Hari Lahir Pancasila, Berkaca pada Cermin yang Retak
mendaras ulang nilai-nilai Pancasila sebagai Weltanschauung di era kini ibarat memperhadapkan wajah bangsa dan negara Republik ini pada cermin retak
Oleh: Irfan Yahya
Dosen Magister Sosiologi Unhas dan Peneliti pada Pusat Penelitian Opini Publik LPPM Unhas
TRIBUN-TIMUR.COM - Setiap 1 Juni, bangsa ini memperingatinya sebagai hari lahir Pancasila, bahkan dijadikan hari libur nasional.
Beragam ide, gaya dan prilaku masyarakat dikemas dalam beragam rupa dan bentuk, lalu dishare ke sejumlah flatform media sosial hingga menjadi gegap gempita di belantara dunia maya.
Sehari sebelumnya, sebuah pesan dari salah seorang mahasiswa Program Magister Sosiologi Unhas masuk di aplikasi WA penulis.
Isi pesannya ingin mengkomfirmasi kesediaan penulis sebagai salah satu tim dosen penguji pada seminar proposal tesis mahasiswa tersebut.
Tema penelitian yang diajukan cukup menarik: Pancasila, Weltanschauung, dan konsep “TAU” dalam budaya Makassar.
Akhirnya tema ini menjadi inspirasi pas di hari lahir Pancasila tahun ini.
Tentu jamak diketahui bahwa Pancasila adalah dasar falsafah bangsa dan negara Republik ini.
Falsafah ini mencakup lima prinsip utama, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Pancasila juga dapat dimaknai sebagai pandangan dunia yang mencakup sistem nilai, kepercayaan, dan sikap yang mempengaruhi cara pandang dan perilaku masyarakat yang dalam dunia filsafat dikenal dengan Weltanschauung, bahkan merupakan manifestasi puncak dalam dunia filsafat.
Saat ini trend dengan istilah Worldview. Weltanschauung adalah istilah dalam bahasa Jerman yang secara harfiah berarti "pandangan dunia" atau "pandangan hidup".
Istilah ini digunakan untuk merujuk pada kerangka pemahaman, keyakinan, nilai-nilai, dan sikap yang melandasi cara seseorang atau suatu kelompok masyarakat memahami dunia dan kemudian bagaimana melakoninya.
Weltanschauung bisa mencakup pandangan tentang asal-usul, tujuan, dan arti kehidupan, serta bagaimana manusia berhubungan dengan alam semesta, kehidupan sosial, nilai-nilai moral, dan berbagai aspek lainnya yang membentuk pandangan mereka tentang dunia.
Kembali ke momen hari lahir Pancasila, idealnya harus dijadikan momen penting bagi seluruh anak bangsa dan negara ini untuk sejenak merenungi wajah Republik ini dengan nilai-nilai luhur Pancasila.
Betapa tidak, mendaras ulang nilai-nilai Pancasila sebagai Weltanschauung di era kini ibarat memperhadapkan wajah bangsa dan negara Republik ini pada cermin yang retak.
Saat ini rasa keadilan adalah wajah buram bangsa dan negara Republik ini harus dievaluasi secara kritis dalam konteks kesejahteraan rakyat Indonesia. Keadilan mencakup perlakuan yang adil, kesetaraan hak dan kesempatan, serta perlindungan terhadap segala bentuk diskriminasi sosial dan politik.
Dalam praktiknya, rasa keadilan ibarat berkaca pada cermin yang retak. kebijakan pemerintah dan sistem hukum yang seharusnya memberikan perlindungan dan keadilan bagi semua warga negara tanpa memandang perbedaan agama, politik, sosial, ekonomi, etnis, kini hanya sebagai kumpulan teori usang pada menara gading elit kekuasaan.
Mewujudkan rasa keadilan di Republik ini perlu diakui masih menghadapi sederet tantangan dan rintangan yang signifikan. Ketimpangan sosial, ekonomi, politik, kesenjangan regional, dan akses yang tidak merata terhadap pendidikan, perumahan, layanan kesehatan, dan kesempatan kerja masih menjadi masalah serius di berbagai wilayah.
Kelompok masyarakat seperti petani, nelayan, buruh, dan perempuan seringkali menghadapi kesulitan dalam mengkses kesejahteraan hidup yang layak.
Di sisi lain, korupsi dan praktik-praktik yang tidak etis di berbagai sektor juga merusak rasa keadilan dan memporak-porandakan kesejahteraan rakyat.
Korupsi telah merampok sumber daya yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat ke segelintir elite atau kelompok kepentingan yang menciptakan jurang kesenjangan dan ketidakadilan yang semakin timpang.
Oleh karena itu, momen hari lahir Pancasila, penting bagi semua elemen bangsa, pemerintah dan masyarakat perlu kembali menumbuh kembangkan semangat gotong royong guna merumuskan langkah-langkah konkrit dalam mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bagi rakyat Indonesia dalam berbagai lini kehidupan.
Sehingga tegak lurus dengan pilihan tema peringatan hari lahir Pancasila tahun ini: “Mari kita ber-Gotong Royong, Membangun Peradaban dan Pertumbuhan Global.
Setidaknya dalam catatan penulis, beberapa aspek yang perlu mendapat perhatian serius dari semua elemen bangsa, Pertama aspek penguatan sistem hukum: Memastikan independensi, transparansi, dan akuntabilitas sistem peradilan untuk menjamin akses yang adil dan merata bagi semua warga negara. Tidak tebang pilih.
Kedua, aspek pengentasan kemiskinan: Mengadopsi kebijakan yang berfokus pada pengurangan kemiskinan, termasuk program perlindungan sosial, pemberdayaan ekonomi, dan akses yang merata terhadap layanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan perumahan.
Ketiga, aspek pemerataan pembangunan: Mendorong pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan di seluruh wilayah Indonesia, dengan memperhatikan pengembangan infrastruktur, investasi, dan kesempatan kerja bagi masyarakat terkhusus warga pribumi setempat.
Keempat, aspek transparansi dan akuntabilitas: Mendorong transparansi dalam pengelolaan keuangan publik, pemberantasan korupsi, dan memperkuat mekanisme pengawasan.
Dan aspek paling penting dari semua itu adalah aspek spiritual yang harus ditanamkan kepada seluruh elemen anak bangsa yang senafas dengan nilai sila pertama Pancasila.
Rasa Keadilan dan Kesejahteraan dalam Perspektif Sosiologis Perbincangan tentang rasa keadilan dan kesejahteraan rakyat Indonesia dalam perspektif sosiologis dapat menggunakan pendekatan analisis terhadap struktur sosial, interaksi sosial, dan faktor-faktor sosial yang memengaruhi kehidupan masyarakat.
Di tengah kehidupan masyarakat, pertanyaan tentang keadilan sering kali dikaitkan dengan distribusi sumber daya dan kesenjangan sosial.
Struktur sosial yang ada, seperti kelas sosial, status, dan kekuasaan, memainkan peran signifikan dalam menentukan akses dan peluang individu dalam mencapai kesejahteraan. Dibutuhkan political will dari pemangku kebijakan untuk secara serius membenahi ketimpangan sosial-ekonomi yang terjadi saat ini.
Perbedaan dalam hal pendapatan, akses terhadap fasilitas layanan publik dan pekerjaan yang layak, dan fasilitas dasar antara kelompok-kelompok sosial yang menciptakan jurang yang dapat memperburuk rasa ketidakadilan.
Faktor-faktor seperti latar belakang pendidikan, kelas sosial, gender, dan geografis juga memainkan peran dalam menentukan peluang dan kesejahteraan individu.
Selain itu, interaksi sosial juga berperan penting dalam membentuk rasa keadilan dan kesejahteraan. Hubungan antara individu, kelompok, dan institusi dapat mempengaruhi distribusi keadilan dan sumber daya dalam masyarakat.
Dinamika kekuasaan, norma, dan nilai-nilai sosial juga ikut membentuk persepsi masyarakat tentang apa yang dianggap adil dan menghasilkan kesejahteraan yang merata.
Sistematika Wahyu sebagai Weltanschauung Dalam perspektif Islam, konsep weltanschauung dapat diartikan dengan istilah Islamic Worldview atau pandangan dunia berkaitan erat dengan konsep wahyu.
Jadi menurut pandangan Islam, Weltanschauung berasal dari nilai-nilai wahyu yang diturunkan oleh Allah Swt kepada ummat manusia melalui para nabi dan rasul-Nya.
Wahyu dianggap sebagai sarana komunikasi yang diinspirasikan secara ilahiyah antara Allah Swt dan manusia.
Wahyu tersebut diturunkan oleh Allah Swt secara sistematis kepada nabi-Nya melalui perantaraan malaikat Jibril as. untuk menjadi pedoman kepada umat manusia tentang tujuan hidup, kebenaran moral, dan cara hidup yang benar.
Sistematika Wahyu adalah urutan turunnya wahyu Alquran kepada nabi Muhammad Saw yang dimulai dari surah al-Alaq 1-5.
Istilah ini pertama kali dipopulerkan oleh pendiri Hidayatullah Ustad Abdullah Said rahimahullah. Sistematika Wahyu (Tartib Nuzuli) adalah manhaj atau pola dasar atau metode gerakan.
Konsep ini merujuk kepada kandungan 5 surah pertama berdasarkan urutan turunnya wahyu Alquran, yaitu: surah al-Alaq ayat ke-1 sampai ayat ke-5 (menanamkan kesadaran bertauhid), surah alQalam ayat ke-1 sampai ayat ke-7 (menumbuhkan fikrah dan akhlak Qur’ani), surah al-Muzzammil ayat ke-1 sampai ayat ke-10 (meningkatkan kualitas spiritual atau tarbiyah ruhiyyah), surah al-Muddatstsir ayat ke-1 sampai ayat ke-7 (membangkitkan gerakan dakwah), dan surah al-Fatihah (mewujudkan Islam kaffah).
Sistematika Wahyu adalah sebuah metode atau manhaj nubuwwah yang telah dipraktikkan lansung oleh nabiyullah Muhammad Saw bersama para sahabatnya ketika mengkonstruksi perdaban Islam pertama di muka bumi ini di kota Madinah.
Sistematika Wahyu ini berisi pedoman hidup yang komprehensif dan fundamental bagi umat manusia dan menjadi worldview atau westanschauung yang lengkap.
Melalui wahyu, ummat Muslim memperoleh pandangan dunia yang mencakup segala aspek kehidupan yang sesuai kehendak dan di ridhoi oleh Allah Swt.
Islamic Worldview, yang didasarkan pada wahyu, menekankan pentingnya keimanan kepada Allah Swt, pengabdian kepada-Nya, untuk kesejahteraan di dunia dan keselamatan di akhirat sebagai tujuan akhir kehidupan.
Islamic Worldvie memandang dunia sebagai tempat ujian dan kesempatan untuk beribadah kepada Allah Swt, mencari ilmu, memperbaiki diri, dan berkontribusi pada masyarakat dengan cara yang baik dan bermanfaat bagi sesama makhluk, karena sebaik-baik manusia adalah manusia yang paling banyak bermanfaat bagi sesamanya.
Dengan demikian, dalam perspektif Islam, weltanschauung yang benar dan komprehensif diperoleh melalui pemahaman dan pengamalan wahyu Allah Swt yang terkandung dalam Al-Quran dan sunnah Nabi Muhammad Saw.
Pandangan ini membimbing ummat Muslim dalam menjalani kehidupan mereka dengan penuh kesadaran akan tugas dan tanggung jawab mereka sebagai hamba dan khalifah Allah Swt di muka bumi ini. Wallahualam.(*)
Unhas Gelar Pelatihan OMSK Bagi Penyandang Disabilitas Netra di SLB Negeri 1 Parepare |
![]() |
---|
Dosen Sosiologi Unhas Sahabat OSIS, Gembleng Pelajar Sidrap Cegah Bullying di Lingkungan Sekolah |
![]() |
---|
Sosiologi Unhas Road Smart Generation, Siswa SMAN I Parepare Janji Tak Gunakan HP saat Berkendara |
![]() |
---|
Dorong Ekonomi Kreatif, LPPM UNHAS Gelar Program PPMU-PPUPIK 2025 di Barru |
![]() |
---|
Sosok Dua Bintara Kawal Presiden Prabowo Bukan Ajudan Pangkat Kombes atau Kolonel |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.