Makassar Darurat Kekerasan Seksual
Makassar Darurat Kekerasan Seksual, Perlu Gerakan Kolektif
Kasus kekerasan seksual di Makassar masih tinggi. DPRD, tokoh agama, dan aktivis sebut ini tanggung jawab kolektif, bukan sekadar urusan individu.
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR – Sepanjang 2024, tercatat 510 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kota Makassar.
Jumlah ini menurun dibanding 634 kasus pada 2023.
Namun, penurunan ini bisa menjadi sinyal banyak korban memilih diam.
Data Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Makassar menunjukkan, 381 korban adalah anak-anak. Sementara 129 korban lainnya adalah orang dewasa.
Dari sisi gender, 341 korban merupakan perempuan dan 169 laki-laki.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar juga menangani 55 kasus kekerasan seksual sepanjang 2024.
Sebanyak 18 kasus terjadi dalam hubungan pacaran.
Di tingkat nasional, situasinya juga mengkhawatirkan. Hingga November 2024, tercatat 24.256 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Dari jumlah itu, 21.014 korbannya perempuan, dengan 65 persen kekerasan terjadi dalam rumah tangga.
Kekerasan seksual mencapai 45 persen dari total kasus.
Isu ini mendapat perhatian dari berbagai pihak, termasuk Sekretaris Komisi B DPRD Kota Makassar, Andi Tenri Uji Idris.
“Saya percaya kekerasan seksual bukan hanya masalah individu, tapi masalah bersama. Kita semua punya tanggung jawab menghentikannya. Diam adalah bentuk pembiaran,” katanya, Rabu (21/5/2025) via WhatsApp.
Ia mengajak semua pihak bersuara dan bergerak agar ruang aman tercipta sejak dini.

“Mari masifkan suara kita di media sosial dan kehidupan nyata. Lawan kekerasan seksual, mulai dari lingkungan terdekat,” ujarnya.
Hal serupa disampaikan Ketua DPD Amphuri Sulampua, HM Azhar Gazali.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.