Klakson
NU Mengindonesiakan Indonesia
Khadratusyekh KH Hasyim Asy’ari dan KH Wahab Hasbullah dan lainnya memang menghibahkan NU untuk merawat rumah besar bernama Indonesia.
Oleh:
Abdul Karim
Ketua Dewas LAPAR Sulsel
Anggota Majelis Demokrasi dan Humaniora
TRIBUN-TIMUR.COM - Usia seabad ini, bukan lah waktu luang yang ringkas. Tetapi di situ segunung sejarah yang tertulis dan miliaran jejak-jejak sepak terjang yang tertoreh di bumi Indonesia.
Begitulah Nahdlatul Ulama (NU), ormas sepuh yang tetap eksis hingga kini.
Entah berapa biji prestasi NU dinegeri luas ini sejak ia berdiri 1926 silam. Walau terombang ambing dalam sejarahnya, NU tetaplah sebuah tiang penting republik ini.
Ulama-ulama yang mendirikannya seperti Khadratusyekh KH Hasyim Asy’ari dan KH Wahab Hasbullah dan lainnya memang menghibahkan NU untuk mendirikan dan merawat rumah besar bernama Indonesia.
Bilang tiang yang rubuh, maka runtuhlah rumah besar bernama Indonesia ini.
Di usia yang sepuh ini, tugas NU merawat negeri belumlah tammat. Pekerjaan besar NU kini bahkan justeru tak seberat kapas. Tugas berat itu salah satunya adalah “mengindonesiakan Indonesia”.
Bendera kita memang tak pudar-pudar, tetaplah merah-putih sejak dulu. Tetapi perilaku dan cara berfikir bangsa kita hari ini justeru telah luntur dari kultur bangsa ini, baik dalam hidup hari-hari, maupun dalam hidup berbangsa dan bernegara.
Lihatlah misalnya, cara-cara pengelola negara mengelola negara yang masih subur dengan perilaku korup. Korupsi bukanlah kultur bangsa ini.
Dalam kitab suci dan kitab-kitab kebudayaan bangsa ini, korupsi yang semakna dengan mencuri selalu dilaknat. Korupsi bukanlah perilaku Indonesia.
Begitupula dengan cara pandang keagamaan bangsa ini yang hingga hari ini tak mengindonesia.
Cara pandang keagamaan bangsa ini masih cenderung pada arah intoleran. Intoleran bukanlah kultur keagamaan Indonesia.
Tetapi toleransilah cara pandang dan perilaku keagamaan yang original Indonesia.
Sebab, bangsa ini tegak bukan semata-mata konstribusi ummat Islam, tetapi juga konstribusi ummat lain di negeri ini.
Dalam politik bangsa ini juga tereduksi. Politik kita hari ini jauh dari sikap moral yang baik.
Sekian lama politik kita bergerak seiring dengan hal-hal yang tidak baik. Moral yang baik maksudnya, mengutamakan kepentingan ke-Indonesia-an diatas segalanya.
Yang terjadi dalam politik kita hari ini adalah moral perkauman berdasarkan kepentingan sempit yang mengalahkan moral ke-Indonesiaan. Politik kelompok mengalahkan politik kebangsaan.
Efeknya, rakyat sebagai objek layanan politik selalu berada di pihak yang dirugikan. Maka menjamurlah kemiskinan di lapis bawah.
Mewabahlah kesengsaraan di lapis ummat. Kaum dhu’afaa kian menderita dan kian hari bertambah jumlahnya.
Semua hal di atas adalah efek dari perilaku yang jauh dari spirit dan cara berfikir ke Indonesiaan.
Tugas NU kedepan harus berperan mengatasi masalah-masalah itu. Jadi NU harus mengindonesiakan Indonesia. Inilah tugas berat NU di masa datang.(*)

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.