Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Merebut Ruang Publik

Sebagai ruang antara, ruang publik mesti menjadi sarana pertemuan antara kepentingan warga dengan kebijakan pemerintah.

Editor: Hasriyani Latif
dok pribadi/bahrul
Bahrul Amsal dosen Sosiologi FIS-H UNM. Bahrul Amsal penulis Rubrik Opini Tribun Timur berjudul 'Merebut Ruang Publik'. 

Warga akan dikangkangi kepentingan komersial pasar, dibenturkan kepentingan elite pejabat, atau akan mudah digiring kepada kebenaran-kebenaran semu.

Dari kacamata yang lebih kritis, dalam ekosistem seperti itu, hanya ada dua pihak yang lebih dominan mendapatkan perhatian, yaitu kelompok pemodal, dan elite politik.

Hanya aspirasi kedua pihak ini sajalah, bahkan ruang publik diberadakan. Sementara kelompok sosial yang lemah secara ekonomi dan politik, tidak akan mendapatkan tempat dalam arus wacana, pengambilan, dan penentuan kebijakan publik.

Berkebalikan dengan keadaan di atas, partisipasi publik akan mendorong terciptanya kontrol sosial dan kritik sosial.

Terlebih jika itu diisi oleh kelompok masyarakat yang mewakili lapisan akar rumput. Dengan kemunculan kelompok penyeimbang seperti ini akan membuat ruang publik lebih steril dibandingkan jika wacana dominan lebih ditentukan oleh dua pihak sebelumnya.

Selama ini, baik real atau maya, ruang publik lebih banyak diisi oleh riuh rendah komiditi pasar dan suara tinggi semboyan politik tanpa kehadiran suara kritis warga.

Akibat melemahnya suara kritis warga, ruang publik seperti selama ini terjadi akan mengalami pembajakan alih-alih menjadi arena edukasi masyarakat.

Oleh karena itu, akan sangat penting jika ruang publik disadari oleh kelompok-kelompok akar rumput untuk menjadikannya sebagai arena kepentingan warga publik.

Suara kolektif

Telah dinyatakan sebelumnya, ruang publik adalah ruang antara, yaitu medium tengah yang mempertemukan beragam pihak dengan pemerintah.

Karena sifatnya yang demikian, sebenarnya ruang publik merupakan ruang negosiasi untuk meredam komodifikasi dan depolitisasi yang membuat pihak-pihak di dalamnya mengalami kekalahan oleh kelompok pemodal dan elite politik.

Selama ini kenyataannya ruang publik kita tumbuh dan berkembang tanpa berpihak kepada kepentingan publik yang asalnya dari suara kolektif masyarakat.

Salah satu sebab yang membuat itu terjadi karena tidak ada wacana bersama yang ditopang intelektual, tokoh, dan organisasi masyarakat yang betul-betul mewakili keresahan dan harapan publik.

Karena kekosongan inilah, selama ini ruang publik kita lebih mengarah kepada kepentingan ekonomi pasar dan elite kekuasaan.(*)

Sumber: Tribun Timur
Halaman 3/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved