprov Sulsel belum juga menyelesaikan pembayaran utang DBH kepada daerah.
Padahal, menurutnya, realisasi pendapatan dan belanja sudah sangat tinggi dan Silpa (sisa lebih perhitungan anggaran) menunjukkan surplus besar.
“Realisasi pendapatan kita setelah perubahan APBD 2024 itu sekitar 98 persen atau Rp9 triliun lebih. Sementara belanja kita sekitar 97 persen atau Rp9,8 triliun. Tapi DBH masih tertunggak. Ini logikanya di mana?," tegas Andi Patarai.
Politisi Partai Golkar itu mengungkapkan bahwa tunggakan utang DBH bukan hanya dari tahun 2024, tetapi juga sisa dari tahun 2023.
"Di tahun 2024 yang dianggarkan hanya sembilan bulan, termasuk menutupi utang tiga bulan tahun sebelumnya. Artinya masih ada yang belum dibayarkan," katanya.
Baginya, ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut.
Lebih lanjut, Andi Patarai juga mempertanyakan alasan logis dari Pemprov Sulsel.
Baca juga: Utang PEN Pemprov Sulsel Rp396 Miliar, Target Lunas 2028
Hal ini mengingat proses perubahan anggaran sudah melalui perencanaan oleh Pemprov Sulsel.
“Anggaran perubahan itu kita tetapkan sejak Juli sampai September (2024). Artinya sudah ada hitung-hitungan berapa DBH yang harus dianggarkan ke daerah. Tapi kok masih menumpuk? Kenapa tidak ada upaya mengandalkan pembayaran DBH di perubahan anggaran? Padahal kita lihat sendiri realisasi bagus, surplus luar biasa,” ujarnya.
Tak hanya soal DBH, legislator ia juga menyinggung proyek-proyek fisik tahun 2024 yang belum selesai dan kini menyeberang ke tahun 2025.
“Saya juga masih menunggu jawaban, bagaimana perkembangan proyek-proyek yang tidak selesai tahun 2024? Apakah sudah ada progres signifikan? Itu juga catatan BPK di LHP kemarin,” kata Patarai.
Menanggapi kritik tersebut, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Sulsel Reza Faisal Saleh menjelaskan bahwa persoalan DBH adalah bagian dari strategi pengelolaan ruang fiskal.
Ia menyebut bahwa penundaan pembayaran merupakan pilihan kebijakan yang telah didiskusikan bersama lembaga eksekutif dan legislatif.
“Saya kira ini adalah produk yang kita sepakati bersama," kata Reza.
Ia menjelaskan bahwa DBH biasanya dibayarkan setelah Pemprov Sulsel menerima transfer dari pusat.
Namun, karena tekanan fiskal, beberapa komponen DBH ditunda demi menyeimbangkan beban anggaran.
Menurut Reza, tekanan fiskal yang besar memaksa Pemprov memilih skenario pembayaran secara bertahap agar tidak mengganggu pelaksanaan program-program pembangunan.
Sementara itu, Kepala Balitbangda Sulsel Setiawan Aswad, yang juga anggota TAPD, menyebut bahwa persoalan DBH bukanlah kesalahan sepihak.
Namun melainkan keputusan bersama antara eksekutif dan legislatif.
“Saya kira itu pembicaraan yang sudah terjadi sebelumnya. Saya tidak mau terlalu jauh, karena ini adalah hasil kesepakatan bersama,” ujar Setiawan.
Ia menegaskan bahwa program Pemprov juga menyasar langsung kabupaten/kota.
Sehingga anggaran yang tidak tersalurkan dalam bentuk DBH tetap kembali ke daerah dalam bentuk kegiatan.
“Program kita tidak hanya untuk Pemprov, tapi menyasar langsung ke daerah. Jadi ke depannya ini kita mencoba memperbaiki kelemahan yang terjadi tahun sebelumnya," tegasnya.
Berikut rincian lengkap nilai utang DBH yang belum dibayar Pemprov Sulsel kepada masing-masing daerah:
• Kota Makassar sebesar Rp184.614.747.461
• Kabupaten Luwu Timur sebesar Rp107.002.227.063
• Kabupaten Gowa sebesar Rp50.203.695.728
• Kabupaten Bone sebesar Rp35.789.647.181
• Kabupaten Wajo sebesar Rp29.790.719.100
• Kabupaten Maros sebesar Rp29.021.791.709
• Kabupaten Pinrang sebesar Rp28.798.062.685
• Kabupaten Sidrap sebesar Rp26.843.193.156
• Kabupaten Bulukumba sebesar Rp25.562.883.992
• Kabupaten Luwu sebesar Rp22.947.571.040
• Kota Parepare sebesar Rp22.275.646.825
• Kabupaten Pangkep sebesar Rp22.395.439.499
• Kota Palopo sebesar Rp21.000.851.107
• Kabupaten Takalar sebesar Rp20.815.420.642
• Kabupaten Luwu Utara sebesar Rp20.763.362.649
• Kabupaten Soppeng sebesar Rp19.601.202.259
• Kabupaten Jeneponto sebesar Rp18.809.876.814
• Kabupaten Toraja Utara sebesar Rp17.398.022.626
• Kabupaten Tana Toraja sebesar Rp16.877.267.871
• Kabupaten Sinjai sebesar Rp16.476.696.303
• Kabupaten Barru sebesar Rp16.253.510.768
• Kabupaten Enrekang sebesar Rp15.872.735.629
• Kabupaten Bantaeng sebesar Rp15.016.752.343
• Kabupaten Kepulauan Selayar sebesar Rp12.189.979.846.(*)
Andi Januar: Utang DBH Pemprov Sulsel Ancam Pelayanan Dasar dan Ekonomi Daerah |
![]() |
---|
Pemprov Sulsel Didesak Lengkapi Data Utang 2024 Sebelum Paripurna Bersama DPRD |
![]() |
---|
Utang PEN Pemprov Sulsel Rp396 Miliar, Target Lunas 2028 |
![]() |
---|
Tamsil Linrung Temui Sekprov, Singgung Utang Dana Bagi Hasil |
![]() |
---|
Tamsil Linrung Temui Sekda Sulsel, Tanyakan Utang DBH Pajak dan Dana Transfer Daerah |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.