Opini
Homeshooling, Cocok Kah Buat Keluarga Saya?
Model dan ide belajar dalam HS sangat banyak dan beragam. Tidak melulu persis model yang dikenalkan oleh sekolah konvensional.
Cara mendapatkan ijazah tersebut adalah dengan mendaftarkan anak di PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat), karena badan inilah yang berhak menyelenggarakan Ujian Paket.
Pendaftaran dilakukan sejak anak tidak bersekolah. Prosesnya dilakukan melalui mutasi dari sekolah ke PKBM. Proses mutasi itu sendiri, dilakukan sejak anak tidak bersekolah lagi, tidak bisa dilakukan menjelang ujian Paket.
Bermodal ijazah Paket C, seorang anak HS bisa lanjut ke Perguruan Tinggi manapun yang diinginkannya. Sudah banyak anak-anak HS yang mengikuti ujian Paket C dan kemudian melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi, baik negeri maupun swasta.
Pilih Homeschooling apa Sekolah ya?
Sebelum menjawab, mari kita lihat dulu apa perbedaan dan persamaan antara HS dan Sekolah.
Baik sekolah ataupun HS sama-sama merupakan alat (tools) untuk mencapai tujuan pendidikan. Sama-sama mengatasnamakan kepentingan anak yang bertujuan untuk meraih kebaikan bagi masa depan mereka.
Keduanya sama-sama legal dan dilindungi keberadaannya oleh Undang-undang dan aturan hukum di Indonesia.
Lalu bagaimana dengan perbedaan antara HS dan sekolah? Mari kita analogikan seperti pakaian. Ada pakaian jadi buatan pabrik, ada lagi yang buatan penjahit. Kebayang kan, hasil produksi pabrik itu macam-macam tapi modelnya standar-seragam-banyak. Kita kalau butuh tinggal memilih size yang sesuai, bayar.
Pakaian buatan pabrik adalah analogi untuk proses belajar di sekolah. Sementara, HS itu mirip bikin baju yang dibuat di butik. Kita tentukan sendiri modelnya, bahannya dan ukurannya yang sesuai dengan badan kita.
Inti perbedaannya, sekolah sistemnya paket jadi, sentralisasi, ada tolok ukur yang dilihat dari nilai (angka), naik kelas dan lulus sekolah. Sementara HS yang seperti butik, memungkinkan adanya kustomisasi, otonom, serta sistem modular. Dimana anak bisa belajar dengan kecepatannya sendiri, fleksibel, terampil dalam kehidupan nyata, ada target pada apa yang mau dikejar.
Di sekolah, anak kita diajar oleh orang lain dan ortu membantu dalam porsi yang minim. Sedangkan pada HS, ortu yang dituntut untuk kreatif memikirkan materi dan strategi belajar untuk anaknya.
Bagaimana mengisi waktu luang anak-anak kita, itu yang jadi dasar pada praktik HS. Sehingga, apa yang ada dan terdekat itulah yang bisa dijadikan media belajar. Menjadi lentur, adalah kunci dalam menjalankan HS, itulah mengapa HS tidak memiliki model standar.
Saya sendiri baru menjadi praktisi HS ketika usia anak saya 11 tahun. Tepatnya mulai kelas 6 Sekolah Dasar, pada tahun 2020 yang lalu.
Dalam praktiknya, pendekatan proses belajar yang kami lakukan lebih banyak dari sisi hal-hal yang diminati anak. Misalnya, belajar geografi melalui aktifitas traveling. Sekaligus mengasah kemampuan manajemen waktu dan perencanaan.
Pola belajar lebih banyak diarahkan ke model tematik. Misal, melalui kegiatan memasak suatu jenis menu makanan, secara tak langsung anak sudah belajar matematika, science, empati, sensori, kerjasama juga literasi.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.