Klakson
Senior
Di kampung-kampung, suku kata "senior" tak populer sejak zaman Hindia Belanda hingga zaman virus keji seperti saat ini.

Oleh: Abdul Karim
Majelis Demokrasi dan Humaniora
Di kampung-kampung, suku kata "senior" tak populer sejak zaman Hindia Belanda hingga zaman virus keji seperti saat ini.
Tetapi orang-orang kampung yang hijrah ke kota--hijrah karena sekolah atau karena bekerja--begitu familiar dengan suku kata "senior" itu.
Barangkali kata "senior" memang bukan untuk bibir kampung, tetapi pas untuk lidah-lidah kota.
"Senior" memang bersemayam di kota, bukan di kampung pelosok.
Terutama di kalangan mahasiswa atau organisasi kemahasiswaan, kata "senior" tampak sebagai bahasa pasar.
Rumah "senior" adalah kampus/perguruan tinggi.
Kata itu tak pernah terlerai dengan kampus siapapun menteri pendidikannya, siapapun rektornya.
Dari sanalah kata "senior" ditumbuhkan.
Ia senantiasa dibibit dibibir-bibir manis mahasiswa
. Lalu, keluar merambat ke hampir seluruh organisasi kepemudaan.
Di beberapa institusi luar kampus memang kadangkala "senior" terdengar, tetapi ia bukanlah percakapan hari-hari.
Berbeda dengan kampus, kata "senior" menjadi kata wajib saat berinteraksi.