Opini
Santri Generasi Istimewa
Di negara ini, tak heran jika banyak sekali sekolah agama atau pondok pesantren yang menyebar luas ke seluruh pelosok Nusantara..
Oleh: Muhammad Tariq
Penulis Buku Lintas Analisis Kritis, Pegiat Literasi dan Pemerhati Sosial
TRIBUN-TIMUR.COM - Islam menjadi agama mayoritas yang dianut masyarakat Indonesia.
Di negara ini, tak heran jika banyak sekali sekolah agama atau pondok pesantren yang menyebar luas ke seluruh pelosok Nusantara.
Sekolah ber asrama dengan pendidikan agama yang mendalam menjadi ciri khas pondok pesantren.
Jika kalian sedang menempuh ilmu di sini maka kalian adalah seorang Santri.
Santri bukan sesuatu yang aneh bagi masyarakat Indonesia, apalagi bagi kalangan pesantren.
Sejarah santri bahkan sudah ada sejak zaman sebelum Islam berkembang di Indonesia.
Dengan segala ke-khas-an yang dimiliki, santri telah menempati sudut pandang tersendiri di hati masyarakat Indonesia.
Bisa dipastikan bahwa sudut pandang terhadap santri mayoritas selalu menepatai ruang sosial yang positif.
Tulisan ini bermaksud mengahadirkan kembali nilai dan karakter ke-santri-an yang memiliki korelasi positif dalam peran keperibadian dan peran sosial.
Menghidupakan kembali karakter positif santri diharapkan mampu sebagai teladan bagi generasi millenial, penerus bangsa, pewaris hari santri, yang akan diperingati setiap 22 Oktober.
Apa sih santri itu?
Kalau kita merujuk kepada kamus besar bahasa Indonesia kata santri memiliki dua pengertian, yakni; orang yang mendalami agama Islam, beribadah secara sungguh-sungguh, orang saleh.
Pada pengertian lain menyebutkan bahwa santri diambil dari bahasa ‘tamil’ yang berarti ‘guru mengaji. Ada juga menilai santri berasal dari kata india ‘shastri’ berarti ‘orang yang memiliki pengetahuan tentang kitab suci.
Namun, hemat penulis sesuai yang diamati, santri adalah seseorang sedang bersekolah di sebuah pondok pesantren membawa bekal ilmu agama yang mendalam. Ditempa di sekolah berasrama selama beberapa tahun.
Dengan harapan menjadi pribadi baik dalam masa depan dunia maupun akhirat.
Mengenakan peci dan memakai sarung merupakan ciri khas seorang santri.
Hal ini tak lepas dari sifat kesederhanaan dan mandiri.
Salat malam, tadarus Al-Quran, dan menuntut ilmu seakan-akan itu menjadi bagian dari hidup santri.
Masyarakat pun memberi kepercayaan kepada santri untuk terjun berdakwah dengan membawa bekal ilmu nya yang diajarkan di pondok pesantren.
Bersama-sama belajar dengan masyarakat mengadakan sebuah pengajian, mengajar TPA, menjadi Imam dan sebagainya.
Pengalaman baik akan bertambah dan tentu saja mendapatkan pahala dari Allah SWT.
Bangsa yang makmur tak lepas dari sikap masyarakatnya rukun satu sama lain.
Para orang tua, pejabat, pekerja, bahkan pelajar turut memperjuangkan hidupnya untuk kemajuan bangsa ini.
Berbagai macam mobilitas yang kian berubah seiring perkembangan zaman. Teknologi pun akan terus berkembang.
Kepemimpinan akan terus berlanjut dengan lahir nya generasi pemimpin baru.
Menjadi pemimpin adalah bagian dari wujud santri pada dirinya.
Karena santri di tuntut mampu menjadi penerus Ulama terdahulu.
Menjaga agar bangsa dan agama saling berhubungan satu sama lain.
Tidak menyimpang dan dapat membawa kemajuan wawasan dan moral Indonesia.
Karakter Santri
Karakter terbentuk atas kebiasaan dan pembiasaan tertentu, dapat diamati dalam sebuah prilaku istiqomah, terus menerus.
Tentu banyak faktor mempengaruhi terbentuknya karakter tertentu, mulai dari nilai intrinsik dan ekstrinsik.
Lingkungan tentu faktor yang sangat besar mempengaruhi karekter tersebut.
Santri identik dengan lingkungan pesantren, maka kehidupan pesantren adalah karakter yang melekat pada santri.
Jiwa yang religius, sikap sosial yang akomodatif adalah bagian dari karakteristik lingkungan pesantren.
Karakter yang demikian membuat santri lebih hati-hati membawa dirinya tidak terjerumus pada perbuatan subhat, apalagi bathil atau haram.
Spritualitas tinggi, membuat dirinya selalu merasa diawasi sang penciptanya. Sehigga diri, amal, dan perilakukan kehidupannya semata-mata oleh,dan akan kembali bada Allah SWT.
Selain itu, karakter sukarela dalam mengabdi.
Hal itu tercermin dari kepasrahan seorang santri dalam belajar di pesantren.
Secara sukarela dalam melakukan setiap aktifitas pembelajaran dan pembiasaan lainnya, meskipun tanpa diawasi seorang kiai atau ustaz.
Bahkan pada pesantren tertentu terdapat santri sengaja mengabdikan dirinya secara terus menerus kepada sang kiai.
Totalitas ini dilakukan karena santri meyakini, terdapat berkah yang akan didapat setelah melakukan pengabdian secara sukarela, secara sempurna kepada sang kiai atau ustaz.
Berkah itu berupa kesuksesan hidup dalam bermasyarakat kelak, menjadi tokoh agama, tokoh masyarakat yang juga rela berkorban dan mengabdi.
Santri identik juga dengan karakater kearifan, yakni bersikap sabar, rendah hati, patuh pada ketentuan hukum agama, mampu mencapai tujuan tanpa merugikan orang lain, dan mendatangkan manfaat bagi kepentingan bersama. Menghormati perbedaan dan keberagaman.
Dalam setiap keputusan yang diambil mempertimbangkan lokalitas dimana dia hidup. “di mana bumi dipijak, disitu langit dijunjung”, inilah kemudian membuat santri mudah diterima oleh semua kalangan.
Dan yang paling mencolok kesederhanaan dan kemandirian; adalah karekter khas santri, tidak tinggi hati dan sombong walau berasal dari orang kaya atau keturunan raja sekalipun.
Fasilitas pesantren serba terbatas berberan dalam membentuk karakter kesederhanaan dan kemandirian santri.
Sederhana dan mandiri bukan karena tidak mampu, tapi lebih menunjukkan pribadi yang peduli sesama, pribadi yang menyadari bahwa dunia adalah sementara.(*)

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.