Sidang DKPP Komisioner Sulsel
DKPP RI Dalami Dugaan Intervensi Dua Anggota KPU Sulsel ke Daerah
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI kembali menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP).
Penulis: Erlan Saputra | Editor: Sukmawati Ibrahim
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI kembali menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) untuk perkara Nomor 71-PKE-DKPP/IV/2023 di Kantor Bawaslu Sulsel, Makassar, Senin (29/5/2023) kemarin.
Sidang tersebut merupakan kali kedua, setelah dilakukan pemeriksaan sebelumnya pada (22/5/2023) lalu.
Perkara ini dilaporkan oleh tiga orang, yaitu Samsang, Alfina Mustafainah, dan Abd Rahman.
Ketiganya memberikan kuasa kepada 24 orang yang tergabung dalam Tim Hukum Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) Kawal Pemilu Sulawesi Selatan.
Para Pengadu mengadukan sejumlah mantan Komisioner KPU Sulsel.
Diantaranya, mantan Ketua KPU Sulsel Faisal Amir, Asram Jaya, Upi Hastati, hingga Fatmawati.
Keempat nama tersebut berstatus sebagai Teradu I-IV.
Dalam sidang, Ketua Majelis Ratna Dewi Pettalolo mendalami dugaan intervensi yang dilakukan Teradu I Faisal Amir kepada KPU Bantaeng.
Kemudian Teradu III Upi Hastati diduga mengintervensi KPU Kabupaten Wajo.
Hal tersebut merujuk pada dalil aduan Pengadu bahwa teradu I sampai IV telah mengintervensi KPU kabupaten/kota untuk mengubah berita acara (BA) hasil verifikasi faktual perbaikan kepengurusan dan keanggotaan partai politik yang telah ditandatangani sebelumnya.
"Nah ini saya mau melakukan pendalaman mengenai dugaan intervensi Teradu I Faisal Amir kepada KPU Kabupaten Bantaeng, iya. Coba saudara jelaskan," Ketua Majelis Ratna menanyakan kepada Ketua KPU Bantaeng, Hamzar Hamma.
Hamzar menceritakan, kala dirinya berada di Makassar untuk mengikuti rapat koordinasi persiapan badan adhoc.
Keberadaannya di Makassar selama dua hari, yakni sejak 19 - 20 November 2022.
Sehingga, Hamzar tidak bisa memastikan apakah Teradu I Faisal memang datang ke KPU Bantaeng kala itu.
"Ketua Divisi Teknis memberi konfirmasi (Lukman) juga tidak bertemu yang mulia," Hamzar menjawab atas pertanyaan Ratna Dewi Pettalolo.
Atas izin Majelis Ratna, Pengadu menjelaskan, Komisioner KPU Bantaeng, Agusliadi ialah salah satu orang yang menolak menandatangani BA.
Agusliadi juga sudah diajukan sebagai pihak terkait, namun tidak dalam sidang ini.
Majelis Ratna kemudian menanyakan soal dari mana informasi dugaan intervensi Teradu I Faisal kepada KPU Bantaeng.
"Siapa yang menanyakan ke saudara bahwa bahwa ada dugaan intervensi Teradu 1," tanya Ratna Dewi Pettalolo kepada Pengadu.
"Kami mendapat informasi lewat telepon di posko kami, dan itu identitasnya disamarkan. Tetapi dia menyebutkan, bahwa yang tidak menandatangani berita acara ialah komisioner atas nama Agusliadi," jawab Pengadu.
Ratna Dewi Pettalolo lanjut menanyakan kepada Hamzar, alasan Agusliadi tidak menandatanagi BA.
Apalagi Hamzar adalah selaku pimpinan sidang saat rapat pleno itu dilakukan.
"Bahwa yang bersangkutan tidak mau tanda tangan, di forum itu juga tidak tersampaikan di rapat pleno itu. Yang pasti, pada aduan Pengadu tanggal 19 November bahwa ada intervensi, saat itu saya di Makassar," ungkap Hamzar.
Baca juga: BREAKING NEWS: DKPP Kembali Periksa 8 Komisioner KPU di Sulsel Terkait Dugaan Pelanggaran Kode Etik
Lebih lanjut, Ratna Dewi Pettalolo kemudian beralih melakukan pendalaman kepada KPU Wajo yang diduga mendapat intervensi soal status Partai Gelora dari belum memenuhi syarat (BMS) ke memenuhi syarat (MS) dari Teradu IV Upi Hastati.
Komisioner KPU Wajo, Mursidin pun memberikan penjelasan dalam sidang.
"Bahwa benar, Ibu Upi Hastati datang ke KPU Wajo menjelaskan tentang kondisi dan situasi Partai Gelora saat itu," jawabnya.
"Karena ini masih verifikasi faktual pertama, maka statusnya BMS. Kemudian diminta untuk memperbaiki ataukah mengubah hasil verfikasi faktualnya, dibuatkan berita acara yang baru untuk Partai Gelora," Mursidin menambahkan.
Majelis Ratna Dewi Pettalolo kemudian menanyakan respon KPU Wajo soal dugaan intervensi itu.
Mursidin lantas menjawab ia bersama keempat komisioner lainnya bersepakat tidak melakukan perubahan.
"Berdasarkan diskusi yang panjang dengan komisioner, lima komisioner itu bersepakat untuk tidak mengubah apapun," jawab Mursidin.
"Dan saya kemarin juga menyampaikan jawaban tertulis, karena saya ingin melampirkan berita acara yang kami tanda tangani berlima untuk verifikasi Partai Gelora," jelas Mursidin.
Kepada majelis, pihak pengadu kemudian meminta penjelasan kepada Pihak Terkait KPU Wajo perihal status pertemuan mereka dengan Teradu III Upi Hastati.
Pernyataan itu tentang kebenaran, apakah bersifat resmi atau tidak resmi.
"Saya tidak tahu bagaimana menilainya, karena dia (Teradu Upi) via telepon melalui Pak Ketua (Haedar) di tanggal 19 (November) itu, diminta kami untuk berkumpul dan menunggu ibu Upi Hastati," jawab Murdisin.
Mursidin kemudian melanjutkan, saat pertemuan itu hadir lengkap komisioner KPU Wajo, bersama dengan Sekretaris KPU dan Kasubag Teknis.
Lokasi pertemuan itu berlantas di Kantor KPU Wajo pukul 01.00 Wita.
"Dokumentasinya ada foto, tidak ada (video), tidak ada (daftar hadir). Rekaman ada yang mulia. Kalau dibutuhkan untuk itu, saya akan (ajukan)," jawab Mursidin.
Majelis Ratna kemudian melakukan konfrontir kepada Teradu Upi yang hadir melalui virtual.
"Dalam rangka apa ke Kabupaten Wajo pukul satu dini hari?," tanya Ratna kepada Upi Hastati.
Komisoner KPU Sulsel Periode 2023-2028 ini menjelaskan, saat itu dirinya mendapat tugas monitoring ke KPU Wajo.
Apalagi KPU Wajo merupakan korwilnya sebagai komisioner KPU Sulsel.
Upi Hastati melanjutkan, dia berangkat dari Makassar pada pukul 20.00 Wita.
Namun, perjalanannya beberapa kali terhambat karena saat itu sedang banjir hingga macet di daerah Camba, Kabupaten Maros.
Sehingga, dirinya baru tiba di KPU Kabupaten Wajo pukul 01.00 Wita.
"Kalau dikatakan tadi, itu rapat resmi, itu bukan rapat resmi. Biasanya memang kami kalau monitoring ke KPU kabupaten/kota, malam pun masih ngumpul sama teman-teman," kata Upi Hastati.
"Jadi tidak ada kesengajaan bahwa saya harus datang jam 1 malam, dalam rangka intervensi teman-teman di KPU kabupaten/kota," jelasnya.
Majelis Ratna lantas mendalami soal dugaan intervensi Upi Hastati yang meminta mengubah status Partai Gelora dari BMS ke MS.
Kemudian dijawab oleh Upi Hastati, "Arahan saya memang saat itu mengatakan, meminta untuk memperbaiki. Karena fase verfak Partai Gelora ini, masih memungkinkan perbaikan dan perubahan, jika memang ada perubahan atau perbaikan yang teman-teman ingin lakukan. Tapi jika tidak memungkinkan untuk dilakukan, tidak dimintakan untuk dilakukan proses perubahan," jawabnya.
Upi Hastati yang mengikuti sidang melalui aplikasi zoom video memberikan pembelaan dengan menegaskan, dirinya tidak bermaksud melakukan intervensi ke KPU Wajo.
Dia hanya berkunjung ke Kabupaten Wajo semata-mata untuk meminta melakukan perubahan.
"Adalah hanya sekadar mengingatkan teman-teman jika masih ada proses perbaikan. Mumpung masih ada proses perbaikan, dianjurkan untuk dilihat agar dilakukan proses perubahan, jika memang ada yang mau diperbaiki," jelasnya.
Pihak Terkait Ketua KPU Wajo, Haedar memberikan tanggapan soal jawaban Upi Hastati.
"Itu setelah pihak pengadu memohon kepada Majelis Sidang agar pihak terkait diminta komentarnya," jawab Haedar.
"Terkait dengan penyampaian beliau (Upi Hastati) kepada kami bahwa status salah satu parpol saat itu, ialah Partai Gelora dalam posisinya BMS karena baru verifikasi pertama," lanjut Haedar.
"Memang beliau menyampaikan kepada kami untuk memperbaiki atau merubah. Tapi permintaan beliau (Upi) itu kemudian tidak memaksa kami, untuk melaksanakan hal itu," Haedar menambahkan.
"Beliau (Upi) sampai mengatakan kepada kami bahwa, silakan teman-teman mengambil sikap terkait dengan hal ini. Karena itu adalah hak-hak teman-teman semua. Makanya pada saat itu, kami diskusi dan tidak ada satupun yang kami ubah," sambung Haedar.
Majelis Ratna kemudian bertanya lagi kepada Haedar.
"Pertanyaan saya, kenapa teman-teman tidak mengikuti arahan?,” tanya Ratna.
"Karena itu adalah hasil verifikasi faktual kami yang ada di lapangan. Sehingga tidak ada yang perlu kami ubah," Haedar menjawab bahwa hasil pleno KPU Wajo pada 5 November 2022 sudah sesuai dengan regulasi dan aturan.
Adapun sebanyak 26 pihak terkait yang diundang dalam sidang kedua ini.
Mereka ialah Bawaslu Provinsi Sulsel, Anggota KPU Provinsi Sulsel, Anggota KPU Pinrang dan Anggota Bawaslu Bone.
Sementara, sebanyak 10 Kordiv Teknis KPU kabupaten/kota yakni Gowa, Pangkep, Palopo, Bantaeng, Bone, Luwu, Wajo, Soppeng, Makassar dan Barru.
Kemudian, turut dihadirkan sekretaris dan Kabag Teknis KPU Provinsi Sulsel.
Lanjut, 10 Kasubbag Teknis Penyelenggaraan Pemilu dan 10 Operator Sipol KPU kabupaten/kota.
Diantaranya Kasubag Teknis Penyelenggara Pemilu KPU (Operator Sipol) Gowa, Pangkep, Palopo, Bantaeng, Bone, Luwu, Wajo, Soppeng, Makassar dan Barru. (*)
Siapa Alamsyah? Komisioner yang Soroti Cara DKPP Gelar Sidang Kode Etik di Makassar: Kami Bingung! |
![]() |
---|
Bagaimana Nasib Mantan Komisioner KPU yang Diperiksa DKPP? Dewi Pettalolo Sebut Tetap Sidang |
![]() |
---|
Deretan Penyelenggara Pemilu di Sulsel Diperiksa DKPP, Buntut Dugaan Kecurangan Verfak Parpol |
![]() |
---|
Mantan Anggota Mapala hingga Dosen Unhas Periksa 8 Komisioner dan Eks Anggota KPU di Sulsel |
![]() |
---|
BREAKING NEWS: DKPP Kembali Periksa 8 Komisioner KPU di Sulsel Terkait Dugaan Pelanggaran Kode Etik |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.