Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Auditor BPK Ungkap Skandal Korupsi Rp1,5 Miliar di Pemkab Jeneponto

Sidang digelar di ruang Harifin Tumpa, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Rabu (25/9/2024). 

Editor: Saldy Irawan
DOK BANK MANDIRI
ILUSTRASI UANG KORUPSI 

TRIBUN-TIMUR.COM - Auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, Bimo, dihadirkan sebagai saksi ahli dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi senilai Rp 1,5 miliar yang melibatkan mantan pejabat Pemkab Jeneponto, Rasid dan Moh Irfan Syarief, sebagai terdakwa.

Dalam keterangannya, Bimo menyebutkan bahwa kerugian negara sebesar Rp 1,5 miliar disebabkan oleh ketidakpatuhan para terdakwa dalam mengembalikan kelebihan anggaran ke kas daerah.

Sidang digelar di ruang Harifin Tumpa, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Rabu (25/9/2024). 

Jaksa Penuntut Umum (JPU) awalnya meminta izin kepada hakim untuk membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) Bimo, mengingat Bimo tidak dapat hadir secara langsung.

"Mohon izin, Yang Mulia, kami sampaikan bahwa ahli kami tidak hadir, mohon izin kepada Yang Mulia untuk membacakan keterangan ahli di persidangan," ungkap JPU di hadapan majelis hakim.

Tim penasihat hukum terdakwa mengajukan keberatan terhadap pembacaan BAP ahli di persidangan.

Namun, majelis hakim memutuskan untuk tetap membacakan keterangan ahli dan mencatat keberatan pihak terdakwa.

"(Keterangan ahli) tetap dibacakan dan akan ditulis di berita acara," tegas hakim ketua.

Setelah keputusan tersebut, JPU membacakan hasil BAP ahli. Dalam BAP, Bimo mengungkapkan adanya penyimpangan dana operasional. 

"Berdasarkan pemeriksaan, BPK menemukan adanya penyimpangan dalam pengelolaan dana operasional.

Terdakwa Muh Irfan Syarif, selaku Bendahara Pengeluaran Sekretariat Daerah, tidak mempertanggungjawabkan dan menyetorkan sisa uang persediaan ke kas daerah sebesar Rp 1.523.777.064," jelas JPU.

Ahli juga menjelaskan bahwa Rasid memerintahkan Irfan untuk membayar pengeluaran yang tidak sesuai dengan perencanaan tahun anggaran 2022, menggunakan dana Rp 1,5 miliar yang merupakan kelebihan anggaran.

Selain itu, Rasid diduga menggunakan Rp 500 juta untuk kepentingan pribadi, meskipun rincian penggunaannya tidak diungkap dalam persidangan.

"Rp 500 juta diduga digunakan untuk kepentingan pribadi terdakwa Rasid," tambahnya.

Ahli menegaskan bahwa tindakan kedua terdakwa bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara serta Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 77 Tahun 2020 mengenai pengelolaan keuangan daerah, yang mengharuskan penyetoran laporan pertanggungjawaban disertai dengan penyetoran sisa dana Uang Persediaan (UP).

"Hal ini tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Pasal 18 ayat 3, Pasal 21 ayat 4 dan 5, serta ketentuan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 77 Tahun 2022 tentang pedoman teknis pengelolaan keuangan daerah," pungkasnya.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved