Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Ribuan Warga Manggala Demo, Tolak Vonis "Hukum Kolonial" yang Ancam Gusur Rumah Mereka!

Mereka menyuarakan penolakan terhadap keputusan hukum yang dinilai mengancam keberadaan tempat tinggal yang telah mereka huni secara sah

Editor: Muh. Abdiwan
TRIBUN-TIMUR.COM/MUHAMMAD ABDIWAN
DEMO MAFIA TANAH - Ribuan warga Perumahan Gubernur dan Perumahan Pemda di Kelurahan Manggala, Kota Makassar, memadati kawasan depan Kampus Sekolah Tinggi Ilmu Bahasa Arab (STIBA) untuk menggelar aksi unjuk rasa, Minggu (18/5). Mereka menyuarakan penolakan terhadap keputusan hukum yang dinilai mengancam keberadaan tempat tinggal yang telah mereka huni secara sah selama bertahun-tahun. 

Situasi ini menjadi semakin kompleks karena kawasan sengketa tidak hanya dihuni oleh ribuan warga, tetapi juga berdiri berbagai fasilitas umum yang vital. 

Di antaranya adalah Kampus STIBA, lima masjid, dua pesantren, satu SMA, posyandu, dua Pamsimas, jaringan pipa PDAM Makassar, dua taman pendidikan anak, dan Gedung BKPRMI Sulsel.

Duduk Perkara yang Membelit Warga

Sengketa lahan bermula dari gugatan yang diajukan oleh Samla Dg Simba dkk dan Hj. Magdallena De Munnik terhadap berbagai lembaga negara, mulai dari Kementerian ATR/BPN, Pemprov Sulsel, Pemkot Makassar, hingga PDAM dan dua koperasi ASN.

Gugatan ini tercatat di Pengadilan Negeri Makassar dengan nomor perkara 15/Pdt.G/2024/PN.MKS. 

Pada tingkat pertama, gugatan ini ditolak oleh majelis hakim. Namun Magdallena De Munnik mengajukan banding dan justru menang di Pengadilan Tinggi Makassar.

Pemerintah pusat dan daerah pun tidak tinggal diam. Saat ini, upaya kasasi ke Mahkamah Agung sedang berjalan.

Selain menggelar demonstrasi di kawasan Manggala, Forum Warga juga merencanakan rangkaian aksi lanjutan ke Kantor BPN Makassar, Pengadilan Tinggi, dan DPRD Sulsel sebagai bentuk tekanan publik atas dugaan ketidakadilan dalam proses hukum yang tengah berlangsung.

Saat ini, upaya kasasi oleh pemerintah ke Mahkamah Agung sedang berjalan, memberi sedikit harapan bahwa suara warga akan tetap mendapat ruang dalam keadilan konstitusional.

Di tengah krisis kepercayaan terhadap sistem hukum, para warga tetap berkomitmen untuk mengawal perjuangan mereka secara damai namun tegas, demi mempertahankan hak atas tanah yang telah menjadi bagian dari hidup mereka.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved