Opini
Nasionalisme Kepala Daerah dalam Bahaya, Moderasi Beragama Solusinya
TIDAK lama lagi rakyat Indonesia akan menggelar pesta demokrasi dalam memilih pemimpin bangsa yakni kepala daerah di tingkat provinsi, kabupaten
Ada yang memahami bahwa Syariat Islam bertentangan dengan konsep state (negara).
Demikian pula kewajiban pemberlakuan syariat Islam di bumi nusantara ini adalah doktrin keagamaan yang masih melekat bagi sebagian umat Islam.
Pancasila bukanlah hal yang mutlak dan absolut, masih bisa digugat. Bagi mereka yang selalu memahami Islam dan Pancasila adalah vis a vis, mereka tidak bisa menerimanya sebagai nilai-nilai fundamental yang harus dijunjung tinggi oleh seluruh warga negara Indonesia.
Mereka menolak Pancasila sebagai prinsip-prinsip yang bersifat universal dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Hanya dengan menyadari NKRI dan Pancasila, lahir komitmen kebangsaan yang menjadi pilar pertama dari moderasi beragama. Hormat kepada bendera, memajang poto manusia (presiden dan wapres) adalah kesesatan karena bertentangan dengan dalil agama, demikian doktrinnya.
Kedua dan ketiga dari pilar moderasi beragama adalah toleransi dan anti kekerasan.
Sebagai kepala daerah wajib menjaga toleransi antar dan inter umat beragama, tidak memihak salah satu dari komunitas umat beragama atau sosial keagamaan, ia milik semua kelompok.
Toleran hanya bisa diwujudkan dari mereka yang memiliki pemahaman keagamaan yang inklusif, sebab pemahaman keagamaan yang ekslusif mengantar orang ekstrim memahami agama secara harfiyah dan tekstual.
Sulit menerima varian kebenaran dari pemahaman keagamaan yang berbeda-beda.
Dampak dari penolakan terhadap toleransi adalah mentolerir tindakan kekerasan, bahkan dapat dilakukan dengan atas nama agama.
Keempat dari pilar moderasi adalah menghargai budaya.
Tidak ada nasionalisme tanpa mengakomodasi nilai-nilai budaya yang hidup di tengah masyarakat sebagai suatu kebaikan.
Pilar ini menjadi hal yang paling krusial jika diperhadapkan dengan konsep beragama yang kaku, ekstrim dan radikal.
Dalil tentang bid’ah seringkali ditampilkan untuk mendeligitimasi nilai-nilai kebaikan yang bersifat lokal (local wisdom).
Padahal adat, budaya, suku dan nasionalisme adalah fitrah kemanusiaan yang mendapat pengakuan dalam sumber hukum Islam dengan beberapa istilah seperti ‘urf, ma’ruf, syu’ub, qabail, ‘adah, qaum dan lain-lain.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.