Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Paradoks: MK Sebagai Corong Keadilan Sengketa Pilkada

Di Sulawesi Selatan, misalnya, terdapat 11 perkara sengketa hasil pilkada telah teregistrasi di MK (e-BRPK).

Editor: Sudirman
zoom-inlihat foto Paradoks: MK Sebagai Corong Keadilan Sengketa Pilkada
IST
Subair, Alumnus Universitas Hasanuddin 9

Oleh: Subair

Alumnus Universitas Hasanuddin

TRIBUN-TIMUR.COM - Beberapa hari terakhir, kita banyak mendengar dan menyaksikan pertunjukan politik mutakhir diberbagai tempat; warung kopi, halte, kampus-kampus, dan platform media sosial.

Informasi demikian secara terus menerus menjadi tontonan dan mempengaruhi alam bawah sadar kita, bahwa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah Tahun 2024 (PHPU Kada 2024) sedang berlangsung di Mahkamah Konstitusi (MK).

Di Sulawesi Selatan, misalnya, terdapat 11 perkara sengketa hasil pilkada telah teregistrasi di MK (e-BRPK).

Dua diantaranya menarik perhatian penulis; Kota Palopo dan Kabupaten Jeneponto

Sengketa Pilkada Kota Palopo telah mencuak dipermukaan, bahwa KPUD tidak mengindahkan rekomendasi Bawaslu Palopo yang menyatakan bahwa Trisal tidak memenuhi syarat sebagai calon wali kota terkait penggunaan ijazah palsu
(Tribunnews.com, 2025).

Sengketa pilkada Palopo beririsan dengan Kabupaten Jeneponto, dimana KPUD juga mengabaikan rekomendasi Bawaslu Jeneponto terkait Pemungutan Suara Ulang (PSU) di 11 TPS bermasalah (Tribunnews.com, 2025).

Potret demikian menggambarkan bahwa penyelenggara pilkada yang seharusnya menjadi pemeran utama terlaksananya pilkada dengan jujur dan adil justru menjadi momok yang mengkhawatirkan bagi masyarakat.

Untuk menjangkau keadilan subtantif, MK diyakini menjadi benteng terakhir disaat keadilan pilkada di persimpangan jalan.

Alternatif ini semakin relevan disaat pihak terkait sebagai garda terdepan dalam menghadirkan keadilan pilkada diragukan kredibilitasnya.

Oleh karenanya MK telah menyediakan gelanggan baru untuk pertempuran politik dalam pembuktikan perkara sengketa hasil pilkada.

Menjelang persidangan, para politisi membangun skema khusus dengan alat bukti yang mumpuni dalam memenangkan
pertarungan di atas ring, bahwa siapa yang dapat membuktikan kebenarannya dihadapan hakim, dialah pemenangnya dan berhak menduduki kursi panas lima tahunan.

Lantas dengan keluarnya putusan MK bersifat final dan mengikat dapat melegitimasi kekalahan elite politik lainnya?

Tidak! Sebab pemahaman kita tidak pernah lekang oleh waktu, bahwa kita tumbuh bersamaan dengan dinamika perpolitkan di Indonesia.

Halaman
123
Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved