Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Fahri Hamzah Sosok Dikenal Keras Tolak Rangkap Jabatan Kini Wamen dan Komisaris, Disentil Mahfud MD

Padahal menurut Mahfud MD, Fahri Hamzah dulu sangat keras untuk menolak rangkap jabatan.

Editor: Ansar
Tribunnews.com
MAHFUD SENTIL FAHRI - Eks Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyentil Wakil Menteri Perumahan Rakyat, Fahri Hamzah yang merangkap jabatan sebagai Komisaris Bank Tabungan Negara (BTN), Selasa (29/4/2025). Padahal menurut Mahfud, Fahri dulu sangat keras untuk menolak rangkap jabatan. 

"Akhir 2023 ICW itu merilis hasil pelacakannya bahwa dari total BUMN yang dimiliki, dari semua BUMN yang dimiliki oleh pemerintah itu, ada 263 orang komisaris dan dewan pengawas BUMN."

"Nah, dari 263 ini 53,9 persen atau sebanyak 142 orang itu rangkap jabatan di pemerintahan dan di BUMN," ungkapnya. 

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu, juga memaparkan data Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) tentang pendapatan fantastis mereka yang merangkap jabatan.

"Misalnya kalau kita lihat dari Kementerian Keuangan aja, Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan itu sekarang menjabat komisaris di Pertamina."

"Sekjen Kemenkeu sebagai pejabat eselon 1 gajinya itu Rp 90.505.000. Tapi sebagai komisaris setiap bulan dia kalau dirata-ratakan ya dapatnya setiap bulan itu Rp 2.865.714.286, Rp 2,9 miliar hanya dari jabatan komisaris Pertamina. Setiap bulan loh ini, gila kan itu?" ungkapnya.

Mahfud mengatakan, rata-rata mereka yang merangkap jabatan bisa mendapatkan Rp 30-35 miliar dalam setahun.

"Sementara Anda hitung gaji menteri misalnya, itu ya kalau dikumpulkan semua sebulan itu paling banyak Rp 200 juta karena ada uang operasional, ada gaji, ada remunerasi, ada lain-lain itu mungkin kunjungan dan sebagainya itu kan ada uang jalannya itu paling banyak Rp 200 juta."

"Jadi setahun kalau seorang menteri yang banyak kerjaan tuh ya bisa cuma paling banyak Rp 2,4 miliar. Ini setahun Rp 30-35 miliar yang ngerangkap-rangkap begitu."

Menurut Mahfud, rangkap jabatan menunjukkan ketidakadilan.

Semestinya, BUMN dapat mencari profesional untuk bekerja, tidak diambil dari pemerintah.

"Itu tidak adil sama sekali. Kenapa tidak cari profesional aja lalu bertanggung jawab ke Dirjen melekat pada Dirjen yang memeriksa dalam tugas-tugas rutinnya kan bisa."

"Misalnya pajak gitu ya. Ya lapor ke dia karena dia sudah Dirjen sudah dapat gaji gitu kan sudah melekat. Kenapa harus rangkap-rangkap? Nyewa profesional kan bisa gitu, tidak harus dari kementerian," tegas Mahfud.

Sudah Ada Gugatan ke MK

Pada Februari 2025, Indonesia Law & Democracy Studies (ILDES) yang diwakili oleh Juhaidy Rizaldy Roringkon mengajukan Permohonan Pengujian Materiil Pasal 23 Undang-Undang (UU) Kementerian Negara terhadap UUD NRI 1945.

"Kami mempermasalahkan perihal wakil menteri yang saat ini bisa merangkap jabatan sebagai komisaris dan dewan pengawas BUMN karena secara konstitusional wakil menteri dan menteri itu sama kedudukannya," kata Rizaldy dalam keterangannya di Jakarta, 26 Februari 2025.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved