Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Ironi PSU Palopo, Warga Lebih Pilih Uang daripada Masa Depan?

Hasilnya menunjukkan bahwa masih ada 56,4 persen pemilih di Kota Palopo yang percaya bahwa uang adalah penentu kemenangan calon.

Editor: Sudirman
Ist
OPINI - Saparuddin Santa Direktur Eksekutif Visi Indonesia Consulting 

Banyak sekali calon kepala daerah yang memiliki kemampuan dan pengalaman, serta rekam jejak kepemimpinan yang baik, mesti menyerah dan kalah oleh kekuatan uang dari calon yang punya logistik besar.

Celakanya, pemerintah dan pihak penyelenggara tidak memiliki daya dan kemampuan untuk mencegah hal tersebut.

Padahal, sesungguhnya pragmatisme politik dalam bentuk money politics ini bisa dicegah jika ada niat sungguh-sungguh untuk memperbaiki sistem demokrasi di Indonesia.

Di banyak daerah, termasuk di Kota Palopo, dalam temuan survei kami, upaya pencegahan politik uang ini nyaris tidak dilakukan dengan sungguh-sungguh.

Beban pengawasan dan pencegahan sepenuhnya hanya diberikan kepada penyelenggara, dalam hal ini Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Dengan jumlah yang sangat terbatas—3 komisioner kabupaten dan 3 komisioner kecamatan, ditambah satu pengawas di tiap desa atau kelurahan, serta pengawas di tiap TPS—tentu bukan pekerjaan mudah untuk memantau pergerakan politik uang.

Tanggung jawab pengawasan, dan terutama pencegahan ini, mestinya harus dilakukan secara bersama-sama oleh seluruh unsur pemerintahan dan penegak hukum, juga tokoh-tokoh masyarakat, terutama tokoh agama. Bukankah menerima janji atau uang untuk tujuan mendapatkan suara adalah hal yang haram?

Mengapa para tokoh agama, khususnya para pendakwah, tidak mengampanyekan di masjid-masjid dan rumah ibadah lainnya bahwa menerima uang untuk mendapatkan suara adalah dosa?

Padahal jika ada upaya yang sungguh-sungguh, pemerintah bersama para pendakwah bisa menjadikannya sebagai materi dakwah rutin di masjid, gereja, atau tempat ibadah lainnya.

Sehingga masyarakat, setiap saat, merasa perlu untuk merenung dan memikirkan, bukan hanya kebutuhan sesaat, tapi juga tentang “hari pembalasan.”

Atau, mungkinkah masyarakat kita sudah tidak lagi percaya pada hari kemudian atau akhirat, di mana setiap orang akan diberikan pertanyaan dan hukuman, sekecil apa pun dosa yang telah dilakukan di dunia, termasuk menerima uang politik dari calon?

Lebih parahnya, para calon yang diharapkan bisa menjadi panutan dan tuntunan untuk membawa sebuah daerah bersih dari praktik-praktik korupsi, tak punya sedikit pun rasa malu dan takut.

Baik itu kepada penyelenggara dan pengawas Pilkada, dalam hal ini Bawaslu dan aparat hukum, juga tidak ada sedikit pun rasa takut pada Tuhan Yang Maha Melihat.

Masyarakat tidak pernah belajar atau melihat hasil pembangunan dari pemimpin yang terpilih karena uang.

Padahal, jejak-jejak pemerintahan yang pembangunan daerahnya hancur atau sulit maju karena wali kota dan/atau bupatinya terpilih dengan mengandalkan uang sudah terlalu banyak.

Halaman
123
Sumber: Tribun Timur
  • Ikuti kami di
    AA

    Medium

    Large

    Larger

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved