Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Penyebaran Kampanye Hitam Paling Banyak di Media Sosial Facebook

Kampanye hitam atau black campaign terus andalan setiap buzzer untuk menguntungkan salah satu pihak.

Penulis: Renaldi Cahyadi | Editor: Saldy Irawan
TRIBUN-TIMUR.COM
Dari kanan ke kiri, Komisioner KPU Sulsel Romy Harminto, Ketua Bawaslu Sulsel Mardiana Rusli, Kanit 1 Subfdit 5 Ditkrimsus Polda Sulsel Kompol Boby Rachman dan Presidium Mafindo Jumrana saat diskusi publik oleh Mafindo Makassar di Hotel Arthama, Kota Makassar, Selasa (1/10/2024). 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) ungkap penyebaran terbanyak untuk Black Campaign terbanyak berasal dari media sosial.

Saat ini sudah memasuki masa kampanye untuk setiap kandidat pemimpin wilayah dalam Pilkada serentak 2024.

Kampanye hitam atau black campaign terus andalan setiap buzzer untuk menguntungkan salah satu pihak.

Presidium Mafindo Jumrana mengatakan, secara umum black campaign paling banyak ditemuka di media sosial.

"Paling banyak biasanya di Facebook kemudian YouTube kemudian Tik tok lalu di X atau Twitter dan terakhir di WhatsApp," katanya dalam diskusi publik Mafindo Makassar di Hotel Arthama, Kota Makassar, Selasa (1/10/2024).

Umumnya, kata Jumrana, kampanye hitam banyak disebarkan di grup-grup tertutup.

"Kemudian disebarkan luas oleh orang-orang yang menjadi anggota dari grup tersebut," ungkapnya.

Adapun kata Jumrana, kampanye hitam paling banya disebarkan dalam bentuk teks dan video, foto dan teks, serta grafis dan teks.

"Mengapa mereka membutuhkan dalam bentuk video gambar maupun grafis itu karena perabaser ini membutuhkan klaim kebenaran atas pernyataannya," ujarnya.

"Video foto dan grafis itu menjadi bukti klaim atas permintaannya meskipun video foto atau grafis tersebut adalah hasil rekayasa," tambah dia.

Lalu, kata Jumriana, tiga narasi juga paling sering muncul dalam kampanye hitam.

"Pertama itu mendiskreditkan kandidat yang tujuannya tentu saja agar orang tidak menyukai mereka," kata dia.

Lalu, memberikan ilusi kebenaran atau menyebarkan hal-hal yang menyenangkan atau yang biasa disebut dengan janji palsu

"Terakhir itu mendiskreditkan kelompok atau organisasi untuk menyulut kebencian, jadi kebencian itu ada tapi diperbesar," jelasnya.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved