Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Sakit-sakitan saat Tersangka, Annar Bos Uang Palsu di Makassar Perkasa di Rutan, Tampar Tahanan Lain

Padahal, saat ditetapkan tersangka percetakan dan peredaran uang palsu di UIN Alauddin Makassar, Annar mendadak sakit.

Editor: Ansar
Tribun-timur.com
ANNAR - Terdakwa Annar Salahuddin Sampetoding tak kuasa menahan tangis usai menjalani sidang perkara uang palsu di ruangan Kartika Pengadilan Negeri (PN) Sungguminasa, Jl Usman Salengke, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan (Sulsel), Rabu (28/5/2025) (TribunGowa.com/Sayyid Zulfadli) 

Andi Ibrahim pun menjanjikan uang dengan 1 banding 10. 

“Saya hitung sekarang belum sampai Rp12 juta,” ujarnya. 

Pengamat Hukum Pidana Universitas Muslim Indonesia (UMI), Prof Hambali Thalib, turut menanggapi insiden penamparan itu.

Prof Hambali mengatakan, semua pihak dalam kasus uang palsu sudah berstatus sebagai tersangka atau terdakwa, termasuk Annar maupun Syahruna. 

Dalam proses hukum, kata Prof Hambali, penyidik dan jaksa tentu tidak sembarang menetapkan seseorang sebagai tersangka.

“Kalau proses hukum sudah berjalan, secara teori seseorang ditetapkan sebagai tersangka itu minimal berdasarkan dua alat bukti. Dan jaksa yang melimpahkan perkara itu harus yakin bisa membuktikannya,” katanya saat dihubungi Tribun Timur, Rabu (25/6/2025).

Ia menilai bahwa tindakan kekerasan yang dilakukan di dalam tahanan, termasuk dugaan penamparan oleh Annar, tidak dapat dibenarkan dalam kondisi apa pun. 

Terlebih jika hal itu dipicu karena merasa keterangannya memberatkan posisi hukum salah satu pihak.

“Kalau dia marah, silakan saja. Tapi kalau sampai menampar orang, bisa dilaporkan balik. Itu namanya penganiayaan. Tidak bisa dibenarkan seseorang menampar karena jenuh,” ungkapnya.

Adapun kata Rektor UMI itu,  dalam hukum pidana, penyertaan adalah hal yang lazim. 

Penyertaan itu artinya perbuatan tidak berdiri sendiri. Ada yang menyuruh, ada yang melakukan, ada yang membantu," ujarnya.

"Misalnya dia tidak membuang uang palsu, tapi menyuruh. Atau dia tidak menyuruh, tapi mengedarkan. Itu hal berbeda," tambah dia.

Ia juga menyoroti potensi gangguan psikologis yang mungkin terjadi selama terdakwa berada di rumah tahanan dalam waktu lama.

“Bisa saja karena kejenuhan, gangguan fisik atau tekanan mental. Semua bisa berubah. Tapi itu tidak bisa dijadikan alasan untuk melakukan kekerasan,” kata dia.

Lanjut Pro Hambali, ia menjelaskan bahwa alat bukti dalam hukum pidana meliputi keterangan saksi, keterangan ahli, bukti surat, bukti petunjuk, dan keterangan terdakwa sendiri.

Sumber: Tribun Timur
Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved