Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Polemik SK Pemecatan Kades Cakura, Pakar Hukum: Pj Bupati Takalar Berpotensi Melanggar Hukum

Terbitnya putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Makassar bernomor 12/G/2023/PTUN.MKS tertanggal 10 Juli 2023

Penulis: Erlan Saputra | Editor: Ansar
Tribun-Timur.com
Pj Bupati Takalar Setiawan Aswad dan Pakar Hukum Tata Negara, Dr. (cand) Asrullah 

Dengan mengajukannya peninjauan kembali (PK) Saharuddin, sebagai tergugat II intervensi di Mahkamah Agung, sekaligus sebagai Kepala Desa Cakura penjabat terhadap putusan tersebut.

"Maka putusan hukum sebelumnya baik ditingkat pengadilan negeri TUN, banding, maupun kasasi belum berkekuatan hukum tetap dan masih dalam proses memperjuangkan kepastian hukum dan keadilan sampai putusan PK dikeluarkan oleh Mahkamah Agung,” terangnya. 

Menurut Asrullah, hal ini senada dengan filosofi instrumen peninjauan kembali (PK) yang dimuat dalam amar putusan MK Nomor 34/PUU/XI/2013 bahwa PK secara historis dan filosofis merupakan upaya hukum yang lahir.

Dan disediakan demi melindungi kepentingan hukum dan Hak asasi manusia penggugat. 

Atau dalam pemaknaan Mahkamh Agung dan UU MA disebut sebagai penemuan keadilan dan kebenaran materil.

Ia memaparkan argumen kedua, yaitu putusan berkekuatan hukum tetap haruslah mengandung kepastian hukum yang berkeadilan. 

Sebab seluruh instrumen upaya hukum dianggap telah dilalui dan dilewati sebagai prosedur yang disediakan oleh negara.

"Oleh karena itu, dengan diajukannya upaya hukum PK oleh Saharuddin sebagai tergugat II intervensi di MA, Maka upaya hukum belum selesai dan masih berjalan sebagai jalan untuk mencari kebenaran materil serta perlindungan HAM dari kesewenangan negara secara vertikal maupun penggembosan HAM secara horizontal sesama 'civil society' yang menyangkut status fundamental bagi diri yang bersangkutan," papar Asrullah.

Ia melanjutkan bahwa hal ini akan berimplikasi terhadap sifat putusan sebelumnya yang belum berkekuatan hukum tetap untuk dieksekusi dan dijalankan oleh pemerintah daerah dalam hal ini bupati atau pj bupati dalam bentuk tindakan administrasi faktual karena masih menunggu Putusan PK di MA.

Atau secara teoritis disebut sebagai Putusan yang tidak dapat dijalankan alias Non Executable Decision.

Argumen ketiga ialah keputusan hukum yang tetap seharusnya tidak memuat lagi preferensi hukum yang memungkinan hadirnya suatu pengingkaran disavowal, pembatal atau Invalidation, ataupun pemulihan norma (Norm remedy). 

“Upaya PK sebagai upaya hukum terakhir atau upaya hukum luar biasa (extra ordinary legal review) adalah upaya hukum yang mampu membatalkan, mengubah atau mengoreksi putusan sebelumnya yang telah dikeluarkan pada level tingkat pertama, banding dan kasasi," ucapnya.

Sehingga hal tersebut menunjukkan sifat dan status hukum masih sangat bergantung pada putusan PK di MA.

Ia menilai bahwa putusan PK-lah sebagai upaya hukum terakhir yang dimiliki setiap warga negara yang disediakan dan dijamin oleh konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sehingga demi hukum, keadilan, dan etika penyelenggaraan pemerintahan wajib menunggu putusan PK sebelum mengambil langkah hukum lanjutan. 

"Karena ini berkenaan dengan status seseorang yang menyangkut hak-hak dan kewajibannya sebagai warga negara yang dijamin oleh konstitusi," kata dia. (*)

Sumber: Tribun Timur
Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved