Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Resensi Buku Sang Pembebas

Bedah Buku Sang Pembebas, Ulas Sosok Aru Palakka Bebaskan Orang Bugis dari Perbudakan

Novel sejarah Sang Pembebas ini hasil karya budayawan Sulawesi Selatan (Sulsel), Prof Halilintar Lathief.

|
Penulis: Kaswadi Anwar | Editor: Saldy Irawan
TRIBUN-TIMUR.COM/KASWADI
Penulis Novel Sejarah Sang Pembebas, Prof Halilintar Lathief (sembilan dari kiri) bersama Wakil Pemimpin Redaksi Tribun Timur, AS Kambie (delapan dari kanan) dan Kritikus Sastra, Budayawan, Andi Mahrus Andis (delapan dari kiri) dalam dialog budaya di Sekolah Tinggi Ilmu Filsafat Theologia Indonesia Timur (STFT INTIM), Jl Baji Dakka, No 7, Kecamatan Mamajang, Kota Makassar, Kamis (20/2/2025). Novel Sang Pembebas membahas sosok Raja Bone, Arung Palakka.  

TRIBUN-TIMUR,COM, MAKASSAR – Bagi para pecinta novel sejarah, satu buku bisa jadi rekomendasi bacaan terbaru yakni Sang Pembebas.

Novel sejarah Sang Pembebas ini hasil karya budayawan Sulawesi Selatan (Sulsel), Prof Halilintar Lathief.

Buku ini menceritakan Raja Bone, Arung Palakka membebaskan rakyatnya dari perbudakan Kerajaan Gowa.

Novel ini menggabungkan elemen sejarah yang akurat dengan narasi fiksi yang dramatis dan emosional, menggambarkan perjalanan hidup Arung Palakka dari seorang anak tawanan menjadi pemimpin besar yang dihormati.

Setiap bagian akan menyoroti perkembangan karakter, dinamika hubungan antar tokoh serta latar belakang budaya dan politik pada masa itu.

Buku ini juga memberikan pembaca gambaran yang kaya dan mendalam  tentang sejarah dan budaya Sulsel pada abad ke-17.

Karya terbaru Prof Halilintar Lathief ini telah dibedah oleh Wakil Pemimpin Redaksi Tribun Timur, AS Kambie dan Kritikus Sastra, Budayawan, Andi Mahrus Andis dalam dialog budaya di Sekolah Tinggi Ilmu Filsafat Theologia Indonesia Timur (STFT INTIM), Jl Baji Dakka, No 7, Kecamatan Mamajang, Kota Makassar, Kamis (20/2/2025).

Hadir dalam Bedah Buku Sang Pembebas, antara lain,  Yudhistira Sukatanya, Wanua Tangke, Muh Isra DS, Abdul Hamid Tenro Petta Gassing, serta puluhan tokoh dan budayawan lainnya.

 

Prof Halilintar Lathief mengatakan, novel ini dibuat untuk memperluas wawasan. Aru Palakka ini dianggap penghianat, di lain sisi di tahun 1950-an ditampilkan Sultan Hasanuddin sebagai pahlawan.

“Waktunya sekarang memperluas wawasan kita, bahwa di zaman itu ada pengkhianat dan apa latar belakang seperti Aru Palaka bersikap itu,” katanya.

Rektor Institut Kesenian Makassar pertama ini juga mengungkap alasan memberi judul Sang Pembebas.  

Hal ini didasari Aru Palakka dianggap oleh sebagian besar orang Bugis Soppeng dan Bone membebaskan mereka dari perbudakan selama 17 tahun yang dilakukan Kerajaan Gowa.

Ada sekira 10 ribu orang menjadi budak paksa, tanpa dijamin kesehatan dan makanan.

“Itu perjuangan dia (Aru Palakka) membebaskan orang dari perbudakan,” tuturnya.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved