Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Klakson

Efisiensi

Mungkin karena merasa tak tekor. Hanya saja pendapatan mereka tak berekor lagi lantaran gaji tak terganggu. 

Editor: Sudirman
dok Karim
OPINI - Abdul Karim Ketua Dewas LAPAR Sulsel, Majelis Demokrasi & Humaniora. Ia juga merupakan penulis klakson Tribun Timur. 

Oleh; Abdul Karim

Ketua Dewas LAPAR Sulsel, Majelis Demokrasi & Humaniora

Birokrasi kini merintih karena instruksi. Instruksi presiden Prabowo Subianto tentang segera lakukan efesiensi anggaran bagi kantor-kantor pemerintah memicu rintihan itu.

Seluruh kantor plat merah diperintahkan menghemat anggaran. 

Kaum ASN dan pihak lain yang selama ini digaji negara tak banyak bicara. Mungkin sebagian diantara mereka bemuka masam dengan instruksi efesiensi itu.

Hanya sedikit ASN yang memberi respon pada layar medsosnya. Itupun responnya terkesan berupaya memahami instruksi sang presiden. Kicaunya tak gacor-gacor.

Mungkin karena merasa tak tekor. Hanya saja pendapatan mereka tak berekor lagi lantaran gaji tak terganggu. 

Meski yang diefesiensi bukanlah gaji mereka tetapi barangkali mereka kecewa.

Pengurangan volume perjalanan dinas, larangan menggelar kegaiatan kantor di hotel, hingga belanja rutin kantor yang ditekan turut melayukan semangat mereka.

Mereka layu sebab pangkas tangkas biaya operasional kantor akan menutup ruang pendapatan selain gaji. Pemdapatan non-gaji inilah yang mendaging dalam tubuh birokrasi negeri ini sejak lama. 

Pada lawatan dinas misalnya, mereka tak berkesempatan lagi terbang kesana kemari dengan pendapatan tambahan yang sebenarnya mirip penggelapan.

Pada nota dinas tertera penginapan hotel berbintang, namun dalam faktanya tidur di hotel tak berbintang. 

Namun yang terbayar adalah hotel berbintang dengan siasat kwitansi hotel berbintang diupayakan diraih untuk keperluan laporan administrasi.

Selisih pembayaran hotel berbintang dan tak berbintang itulah yang dijebloskan ke dalam saku pribadi. Inilah yang disebut penghasilan tambahan yang dianggap “rezeki”.

Dalam kasus lain, kita seringkali menjumpai kemubazziran anggaran disejumlah kantor plat merah.

Misalnya, pagar kantor yang masih layak dirubuhkan lalu diganti dengan pembangunan pagar baru.

Begitupula dengan kursi dan meja kantor yang masih layak diganti dengan meja-kursi baru. Bahkan, kendaraan dinas (mobil) seakan-akan mengikuti trend keluaran mobil baru. 

Kasus-kasus diatas memang tak boleh dibiarkan berlangsung terus-menerus. Sebab, birokrasi akan menjadi pasar penggelapan massal.

Karena itu, salah satu hikmah pokok instruksi efesiensi itu adalah memangkas ruang praktik korupsi ditubuh birokrasi. 

Tetapi seriuskah itu? Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya dan Menko Bidang Pangan Zulkifli Hasan terang-terangan flexing naik kendaraan umum.

Bima Arya naik KRL Jabodetabek, Zulkifli Hasan menunggang MRT Jakarta. Keduanya mempraktekkan penghematan anggaran transportasi negara. 

Tetapi seriuskah itu? Pertanyaan ini penting, sebab sedari pertama postur kabinet yang disiapkan presiden Prabowo Subianto tampak jauh dari efisiensi.

Ditambah lagi dengan kursi wakil menteri dan staf khusus yang semuanya perlu anggaran khusus. Dan Kita lihat pula kegiatan retret kepala daerah terpilih begitu jauh dari kesan pemerintah serius mengefisienkan anggaran.

Pemerintah harusnya berkaca pada Vietnam, menghapus delapan kementriannya untuk efesiensi.

Kesan yang terasa efesiensi anggaran barlaku di lapis bawah, sementara di lapis atas instruksi itu tak berdaya.

Tentu tak adil bila pemerintah kelas bawah anggarannya dipangkas, sementara pemerintah kelas atas tetap berdana tak pantas. Dilapis bawah diet anggaran, dilapis atas mengalami obesitas anggaran. 

Tetapi efesiensi anggaran itu harus didukung dan pemerintah harus memberi ruang bagi publik untuk mengawasi program itu.

Membuka diri diawasi adalah sebuah upaya membuka diri dikritik. Dan presiden Prabowo dalam pidatonya pada HUT Ke-17 Partai Gerindra di Sentul International Convention Center (SICC), Jawa Barat, Sabtu (15/2/2025) menyatakan  “pemerintah harus mau dikritik”. 

Tetapi seriuskah itu? Entahlah, kita lihat saja esok atau lusa.(*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved