Opini
Homeshooling, Cocok Kah Buat Keluarga Saya?
Model dan ide belajar dalam HS sangat banyak dan beragam. Tidak melulu persis model yang dikenalkan oleh sekolah konvensional.
Beda halnya dengan PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Mengajar) sebagai salah satu satuan pendidikan non formal, PKBM menjadi wadah bagi kegiatan masyarakat untuk lebih meningkatkan potensi diri dan keterampilan melalui cakupan kegiatan seperti Paket Kejar, PAUD dan Taman Bacaan Masyarakat.
Faktanya, praktik HS bukanlah sebagai pengganti sekolah dengan gambaran anak yang belajar dikurung di rumah, memanggil guru privat dan sedang mempelajari mata pelajaran seperti di sekolah.
Anak-anak HS itu bisa belajar apa saja, di mana saja, kepada siapa saja. Online maupun offline. Kadang mereka belajar di taman, di perpustakaan, di kampus sebuah universitas, di kafe ataupun di rumah keluarga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan homeschooling.
Begitu juga dengan guru-gurunya. Biasanya yang mengajar adalah tutor-tutor yang ahli di bidangnya masing-masing atau bisa juga orang tua yang berbagi peran mengajarkan beberapa mata pelajaran yang diminati oleh anak.
Hasilnya bisa lebih baik, bisa pula lebih buruk. Tergantung kapasitas dan kreatifitas ortu dalam menyiasati proses menjalankannya. Dalam hal ini, posisi ortu lebih pada mengajarkan ketrampilan belajar online, ketrampilan bersosialisasi, juga menyelesaikan problem. Jadi, bukan memindahkan aktifitas sekolah ke rumah.
Mengingat semua anak adalah istimewa, maka semua anak manapun bisa memilih melakukan HS. Tidak ada kriteria tertentu anak mana yang lebih cocok untuk menjalani HS, karena itu adalah opsi.
Setiap opsi akan ada konsekwensinya. Misalkan ketika infrastrukturnya berbeda, maka proses dan outputnya juga berbeda. Tidak ada sistem yang sempurna, semua ada kekuatan dan kelemahan.
Yang penting adalah bagaiman praktisi mengenali tujuan HS untuk apa. Ingin anak kita menjadi seperti apa. Karena di sana tidak ada standar harus belajar apa. Pendekatan awalnya adalah melalui belajar Life Skill atau melalui minat dan bakat yang dimiliki ayah-ibunya.
HS membuka kesempatan pada anak untuk belajar apa saja dan menghasilkan karya dan produk. Lalu untuk memantau perkembangan pembelajaran anak, setiap skill yang dipelajari beserta kemajuan yang dialami dapat didokumentasikan dalam sebuah portfolio.
Tentang Legalitas
Ada beberapa negara di Eropa yang ternyata tidak membolehkan praktik HS. Seperti Estonia, Belanda, Jerman, Brazil, Cuba, Cyprus, Albania, Malta, Serbia dan Turki. Menurut situs www.homeschoolundersiege.com alasannya adalah demi mengantisipasi pengaruh buruk ke politik dan agama serta peningkatan masalah dalam urusan sosial toleransi.
Syukurnya, di Indonesia secara prinsip HS adalah legal dan tidak masalah dijalani. Sesuai dengan kebijakan mengenai pendidikan di Indonesia yang diatur dalam UU no. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
Di sana disebutkan mengenai keberadaan tiga jalur pendidikan yang diakui pemerintah, yaitu: jalur pendidikan formal (sekolah), nonformal (kursus, pendidikan kesetaraan) dan informal (pendidikan oleh keluarga dan lingkungan).
Istilah homeschooling atau sekolahrumah, masuk dalam substansi pendidikan informal sesuai yang diatur dalam pasal 27.
Anak-anak HS akan mendapatkan ijazah dengan cara ikut ujian kesetaraan yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan Nasional. Terdiri atas tiga jenjang yaitu Paket A (setara SD), Paket B (setara SMP), dan Paket C (setara SMA).
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.