Opini
Tarik Ulur Antara Demokrasi dan Otoritarisme
Dari perspektik politik dan pemerintahan nampak bahwa hubungan pusat dan daerah cukup harmonis atau sedang baik-baik saja.
Oleh: Amir Muhiddin
Dosen Fisip Unismuh Makassar/Sekretaris Devisi Politik Pemerintahan ICMI Sulsel
Tahun 2023 baru saja berlalu, sekarang sudah masuk tahun 2024, tentu saja banyak suka duka mewarnai perjalanan bangsa ini selama satu tahun.
Dari perspektik politik dan pemerintahan nampak bahwa hubungan pusat dan daerah cukup harmonis atau sedang baik-baik saja.
Meski demikian hubungan tersebut masih diwarnai dominasi pemerintah pusat.
Padahal salah satu agenda reformasi yang penting adalah desentralisasi pemerintahan dan pengembangan otonomi daerah seluas-luasnya.
Ini artinya reformasi pemerintahan belum berhasil menghilangkan jejak langkah orde baru yang selama kurang lebih 30 tahun melaksanakan otonomi daerah dengan sistem sentralistik.
Tahun 2023, juga menyisahkan cerita lama dan mirip dengan orde baru dimana presiden Jokowi sebagai top eksekutif, menguasai legislatif dan yudikatif.
Di bawah dominasi PDIP dan partai pendukung, parlemen cukup jinak dan bisa mengamankan semua program pemerintahan dan pembangunan Jokowi, terutama dalam mengawal mega proyek seperti infrasturuktur jalan dan jembatan dan tentu saja IKN.
Begitu kuat dan hebatnya penguasaan itu sehingga nyaris tidak ada kelompok pengimbang termasuk oposisi yang kuat seperti Partai Demokrat dan PKS.
Mulai menteri sampai kepada pejabat negara setingkat menteri, sipil maupun militer semua lolos atas rekomendasi presiden di back up oleh PDIP.
Pengaruh Jokowe di legislatif juga tak ubahnya di yudikatif, Presiden menguasai betul kekuasaan yudikatif yang semestinya indevenden.
Kasus di Mahkamah konstitusi yang meloloskan Gibran untuk menjadi wakil presiden membuktikan betapa pengaruh Jokowe demikian kuat di Yudikatif, termasuk bagaimana mempengaruhi kejaksaaan untuk menjobloskan lawan-lawan politiknya ke penjara dengan alasan korupsi.
Cerita di atas adalah di pusat, tapi di daerah pun demikian.
Seperti kita ketahui bahwa Presiden melaksanakan tugas-tugas pemerintahan umum di daerah.
Selanjutnya atas dasar pelaksanaan azas dekonsentrasi gubernur, bupati dan walikota adalah perpanjangan tangan pemerintah pusat di daerah.
Dengan begitu pejabat-pajabat propinsi dan kabupaten kota, itu adalah anak buah presiden.
Lagi pula siapa yang akan jadi pemimpin di daerah itu ada campur tangan partai politik dan jangan lupa bahwa PDIP waktu itu masih dalam genggaman Jokowe.
Tidak cukup hanya yang terkait dengan politik dan pemerintahan dalam arti luas (Ekseskuti, Legislative dan Yudikatif).
Dalam bidang ekonomi pun demikian halnya. Berdasar pada kosntitusi sebagaimana di dalam pasal 33.(3) bahwa “Bumi dan Air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemamkmuran rakyat”.
Pasal ini memberi kewenangan kepada pemerintah pusat untuk mengelola berbagai sumber daya alam, di daerah seperti di darat, di laut dan diudara, semua tambang-tambang berskala besar seperti emas, nikel dan sebagainya di kelola oleh Negara dan dikendalikan oleh departemen tehnis, hingga ke investor asing, termasuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Siapa direktunya, komisarisnya dan pejabat-pajabat penting di dalamnnya , itu tentu tidak terlepas dari pengaruh penguasa termasuk presiden.
Uraian di atas menunjukkan bahwa nyaris tidak ada yang luput dan lepas dari genggaman presiden, oleh sebab itu Jokowe sangat kuat dan berpengaruh signifikan terhadap jalannya politik, pemerintahan dan pembangunan.
Lalu apa hubungannya dengan demokrasi dan kesejahteraan ?.
Pertanyaan ini penting sebab bagaimana pun juga negara kita adalah negara demokrasi dan Negara kesejahteraan (walfare state).
Sebagai negara demokrasi, maka seharusnya sumber-sumber kekuasaan dan kewenangan dibagi sesuai tupoksinya masing-masing, legislatif sebagai pembuat undang-undang, ekseskutif yang melaksanakan dan yudukatif yang mengawasi.
Jangan tiga lembaga ini dijadikan satu dan dikendalikan oleh seseorang atau sekelompok orang saja yang disebut tirani.
Demikian juga kekayaan alam yang terkandung di dalam perut bumi daerah, jangan hanya dikeruk begitu saja tanpa kontribusi yang signifikan dengan masyarakat.
Sebab umum mengetahui bahwa selama ini keuntungan yang diperoleh daerah kecil sekali sehingga tambang misalnya hanya menjadi simbol seprti mercusuar.
Uraian di atas menunjukkan bahwa sistem pemerintahan yang ingin dibangun sebagaimana visi dan tujuan reformasi belum terpenuhi, otonomi daerah yang seluas-luasnya baru sebatas prosedur belum sampai kepada subtansi.
Bahwa rakyat masih jauh dari harapan untuk sejahtera seperti tujuan dan esensi otonomi itu sendiri.
Desentralisasi pemerintahan bukan mendekatkan pemerintah dengan masyarakat, malah sebaliknya pemerintahan semakin sentraliastik dan terasa penguasa dan rakyat semakin berjarak.
Itulah catatan pemerintahan Jokowi Tahun 2023 dan kita berharap bahwa tahun 2024 akan ada perubahan.
Di mana demokrasi benar-benar dilaksanakan, bukan secara prosedural saja, akan tetapi memang subtantif dan bisa menyelesaikan masalah masyarakat, terutama soal pengangguran, kesenjangan dan keadilan, baik secara politik maupun ekonomi.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.