Makassar Darurat Kekerasan Seksual
Makassar Darurat Kekerasan Seksual, Perlu Gerakan Kolektif
Kasus kekerasan seksual di Makassar masih tinggi. DPRD, tokoh agama, dan aktivis sebut ini tanggung jawab kolektif, bukan sekadar urusan individu.
Menurutnya, peran orang tua sangat krusial.
DP3A melalui UPTD PPA menyediakan layanan penampungan, psikologi klinis, dan bantuan hukum bagi korban.
Namun, masih banyak kasus sulit terungkap, terutama di lingkungan kampus karena relasi kuasa antara dosen dan mahasiswa.
“Di kampus, korban takut melapor karena pelakunya dosen,” kata Achi.
Moderator talkshow, Sukmawati Ibrahim, menegaskan bahwa penanganan kekerasan adalah tugas kolektif.
“Suara korban tak boleh dikubur di balik angka. Setiap luka yang didiamkan akan membusuk,” katanya.
Ia menambahkan, kekerasan tidak selalu fisik. Bisa berupa kalimat, sentuhan tanpa izin, hingga tekanan dalam relasi.
“Korban bukan hanya yang terluka secara fisik, tapi juga yang jiwanya retak dalam diam. Lawan predator seksual, hadirkan ruang aman,” tegasnya.
Dukungan Publik dan Lembaga
Acara ini dihadiri 100 peserta, terdiri atas mahasiswa dari berbagai kampus dan ibu rumah tangga.
Talkshow menghadirkan sejumlah narasumber, yakni:
Prof Dr Hj Mardiana Etharawaty Fachry (Wakil Ketua Satgas PPKS Unhas)
Lusia Palulungan (Program Manager Inklusi BAKTI)
Samsang Syamsir (Koordinator FIK Ornop Sulsel)
Nunuk Songki (Perwakilan LBH Makassar)
Sponsor utama acara ini antara lain BCA, Gokana, Nipah Park, Pelindo, Astra Honda, dan Artugo.
Acara turut didukung oleh BTPN Syariah, Alfamart, Alfamidi, Browcyl, Pemkot Makassar, Dapur Jinne, Amphuri DPD Sulampua, dan lainnya. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.