Opini Sawedi Muhammad
Sosiolog Unhas Ungkap Seteru Vaksin dan Masa Depan Dunia Pascapandemi Covid, AS-China Saling Tuding
Amerika dan Tiongkok saling menuding sebagai muasal virus Covid-19. Mereka berusaha merebut simpati dunia, menegasi keterlibatan negaranya
Deskripsi pendapatan tiga raksasa farmasi dunia menunjukkan siapa yang diuntungkan selama pandemi Covid-19 berlangsung.
Pfizer yang bermarkas di New York mewakili kedigdayaan Amerika. Sinovac yang berpusat di Beijing merepresentasi keunggulan Tiongkok.
AstraZeneca yang berkedudukan di Cambridge, mewakili supremasi Inggris.
Ketiga negara inilah yang menguasai suplai vaksin dunia. Karena keterbatasan kapital, teknologi dan sumber daya manusia, ketimpangan akses terhadap vaksin menimbulkan apa yang disebut oleh Vanessa S lanziotti (2021) sebagai vaksin apartheid.
Di bulan Agustus 2021, sebanyak 31,7 persen penduduk dunia telah menerima vaksinasi tahap pertama dan 23,7 persen menerima vaksinasi tahap kedua.
Sekitar 4,76 miliar dosis vaksin diproduksi secara global dan sebanyak 37,24 juta diproduksi setiap hari.
Akan tetapi, hanya sekitar 1,3 persen penduduk di negara berpendapatan rendah telah menerima paling tidak vaksin tahap pertama.
Terdapat beberapa inisiatif global untuk pemerataan vaksin. Salah satu diantaranya adalah program COVAX. Berkat usahanya, di bulan Agustus tahun 2021, COVAX telah mengirim 206 juta vaksin ke 138 negara. Inisiatif ini cukup berhasil.
Akan tetapi vaksinasinya masih jauh tertinggal dari negara-negara kaya. Pada tanggal 18 Agustus 2021, COVAX hanya mampu memvaksin 4,3 persen di Afrika (hanya 2,1 persen yang mendapat dosis kedua), 50 persen di Amerika Selatan (25 persen mendapatkan dosis kedua) dan 31 persen di India (8,3 persen menerima dosis kedua).
Angka ini sangat kontras dengan capaian vaksinasi yang sangat impresif di Inggris (58 persen), di Amerika (62 persen) dan di Tiongkok (87 persen).
Penyebab Virus dan Perangkap Thucydides
Meski paling diuntungkan dari bisnis vaksin, Amerika dan Tiongkok saling menuding sebagai muasal virus Covid-19. Mereka berusaha merebut simpati dunia, menegasi keterlibatan negaranya perihal musabab salah satu pandemi yang paling mematikan.
Meski tuduhan bahwa virus pertama kali ditemukan di sebuah pasar di Wuhan, hasil investigasi tim ahli WHO yang terdiri dari ilmuwan dari berbagai negara di bulan Januari 2021 menegaskan bahwa “sangat tidak mungkin” virus berasal dari laboratorium atau dari hewan.
Kemudian muncul laporan individu anggota tim yang menyebut investigasi dibatasi oleh China.
Kredibilitas hasil investigasi semakin jatuh saat Dr Peter Daszak, salah satu anggota tim dari Inggris, dituduh berhubungan dekat dengan laboratorium Wuhan Institute of Virology.